Liputan6.com, Jakarta Peneliti Lingkungan Puji Lestari menegaskan bahwa bukan PLTU yang menjadi penyebab polusi udara Jakarta. Hal ini khususnya PLTU Suralaya yang berlokasi di Cilegon, Banten.
“Jika dilihat dari hasil penelitian, kondisi meteorologi menjadi faktor besar yang mempengarugi polusi udara di Jakarta saat ini. Pada bulan Agustus dan saat ini, emisi PLTU tidak mengarah ke Jakarta. Arah angin menuju ke barat dan barat daya. Bukan ke timur atau arah menuju Jakarta,” katanya dikutip Minggu (3/9/2023).
Baca Juga
Puji mengatakan hal tersebut setelah melakukan kunjungan ke PLTU Suralaya di Banten pada Jumat (1/9/2023). Diketahui, beberapa pembangkit PLTU Suralaya dalam posisi mati/shutdown sejak 29 Agustus 2023.
Advertisement
Menurut Puji, pengelolaan PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan Pemerintah, terutama dalam mengelola emisi yang dihasilkan.
Pengelolaan PLTU yang menghasilkan listrik tidak kurang dari 3.000 MW itu sudah sangat bagus. Saat ini, paparnya, terkait dengan ramai-ramai polusi udara di Jakarta perlu diketahui bahwa penyebab utamanya adalah sektor transportasi.
“PM 2.5 di Jakarta banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor, terutama kendaraan berat/heavy duty vehicle," tutur dia.
Alat Pengendali Polusi Udara
Saat ini, Puji mengatakan banyak PLTU yang sudah bagus dalam menerapkan penggunaan alat pengendali polusi udara.
Seperti halnya, pemasangan Electrostatic Precipitator (ESP) dan Low Nox Burner serta alat pemantau emisi Continuous Emission Monitoring System (CEMS). Pemasangan teknologi ESP dan CEMS sudah diterapkan seperti PLTU Suralaya.
“Jika dipasang ESP, emisi sangat sedikit sekali dan terpantau pada CEMS” kata Puji.
Polusi Udara Tinggi di Akhir Pekan, Gara-Gara Kendaraan Bermotor?
Kualitas udara di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok) pada Sabtu (2/9/2023) hingga pukul 11.00 WIB dilaporkan sebagai kualitas udara yang terburuk bila dibanding dengan kondisi sepanjang Agustus lalu.
Situs IQAir.com, menunjukkan indeks kualitas udara wilayah Jakarta sebesar 168 (tidak sehat) dan konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 mencapai 19,3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan dari World Health Organization (WHO).
Kondisi ini terjadi pada pagi akhir pekan, di saat mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan bermotor jauh berkurang dibandingkan pada hari kerja.
“Kualitas udara di hari Sabtu ini menunjukkan bahwa level emisi di udara ambien tetap tinggi pada saat jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi lebih sedikit. Hal ini menandakan perlunya dikaji lebih dalam apakah kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar polusi udara. Diperkirakan ada faktor lain di luar transportasi yang menyebabkan kualitas udara di akhir pekan cukup buruk, sama dengan di hari kerja,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
Advertisement
Penyumbang Pencemaran Udara
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pencemaran udara terbesar berasal dari kendaraan yakni 44%, kemudian 34% Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), lalu dari rumah tangga dan sumber lainnya.
Febri menyampaikan, untuk mendukung pengendalian emisi gas buang di sektor industri, sesuai arahan Presiden dalam Ratas dan Rakor yang melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan identifikasi terkait permasalahan ini serta mengambil beberapa langkah. Pertama, membentuk tim inspeksi pengendalian emisi gas buang sektor industri di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Dalam menjalankan tugasnya, tim inspeksi telah melakukan langkah-langkah identifikasi dan perencanaan terkait sistem inspeksi, mulai dari pendataan, monitoring, hingga kunjungan ke lapangan.
“Beberapa kegiatan usaha yang menjadi sorotan telah dipantau, dan satu perusahaan industri yang diduga mencemari lingkungan telah diperiksa secara langsung. Hasilnya, emisi gas buang perusahaan tersebut jauh di bawah ambang batas, meskipun ada permasalahan administratif yang perlu diselesaikan,” ujar Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kemenperin, Eko S. A. Cahyanto.