Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka wacana untuk mengalihkan Pertamax menjadi BBM Bersubsidi. PT Pertamina Patra Niaga sebagai operator pun mengaku masih membahas perihal opsi pengalihan tersebut.
Diketahui, wacana Kementerian ESDM itu salah satunya mempertimbangkan emisi gas buang dari BBM dengan kadar RON rendah seperti Pertalite. Pada saat yang sama, Pertalite pun kedepannya akan dibatasi.
Baca Juga
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pihaknya masih membahas poin-poin awal wacana tersebut. Soal Pertamax jadi BBM bersubsidi, dia menyerahkan hal itu merupakan kebijakan pemerintah melalui Kementerian ESDM.
Advertisement
"Pertamina sebagai operator, kami tentunya nanti akan berkoordinasi kepada Pemerintah/regulator," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (29/8/2023).
"Karena kalau bicara kebijakan, itu kewenangan regulator," sambung Irto.
Beraapa Harganya
Kendati demikian, Irto menyebut, Pertamina Patra Niaga sebagai penyalur BBM akan mengikuti kebijakan yang nantinya ditetapkan pemerintah. Termasuk juga dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada masyarakat dengan harga yang sudah ditentukan nantinya.
"Pertamina Patra Niaga selaku operator akan berkomitmen menjalankan kebijakan penyaluran BBM Penugasan dan Subsidi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan Pemerintah," urainya.
Perlu diketahui, Pertamax memiliki kada RON 92 dan dijual Rp 12.400 per liter. Pertamax merupakan kategori Jenis BBM Umum (JBU). Sementara, Pertalite memiliki RON 90 dan dijual Rp 10.000 per liter. Pertalite masuk dalam kategori Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang mendapat porsi subsidi atau kompensasi dari pemerintah.
Â
Wacana Jadi BBM Subsidi
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan rencana untuk membatasi penyaluran BBM jenis Pertalite (RON 90). Di sisi lain, pihak instansi juga berencana memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax (RON 92).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, rencana pembatasan BBM Pertalite saat ini masih di tingkat pembahasan internal. Pasalnya, keputusan itu perlu mempertimbangkan sisi teknis maupun ekonomi.
"Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal," ujar Dadan di Bali, Kamis (24/8/2023).
Pembahasan internal itu pun termasuk rencana mengalokasikan anggaran subsidi untuk Pertamax. "Itu termasuk yang sedang dibahas," imbuh Dadan.
Â
Advertisement
Penyebab Polusi Udara
Dadan menyebut, pembahasan ini digelar lantaran bahan bakar dengan tingkat oktan rendah semisal Pertalite punya peluang lebih besar untuk menyumbang polusi udara.
Di sisi lain, semakin tinggi nilai oktan atau research octane number (RON) yang terkandung di dalamnya, maka pembuangan emisinya akan lebih sedikit.
"Kan secara teknis makin tinggi angka oktan, pembakarannya makin bagus. Kalau pembakaran makin bagus, emisi akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar," tuturnya.
Â
Rentan Disalahgunakan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan rencana untuk memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax (RON 92). Rencana itu selaras dengan program pengurangan emisi, sembari perlahan meninggalkan BBM dengan nilai oktan lebih rendah yakni Pertalite (RON 90) yang penyalurannya akan dibatasi.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya menilai, pemberian subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) masih rentan dipermainkan. Berkaca terhadap penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite yang kerap dinikmati konsumen tak berhak.
"Secara prinsip dan untuk kasus BBM subsidi barang rentan digunakan oleh masyarakat berpendapatan menengah atas dan atas," ujar Berly kepada Liputan6.com, Jumat (25/8/2023).
Menurut dia, sudah seharusnya alokasi subsidi BBM ditujukan pada sektor konsumen, bukan untuk produknya. Sehingga itu bisa turut mengajak pengguna kelompok menengah atas secara perlahan beralih ke moda transportasi publik.
"Sudah saatnya ditransformasi menjadi subsidi orang, dimana masyatakat yang terindikasi sebagai miskin atau rentan miskin (sampai 2-3 kali garis kemiskinan) mendapatkan cash transfer rutin untuk penggunaan yang wajar. Itu sebagai bagian dari proses transisi ke public transport dan EV (tidak selamanya)," tuturnya.
Advertisement