Sukses

Kementerian PUPR: Jangan Politisasi Data Backlog Rumah!

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khawatir data backlog kepemilikan rumah dijadikan bahan oknum tertentu di tahun politik.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khawatir data backlog kepemilikan rumah dijadikan bahan oknum tertentu di tahun politik. Untuk itu, Kementerian PUPR data mengenai orang yang belum memiliki rumah itu tidak dipolitisasi.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mencatat, di tahun politik kerap ada data yang 'digoreng' dengan tujuan tertentu.

"Kita mengantisipasi, kadang pengalaman-pengalaman tahun politik itu suka data ini digoreng untuk berbagai kepentingan," kata dia di Kementerian PUPR, Jumat (25/8/2023).

Kekhawatiran ini juga berdasar pada keraguan Iwan soal validitas data yang menyebut ada 12,7 juta orang yang belum memiliki rumah. Dia menduga kalau angka backlog tidak sebesar itu.

"Sementara kita pegang masih 12,7 (juta). Cuma begini, ini saya, kami di (Ditjen) Perumahan, kami tak ingin data ini hanya bersifat politis. Kalau 12,7 (juta) saya juga ingin tau itu by name by adress nya dimana kepemilikannya," jelasnya.

Untuk memastikan data tersebut valid, dia meminta jajarannya untuk mengkonsolidasikan data dari berbagai lembaga. Sebut saja salah satunya data daei Badan Pusat Statistik.

"Karena Saya khawatir sekali, ini saya minta kawan-kawan merapatkan sumber data dari BPS misalnya, ini yang kami jngin pastikan, karena saya khawatir ini jadi konsumsi yang untuk kepentingan tertentu yang pada saatnya tak bisa dipertanggungjawabkan," urai Iwan.

 

2 dari 4 halaman

12,7 Juta Orang Tak Punya Rumah

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada 12,7 juta orang di Indonesia yang tak memiliki rumah per 2021 lalu. Angka backlog ini dinilai perlu dikejar seiring dengan cita-cita Indonesia menjadi negara maju.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menjelaskan ada tantangan penyediaan rumah mengingat adanya tambahan keluarga baru setiap tahun. Dia mencatat ada 740 ribu orang tiap tahun yang diprediksi tak memiliki rumah.

"Lalu bagaimana kalau kita mau 2045 habis (angka backlog)? tentu mau gak mau jumlahnya harus kita tingkatkan. itungan kasarnya itu (bangun rumah) 1,5 juta setiap tahun," katanya di Kementerian PUPR, Jumat (21/7/2023). 

3 dari 4 halaman

Perlu Dana Tambahan

Dengan alokasi sebanyak itu, tentunya perlu ada tambahan alokasi pendanaan. Herry berujar, saat ini pemerintah tengah memutar otak untuk mencari opsi pendanaan lainnya guna memenuhi kebutuhan tersebut.

"Kalau 1,5 juta berapa yang harus kita sediakan? Makanya yang dipikirkan oleh teman-teman ini bagaimana penyediaan rumah ini tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Bagaimana kita mendorong swasta dan pihak-pihak lain bisa ikut serta, bareng-bareng," tuturnya.

Herry mencatat, pada program Kementerian PUPR saat ini mengejar untuk membangun sekitar 220 ribu rumah setiap tahun yang akan disalurkan pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Termasuk pada kelompok masyarakat yang tak memiliki rumah tadi.

"Jadi tambahannya (orang yang punya rumah tiap tahun) aja 740.000 dan yang disediakan 220.000, jadi untuk mengisi tambahannya aja sulit, setiap tahun terjadi gap terus tuh nambah terhadap backlog-nya," ungkapnya.

 

4 dari 4 halaman

Harga Rumah Subsidi Naik

Herry menyebut, kenaikan harga rumah bersubsidi tak lantas bisa mengurangi jumlah backlog yang ada. Malahan, itu bisa memangkas penyediaan rumah yang dibangun pemerintah.

"Sehingga kalau ditanya apakah kenaikan harga rumah mengatasi kenaikan backlog? malah mengurangi unit yang kita bisa sediakan karena harga rumahnya kan bertambah," ujarnya.

Dia menegaskan, masalah backlog atau jumlah orang yang tak memiliki rumah memang menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri yang harus diselesaikan. Misalnya, dengan memperluas cakupan program yang dijalankan.

"Jadi nanti terhadap backlog ini harus dilakukan dengan segala cara, dalam arti gini, bagaimana kita scale up programnya, bagaimana skema tadi bisa memberikan leverage yang lebih besar atau jumlah yang lebih besar yang kita layani. ini yg masih terus digodok ini bagian dari ekosistem pembiayaan perumahan," bebernya.