Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan rencana untuk memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax (RON 92). Rencana itu selaras dengan program pengurangan emisi, sembari perlahan meninggalkan BBM dengan nilai oktan lebih rendah yakni Pertalite (RON 90) yang penyalurannya akan dibatasi.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya menilai, pemberian subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) masih rentan dipermainkan. Berkaca terhadap penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite yang kerap dinikmati konsumen tak berhak.
Baca Juga
"Secara prinsip dan untuk kasus BBM subsidi barang rentan digunakan oleh masyarakat berpendapatan menengah atas dan atas," ujar Berly kepada Liputan6.com, Jumat (25/8/2023).
Advertisement
Menurut dia, sudah seharusnya alokasi subsidi BBM ditujukan pada sektor konsumen, bukan untuk produknya. Sehingga itu bisa turut mengajak pengguna kelompok menengah atas secara perlahan beralih ke moda transportasi publik.
"Sudah saatnya ditransformasi menjadi subsidi orang, dimana masyatakat yang terindikasi sebagai miskin atau rentan miskin (sampai 2-3 kali garis kemiskinan) mendapatkan cash transfer rutin untuk penggunaan yang wajar. Itu sebagai bagian dari proses transisi ke public transport dan EV (tidak selamanya)," tuturnya.
Karena PLTU Batu BaraÂ
Lebih lanjut, Berly turut menyoroti kepulan polusi udara di langit Jakarta dan sekitarnya. Di luar alasan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara, ia mendorong pemerintah tetap gencar mengedukasi masyarakat untuk beralih ke transportasi umum, khususnya yang ramah lingkungan.
Di sisi lain, ia juga ingin transformasi kendaraan berbahan bakar minyak menuju kendaraan listrik (electric vehicle/EV) tetap dimasifkan. "Penurunan penggunaan kendaraan pribadi berjalan bertahap dan perlu waktu untuk adopsi EV," imbuhnya.
Masih untuk mitigasi polusi, Berly mengajak Indonesia bisa beralih ke standar emisi terbaru yang telah ditetapkan Uni Eropa, dari Euro 4 menuju Euro 5 dan Euro 6.
"Jadi peningkatan kualitas BBM Indonesia yang sekarang standar Euro 4 menuju Euro 5 dan 6 perlu dilakukan secara simultan. Sehingga pembakaran di kendaraan internal combustion engine (ICE) lebih baik, dan polutannya lebih sedikit," pungkasnya.
Pertalite Bakal Dibatasi, Pertamax Siap-Siap Jadi BBM Subsidi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan rencana untuk membatasi penyaluran BBM jenis Pertalite (RON 90). Di sisi lain, pihak instansi juga berencana memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax (RON 92).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, rencana pembatasan BBM Pertalite saat ini masih di tingkat pembahasan internal. Pasalnya, keputusan itu perlu mempertimbangkan sisi teknis maupun ekonomi.
"Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal," ujar Dadan di Bali, Kamis (24/8/2023).
Pembahasan internal itu pun termasuk rencana mengalokasikan anggaran subsidi untuk Pertamax. "Itu termasuk yang sedang dibahas," imbuh Dadan.
Penyebab Polusi Udara
Dadan menyebut, pembahasan ini digelar lantaran bahan bakar dengan tingkat oktan rendah semisal Pertalite punya peluang lebih besar untuk menyumbang polusi udara.
Di sisi lain, semakin tinggi nilai oktan atau research octane number (RON) yang terkandung di dalamnya, maka pembuangan emisinya akan lebih sedikit.
"Kan secara teknis makin tinggi angka oktan, pembakarannya makin bagus. Kalau pembakaran makin bagus, emisi akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar," tuturnya.
Advertisement
Konsumsi BBM Pertalite Rencana Dibatasi Tahun Ini, Siapa Boleh Beli?
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, mendesak urgensi percepatan pembatasan konsumsi BBM jenis Pertalite (RON 90) sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).
Rencana pembatasan konsumsi Pertalite ini dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.
"Diperlukan pengaturan BBM JBT (Jenis BBM Tertentu, Solar dan minyak tanah) dan JBKP (Pertalite) tepat sasaran. Sebab, belum adanya pengaturan konsumen pengguna untuk JBKP, pengaturan untuk konsumen pengguna JBT yang berlaku masih terlalu umum, sehingga menimbulkan multitafsir," kata Tutuka dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).
Pertalite
Tutuka menyampaikan, dalam revisi Perpres 191/2014 yang saat ini masih dibahas turut dijabarkan siapa saja konsumen yang berhak membeli Pertalite.
"Sektor konsumen pengguna JBKP atau bensin Pertalite RON (90) meliputi industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, dan pelayanan umum," papar dia.
Minyak Tanah
Untuk usulan konsumen JBT minyak tanah (kerosene) belum ada perubahan, meliputi rumah tangga, usaha mikro, dan usaha perikanan.
SolarSementara untuk JBT jenis Solar terdapat penambahan konsumen, sehingga meliputi industri kecil, usaha perikanan, pertanian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi KA, dan pelayanan umum.
Menurut Tutuka, revisi Perpres 191/2014 perlu segera dilaksanakan. Karena jika tidak, maka berpotensi terjadinya overkuota untuk pembelian JBT Solar dan JBKP Pertalite.
"Sehingga, diperlukan pengaturan konsumen pengguna melalui revisi Perpres 191/2014 agar dapat dilakukan pengendalian konsumsi dan subsidi menjadi lebih tepat sasaran," tuturnya.
Advertisement