Liputan6.com, Jakarta Tiga maskapai pelat merah, Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelira Air rencananya kan digabung dalam satu manajemen. Lantas, apa akan mempengaruhi harga tiket?
Diketahui, ketiga maskapai itu berada di kelas konsumen yang berbeda. Artinya, harga tiket yang ditawarkan ketiganya pun berbeda-beda.
Baca Juga
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, penggabungan tiga maskapai itu tak akan mempengaruhi harga tiket dari tiap layanannya.
Advertisement
"Ya enggak lah, enggak mungkin. Karena pasti kelasnya beda. Lagian masih dihitung, kelasnya masih beda. Apakah kelasnya Garuda Indonesia nanti level atas, Pelita di tengah, Citilink di LCC (low cost carrier), kan belum tau, dilihat nanti bagaimana," paparnya di Kementerian BUMN, ditulis Sabtu (26/8/2023).
Masih Pembahasan
Meski begitu, Arya belum berbicara banyak mengenai bentuk penggabungannya. Apakah merger di satu entitas sendiri, atau tetap 3 maskapai di satu pengelolaan.
Arya mengatakan proses pembicaraan soal merger maskapai ini masih ada di tahap awal. Dengan begitu, model penggabungannya pun masih dalam pembahasan.
"Citilink di bawah Garuda, Pelita Air belum tahu. Apakah nanti dia setara sama Citilink, atau di dalam Citilink. belum tahu. Itu untuk efisiensi saja, satu manajemen lah semua," paparnya.
Â
Tekan Biaya Logistik
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir akan melakukan aksi penggabungan maskapai pelat merah, yakni Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air. Langkah merger maskapai penerbangan ini jadi kelanjutan program efisiensi yang dilakukan Kementerian BUMN, setelah sebelumnya dilakukan terhadap Pelindo pada 2021 silam.
Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga meyakini, aksi merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air bakal menekan ongkos logistik (logistic cost). Sebab, penggabungan ketiganya bakal memperbanyak jumlah pesawat dan rute penerbangan di bawah payung perusahaan pelat merah.
"Iya, dengan sendirinya (biaya logistik turun). Kan dengan manajemen seperti itu dia bisa ngatur semuanya. Biar simpel, BUMN ini jangan kebanyakan alur-alur. Jadi satu industri aja deh yang nanganin. Kan itu juga bukan kecil, itu besar juga, sayang aja kalau enggak satu," jelasnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Adapun Citilink sebenarnya sudah menjadi bagian dari Garuda Indonesia Group, dengan komposisi kepemilikan saham 67 persen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan 33 persen PT Aerowisata.
Namun untuk Pelita Air, Arya menambahkan, Garuda Indonesia masih harus bernegosiasi dulu dengan PT Pertamina (Persero) selaku induk usaha. Termasuk untuk pembagian rute penerbangan.
"Tinggal nego Garuda dan pemilik Pelita hitung-hitungannya gimana. Kalau gini kan nanti antar mereka jalur-jalurnya bisa diatur. Kalau enggak sekarang kan jalurnya numpuk-numpuk antar Garuda, Pelita dan Citilink. Nanti dilihat cocoknya gimana," ungkapnya.
Â
Advertisement
Belum Pasti
Kendati begitu, kata Arya, Kementerian BUMN belum memastikan bagaimana proses inbreng antara ketiga maskapai pelat merah tersebut.
"Belum tahu. Apakah inbreng-nya ke Garuda, apakah ke Citilink, kan kita enggak tahu. Apakah dia seperti subholding, kan kita enggak tahu juga. Masih dikaji," imbuh dia.
Senada, Arya juga belum bisa membocorkan kapan proses merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air akan rampung. Ia hanya bisa berharap itu terealisasi sesegera mungkin.
"Kami kan selalu pinginnya cepat, biar selesai kerjaannya. Ngurusin perusahaan enggak segampang itu, harus dihitung semua konsekuensi hukumnya, dan lain-lain. Yang pasti kami akan setiap langkah prioritas karyawan pasti dipikirkan yang terbaik," tuturnya.
"Pokoknya untuk satu industri, satu pengelolaan. Sekarang kita udah punya tiga, ada Garuda, Citilink, Pelita Air. Jadi cukup satu management lah untuk mengelola semua, walaupun nanti terbagi-bagi," pungkas Arya.
Â
Rencana Erick Thohir
Menteri BUMN Erick Thohir membuka peluang untuk menggabungkan maskapai penerbangan pelat merah. Itu menyasar Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.
Erick Thohir menyebut, langkah merger maskapai ini untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkap dia saat berbincang dengan diaspora di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangannya, ditulis Selasa (22/8/2023).
Pada konteks biaya logistik dan maskapai, Erick menyampaikan Indonesia saat ini kekurangan 200 uni pesawat. Hitungan ini merupakan perbandingan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dia menyebut, AS saat ini telah mengoperasikan 7.200 pesawat di rute domestiknya untuk menopang 300 juta populasi yang rata-rata (pendapatan per kapitanya mencapai USD 40 ribu.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.
Advertisement