Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berencana meluncurkan Pertamax Green 92, produk BBM campuran Pertalite (RON 90) dengan bioetanol 7 persen yang berasal dari ekstraksi tebu. Pertamina sendiri telah menerapkan campuran serupa pada produk Pertamax Green 95 yang telah diedarkan terbatas.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, bioetanol sebenarnya tidak hanya bergantung pada tebu saja. Belajar dari India, produk bioetanol bisa berasal dari ekstrak jagung hingga jerami.
Baca Juga
"Kalau dilihat dari presentasinya India, itu macam-macam sekali. Dari jagung, jerami, sampah corn, jadi banyak. Saya rasa kita perlu belajar dari India," ujar Tutuka di Park Hyatt Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Advertisement
"Misalkan sawah langsung diambil padinya, jeraminya jadi sampah langsung dibangun di situ, plant-nya," ungkap dia seraya mencontohkan apa yang dilakukan India.
Menurut dia, Indonesia sebenarnya diberkahi banyak sekali sumber daya alam yang bisa dijadikan bahan campuran untuk BBM hijau.
"Etanol itu kan bahannya dari tebu. Kalau sawit itu punya banyak. Jadi Indonesia itu biodeserve-nya terkenal sekali di dunia. Malaysia aja jauh. Presentase biodiesel kita di dunia sangat tinggi," kata Tutuka.
Senada, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan, Pertamina juga memiliki produk bioenergi yang berbasis sawit yang dicampur etanol ke diesel.
"Ada juga bentuk etanol dicampur gasoline. Gasoline bisa dari tebu, singkong, sorgum, jagung, bisa juga waste. Semua limbah tanaman bisa diproses," ucap Nicke.
Dirut Pertamina Sebut Perubahan Pertalite Jadi Pertamax Green 92 Masih Dikaji
Sebagai upaya untuk menurunkan emisi karbon, PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92. Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7% sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Akan tetapi, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan bahwa kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
“Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apa pun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” katanya saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Nicke juga mengungkapkan bahwa jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya tentu akan diatur oleh pemerintah.
“Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya,” ungkapnya.
Advertisement
Hasilkan Kualitas BBM yang Lebih Baik
Nicke menyebut bahwa kajian tersebut dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan.
“Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun. Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan,” sebutnya.
"Program Langit Biru Tahap 2 ini merupakan kajian internal di Pertamina dan untuk implementasinya nantinya akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan," jelas Nicke.
Sebelumnya, Nicke mengatakan bahwa Pertamina terus mencanangkan Program Langit Biru dengan mengembangkan Bahan Bakar Kendaraan berbasis nabati.
“Pertamina pernah menjalankan Program Langit Biru dengan menaikkan (kadar oktan) BBM Subsidi dari RON 88 ke RON 90. Pertamina akan melanjutkan Program Langit Biru Tahap II, dengan menaikkan (kadar oktan) BBM subsidi dari RON 90 ke RON 92," katanya.
“Sesuai dengan regulasi KLHK, bahwa RON minimal adalah 91. Tahun 2024 mohon dukungan, Pertamina akan mengeluarkan Pertamax Green 92, dengan mencampur Pertalite dgn Ethanol 7%. Sehingga ke depan produk gasoline hanya ada Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo,” jelas Nicke.