Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD melemah pada Selasa, 29 Agustus 2023.
"Dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya pada hari Selasa, mundur dari level tertinggi hampir tiga bulan menjelang rilis serangkaian data ekonomi utama minggu ini," kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Selasa (29/8/2023).
Baca Juga
Data kepercayaan konsumen AS akan dirilis hari ini, sementara revisi produk domestik bruto kuartal kedua akan dirilis para Rabu besok (30/8).
Advertisement
Ada juga pembacaan pengeluaran konsumsi pribadi, yang merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve, akan dirilis pada 31 Agustus mendatang, sementara data nonfarm payrolls bulan Agustus akan ditutup pada minggu ini.
"Tanda-tanda ketahanan perekonomian AS, khususnya terkait inflasi dan lapangan kerja, akan memberikan dorongan lebih besar bagi The Fed untuk terus menaikkan suku bunga," ungkap Ibrahim.
Namun, USD diprediksi akan bertahan di atas 2 persen bulan ini dan mulai mencatatkan kenaikan selama enam minggu berturut-turut.Â
Kenaikan itu didorong ketahanan data ekonomi AS mendukung ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Seperti diketahui, The fed akan melakukan pertemuan selanjutnya pada pada bulan September. Meski diperkirakan tidak akan menaikkan suku bung, ada peningkatan ekspektasi bahwa bank sentral AS akan kembali mengerek suku bunga pada November mendatang.
Rupiah Menguat 32 PointÂ
Dalam penutupan pasar sore ini, Rupiah ditutup menguat 32 point, walaupun sebelumnya sempat menguat 45 point dilevel Rp. 15.259 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 15.292.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.230- Rp. 15.300," beber Ibrahim.
Inflasi Eropa
Semenatara itu, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde menyerukan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan utama bank sentral yaitu membawa inflasi kembali ke target 2 persen.
Rilis inflasi zona euro pada bulan Agustus akan dirilis pada akhir minggu ini, dan angka tahunan diperkirakan akan menunjukkan penurunan kecil menjadi 5,1Â persen dari 5,3Â persenpada bulan Juli.Â
Angka itu masih jauh di atas target bank sentral Eropa sebesar 2Â persen.
Advertisement
Seberapa Besar Urgensi Indonesia Masuk BRICS?
Menurut Ibrahim, Indonesia sebaiknya tidak terburu-buru bergabung dengan BRICS.Â
Disebutkannya, hal itu dikarenakan BRICS, grup yang mencakup Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu, masih belum jelas memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia.
"Dari 5 negara yang tergabung di dalam BRICS, hanya India dan China yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat selama 2010-2022. Adapun Rusia, Brasil dan Afrika Selatan selama ini tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,"j elas Ibrahim.
Jika dibandingkan dengan ekonomi Indonesia, Ibrahim menjelaskan, maka jauh di atas ketiga negara tersebut.
"Sedangkan dari sisi perdagangan BRICS belum begitu baik, karena hanya menyumbang 11,4 persen dari perdagangan kolektif global anggotanya di era pra-pandemi, dan jumlah itu meningkat sedikit menjadi 11,9 persen pada periode pasca-pandemi," katanya.
Kemudian BRICS merupakan Bank Pembangunan Baru (NDB) yang layak diapresiasi. Pasalnya, NDB adalah lembaga keuangan BRICS yang telah menyetujui pembiayaan USD 32 miliar atau Rp. 487,8 triliun sejak mulai beroperasi pada 2015, dengan sebagian besar uang digunakan untuk proyek berkelanjutan dan sebagian besar pembiayaan BRICS berasal dari China.
Â
Indonesia Belum Ajukan Proposal Masuk BRICS
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri KTT BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan pekan lalu.Â
Saat itu Jokowi mengungkapkan, Indonesia belum mengajukan proposal untuk menjadi anggota BRICS.
"Kami ingin membuat perhitungan yang diperlukan terlebih dahulu. Kami tidak ingin terburu-buru," kata Jokowi dalam video.
Berdasarkan data pemerintah, menunjukkan perdagangan Indonesia-China mencapai USD 133,6 miliar atau Rp 2.036 triliun pada 2022. Perdagangan bilateral Indonesia dengan India mencapai USD 32,7 miliar atau Rp. 498 triliun tahun lalu.
Advertisement