Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. Pelemahan rupiah ini terjadi usai Amerika Serikat (AS) mengumumkan data ekonomi.
Pada Kamis, (7/9/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,26 persen atau 40 poin menjadi Rp 15.335 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.295 per dolar AS.
Baca Juga
Analis pasar uang Lukman Leong menyatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi penguatan dolar Amerika Serikat (AS) setelah data Purchasing Managers' Index (PMI) Services AS lebih baik dari perkiraan menjadi 54,5 dari ekspektasi 52,5.
Advertisement
“Rupiah berpotensi kembali melemah di tengah sentimen risk off di pasar dan penguatan dolar AS setelah data PMI Services AS yang lebih baik dari perkiraan memicu kekuatiran inflasi dan naiknya ekspektasi pada prospek suku bunga The Fed,” ucap Lukman, dikutip dari Antara.
Menurut Lukman, ekonomi di China dan Eropa masih akan terus membebani mata uang berisiko (emerging markets). “Investor menantikan data perdagangan China jam 10.00 WIB pagi ini,” ujarnya.
Dia memprediksi pergerakan rupiah pada hari ini berkisar Rp 15.250-Rp 15.350 per dolar AS.
Dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), membalikkan penurunan awal, setelah data AS menunjukkan sektor services secara mengejutkan meningkat pada bulan lalu yang membuka peluang untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, meningkat 0,05 persen menjadi 104,8613 pada akhir perdagangan.
Penguatan dolar AS turut mempengaruhi yen ke level terendah 10 bulan di awal sesi Asia pada Kamis, serta membuat euro dan sterling tetap berada di dekat posisi terendah tiga bulan. Hal ini disebabkan para investor menaruh kepercayaan mereka terhadap perekonomian AS yang masih tangguh, bahkan di tengah prospek pertumbuhan global yang suram.
Jaga Rupiah, BI Terbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia 15 September 2023
Sebelumnya, Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Dony Hutabarat, menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan menerbitkan instrumen moneter baru yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Ia berharap dengan penerbitan SRBI ini bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
SRBI akan mulai diimplementasikan pada 15 September 2023 sebagai instrumen operasi moneter rupiah kontraksi.
Dony mengungkapkan, terdapat fitur menarik dalam SRBI, yaitu sebagai instrumen rupiah yang kredibel yang bisa diperdagangkan tidak hanya kepada pelaku domestik melainkan juga bisa diperdagangkan kepada investor asing.
"Jadi, ini juga sekaligus mendorong inflow (uang) yang masuk ke Indonesia, sehingga harapan kita bisa menjaga stabilitas nilai tukar," kata Dony dalam Konferensi Pers Taklimat media SRBI di kantor Bank Indonesia, Senin (28/8/2023).
Adapun SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.
Pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9 dan 12 bulan (setelmen T+0) dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di website Bank Indonesia.
Advertisement
Dilelang
Penerbitan SRBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan SRBI dapat dipindahtangankan atau ditransaksikan di pasar sekunder.
Pada pasar perdana, SRBI hanya dapat dibeli oleh bank umum yang menjadi peserta OPT konvensional baik secara langsung atau melalui lembaga perantara. Selanjutnya di pasar sekunder, SRBI dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh non-bank (penduduk atau bukan penduduk).
Lebih lanjut, Dony menyebut tujuan diterbitkan SRBI ini dalah satunya untuk mendorong pendalaman pasar uang. Lantaran, saat ini beberapa instrumen pasar uang mengalami penurunan.
"Kenapa perlu didorong pendalaman pasar uang? kita melihat pasar uang kita saat ini ada beberapa instrumen yang menurun terus yang sifatnya kredibel. Nah, oleh karena itu Bank Indonesia meminta bahwa kita harus membuat sebuah instrumen yang bisa diperdagangkan di pasar yang bisa menjadi solusi," pungkasnya.