Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga semester I 2023 telah menyalurkan dana dukungan sebesarnya Rp 2,21 triliun.
"Tahun 2023, hingga semester I, PT SMF telah menyalurkan dana dukungan sebesar Rp 2,21 triliun atau setara 59.538 rumah," kata Sekretaris DJKN Kemenkeu Dedi Syarif Usman, dalam Media Briefing DJKN Bangun Rumah Rakyat, di kantor DJKN Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, APBN berkontribusi besar dalam memberikan manfaat kepada berbagai segmen masyarakat yang membutuhkan, di antaranya untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar dapat memiliki hunian yang layak dan terjangkau.
Advertisement
Dedi menyebutkan, ada berbagai instrumen kebijakan yang dapat dinikmati oleh MBR untuk mendapatkan rumah layak huni, di antaranya insentif perpajakan berupa pembebasan PPN dan PPh, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
FLPP menurut Dedi, merupakan salah satu program inklusif pemerintah sebagai dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada MBR yang bertujuan untuk menyediakan dana dalam mendukung kredit pemilikan rumah (KPR) bagi MBR untuk memperoleh rumah tapak dan satuan rumah susun.
Skema KPR FLPP ini berupa angsuran dengan rate 5 persen untuk tenor sampai dengan 20 tahun. Sejak tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan investasi pemerintah untuk program FLPP sebesar Rp108,5 triliun yang disalurkan melalui dana bergulir maupun Penyertaan Modal Negara (PMN).
Adapun dalam rentang 2010 hingga Juli 2023, program FLPP telah mendukung pemilikan rumah sebanyak 1.289.748 unit rumah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara itu, realisasi penyaluran dana FLPP di tahun 2023 sampai dengan Juli adalah sebanyak 120.169 unit rumah dari target penyaluran sebanyak 220.000 unit sebagaimana ditetapkan dalam Nota Keuangan 2023.
Gawat, Generasi Milenial Terancam Jadi Tunawisma Gara-Gara Ini
Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Dedi Syarif Usman mengatakan, generasi milenial di Indonesia masih kesulitan dalam membeli hunian pertama mereka, baik itu apartemen maupun rumah tapak.Â
Kesulitan itu dikarenakan biaya hidup yang besar tidak seimbang, dengan penghasilan yang didapatkan membuat milenial merasa membeli rumah adalah hal yang sulit. Terlebih kenaikan harga rumah lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan gaji.
"Milenial ke depan itu homeless, karena gaji yang diterima dengan kewajiban uang muka dan cicilan itu agak sulit," kata Dedy dalam Media Briefing DJKN Bangun Rumah Rakyat, di kantor DJKN Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Menurutnya, generasi muda saat ini justru lebih senang menyewa hunian dibandingkan memiliki hunian sendiri.
"Anak muda sekarang lebih seneng sewa daripada beli," ujarnya.
Padahal Pemerintah telah menyalurkan berbagai bantuan untuk membantu masyarakat Indonesia, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar memiliki hunian yang layak dan terjangkau.
Pertama, Pemerintah memberikan insentif perpajakan berupa pembebasan PPN dan PPh untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, serta untuk rumah sederhana MBR.
Kedua, subisidi bantuan uang muka (SBUM). Bantuan ketiga yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Program ini (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah yaitu Rp 8 juta ke bawah dengan suku bunga fix 5 persen selama 20 tahun," ujarnya.
Kemudian keempat, bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) yang merupakan program untuk pemilikan dan pembangunan rumah dengan pemberian uang muka maksimal Rp 40 juta.
Advertisement
Subsidi Selisih Bunga
Kelima, Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang merupakan program untuk kepemilikan rumah tapak dan susun dengan suku bunga MBR 5 persen dan Pemerintah menanggung selisih bunganya.
Bantuan keenam ada  bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) yang merupakan bantuan stimulan Rp 17,5 juta - Rp 35 juta untuk membangun dan renovasi rumah. Bantuan lainnya yaitu pembangunan rumah susun dan rumah khusus.Â
"Sebenarnya sudah banyak program Pemerintah untuk membantu mengatasi backlog perumahan," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan, backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan rumah rakyat masih sebesar 12,1 juta.Â