Sukses

Penyaluran FLPP Masih Didominasi Sektor Pekerja Formal

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mencatat pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar 108,5 triliun sejak tahun 2010 untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 108,5 triliun sejak 2010 untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). 

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Dedi Syarif Usman dalam acara "Media Briefing DJKN bertemakan Rp108,5 triliun #UangKita, Bangun Rumah untuk Rakyat" yang diselenggarakan di Aula Lantai 5 Gedung Syarifuddin Prawiranegara pada Kamis (31/08/2023).

FLPP ini merupakan salah satu program inklusif pemerintah untuk mendukung pembiayaan perumahan bagi MBR. Anggaran ini disalurkan melalui dana bergulir maupun PMN.

Diterangkan dalam data per 31 Juli 2023, dana bergulir tahun 2023 sudah dicairkan sebesar Rp 12 Triliun. Sedang pencarian PMN PT SMF pada tahun 2023 masih belum dilakukan karena menunggu penerbitan PP PMN, yang digadang akan dilakukan maksimal di bulan Desember 2023.

Realisasi manfaat program FLPP telah dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat, namun masih didominasi oleh pekerja sektor formal meskipun trend penyaluran ke pekerja sektor informal semakin meningkat.

"Realisasinya memang pekerja formal yang mudah menerima pekerja sektor formal yang mendominasi. Jadi kita perlu strategi yang tepat untuk meningkatkan porsi pekerja sektor informal dalam memanfaatkan FLPP ini. Mengingat Sektor FLPP didominasi pekerja informal," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Ekosistem Pembiayaan Perumahan

Dedi mengatakan bahwa setiap orang berhak memiliki tempat tinggal yang layak, meskipun akhir-akhir ini banyak masyarakat memilih menyewa.

Menurut data sensus 2017 hingga 2021, angka backlog kepemilikan perumahan di Indonesia dapat ditahan lajunya sebesar 12,72 juta rumah pada tahun 2021. Laju pertumbuhan pendudukan dan kondisi ekonomi-sosial masyarakat menjadi tantangan utama dari hal ini.

Adapun dari sisi angka rumah tidak layak huni, telah mampu diturunkan dari angka 32,36 juta pada tahun 2017 menjadi 29,57 juta pada tahun 2021.

Â