Liputan6.com, Indramayu Fenomena El Nino lemah-moderat yang melanda sebagian wilayah tanah air telah membuat beberapa daerah mulai mengalami penurunan debit air di lahan pertanian. Salah satunya di Desa Ranjeng Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu provinsi Jawa Barat.
Debit air di saluran irigasi mulai berkurang khususnya di lahan-lahan yang berada di bagian hilir saluran. Hal ini menyebabkan sebagian lahan sawah terutama yang relatif jauh dari saluran irigasi tersier terancam kekeringan.
Baca Juga
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementan melalui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (Ditlin) bersama-sama dengan petugas lapangan dan petani setempat melaksanakan Gerakan Penanganan (Gernang) Dampak Perubahan Iklim (DPI) pada tanggal 11 Agustus 2023.
Advertisement
Dalam gerakan ini Ditlin memberikan bantuan kepada Kelompok Tani Subur Tani. Kelompok ini mempunyai pertanaman padi yang berumur sekitar 30 hari dan berada di lokasi yang relatif jauh dari saluran irigasi tersier sehingga terancam kekurangan air.
Pompanisasi untuk Alirkan Air ke Lahan Petani
Gerakan ini dilaksanakan dalam bentuk kegiatan pompanisasi untuk mengalirkan air dari saluran sekunder ke lahan petani. Agar air dari saluran sekunder dapat sampai ke lahan petani maka dilakukan pengadaan dan pemasangan selang air sepanjang 600 meter.
Selain itu, bantuan juga digunakan untuk operasional pompa air seperti pembelian BBM, konsumsi dan lain-lain. Dengan gerakan ini diharapkan sekitar 15 ha lahan petani yang selama ini tidak terjangkau oleh saluran tersier dapat terpenuhi kebutuhan airnya hingga panen nanti.
Ali, petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) setempat menyatakan bahwa sekitar 100 ha lahan di Desa Ranjeng Kecamatan Losarang terancam kekeringan dikarenakan saluran tersier tidak dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik karena kurangnya debit air dan pendangkalan saluran.
“Bantuan selang air dan BBM sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air di pertanaman hingga panen nanti” ucap Ali.
Kegiatan pompanisasi seperti ini diharapkan juga dapat dilakukan secara swadaya di lokasi lain yang terancam kekeringan namun masih ditemukan sumber air yang dapat dimanfaatkan.
Advertisement
Pembuatan Sumur Submersible
Selain gerakan di atas, Ditlin juga akan mengalokasikan kegiatan Demonstrasi Area Dampak Perubahan Iklim berupa pembuatan sumur submersible untuk membantu menyediakan air terutama di lahan-lahan yang terancam kekeringan. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat menyediakan kebutuhan air pertanaman padi untuk lahan minimal seluas 25 ha.
Plt. Direktur Ditlin Yudi Sastro menyampaikan bahwa Penanganan DPI memerlukan peran aktif dari berbagai pihak bukan hanya dari kementerian pertanian tapi juga dari kementerian/lembaga lain seperti KemenPUPR, BMKG, KLHK dan lain-lain.
"Hal ini mengingat banyak variabel yang berkontribusi terhadap DPI yang berada di luar kewenangan kementerian pertanian seperti kondisi DAS, IkIim, Ekosistem, lingkungan dan lainnya," kata Yudi Sastro.
Mitigasi dan Adaptasi terhadap Dampak Perubahan Iklim
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyatakan bahwa upaya penanganan dampak perubahan iklim seperti banjir dan kekeringan ini tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah dan petani saja tapi juga harus mendapatkan partisipasi aktif dari seluruh warga masyarakat agar penanganannya menjadi lebih efisien dan efektif.
Selain itu, upaya penanganan kekeringan juga perlu dibarengi dengan upaya-upaya mitigasi dan upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim serta perbaikan ekosistem.
"Khusus terkait upaya mitigasi dan adaptasi ini juga dibutuhkan peran aktif dari kalangan akademisi dan peneliti dalam melakukan edukasi dan transfer teknologi terhadap masyarakat terutama petani tentang pentingnya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim," jelas Suwandi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang sangat mengharapkan dukungan penuh dari perguruan tinggi dan dunia pendidikan terhadap pembangunan pertanian ke depan.
(*)