Sukses

KKP Segel Resor Tanpa Izin di Pinggir Laut Aceh

resor di pinggir laut Aceh memiliki Izin Lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Aceh Besar yang masih berlaku hingga sekarang. Namun, resor belum memiliki izin PKKPRL dari KKP.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel satu restoran plus resor di wilayah pantai di Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Restoran ini diduga menjalankan bisnisnya secara ilegal dan tanpa mengantongi izin yang berlaku.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Adin Nurawaluddin menerangkan restoran itu diduga belum kantongi dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

“Ada bangunan restoran di atas laut yang belum ada izin PKKPRL-nya," ujarnya dalam keterangan resmi, ditulis Selasa (29/8/2023).

Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) Pangkalan PSDKP Lampulo, terdapat pemanfaatan ruang laut seluas kurang lebih 90 m2 milik CV. EM Resort yang belum dilengkapi dokumen PKKPRL.

Adin menjabarkan resor tersebut memiliki Izin Lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Aceh Besar yang masih berlaku hingga sekarang. Namun, resor belum memiliki izin PKKPRL, yang merupakan persyaratan dasar perizinan berusaha yang harus dipenuhi.

Itu mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, di mana setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib memenuhi perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut dari pemerintah pusat.

Sehingga, setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap yang tidak memiliki perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penutupan lokasi, pencabutan perizinan berusaha, pembatalan perizinan berusaha dan/atau denda administratif.

 

2 dari 3 halaman

Ancaman Denda Rp 20 Miliar

Sedangkan bagi setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap yang tidak memiliki perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000 (dua puluh miliar rupiah).

“Sesuai dengan aturan yang berlaku, setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut di perairan pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi secara menetap di sebagian ruang laut, wajib memenuhi perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL)”, ujar Adin.

Adin menegaskan, bahwa pentingnya izin PKKPRL bagi setiap kegiatan pemanfaatan ruang semata-mata untuk menjaga keberkelanjutan ekologi, sehingga pembangunan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan di masa sekarang tidak mengorbankan generasi yang akan datang.

“Dalam proses pemenuhan dokumen PKKPRL ini, akan dilakukan beberapa kajian, seperti kondisi ekosistemnya, hidro oseanografinya, hingga perkiraan dampak apa saja yang akan terjadi di perairan tersebut apabila dilakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut”, terang Adin.

 

 

3 dari 3 halaman

Tak Terpantau

Sehingga, apabila pelaku usaha tidak memenuhi dokumen PKKPRL, kegiatan pemanfaatan ruang laut menjadi tidak terpantau dampak ekologinya.

Terkait kasus ini, Polsus PWP3K akan melakukan pemanggilan terhadap Manajemen CV. EM Resort untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa melalui kebijakan Blue Economy atau Ekonomi Biru.

Pihaknya akan memastikan bahwa pembangunan di sektor kelautan akan dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan prinsip pengelolaan ruang laut, yang dilakukan mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengendalian , dan pengawasan ruang laut.