Liputan6.com, Jakarta Penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2024 diprediksi tidak mengganggu perekonomian, justru berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga investasi Indonesia.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, adanya tahun politik dengan penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2024 tersebut akan mendorong kenaikan inflasi, kendati begitu lonjakannya diprediksi tidak akan terlalu besar. Hal itu dikarenakan pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung melambat.
Baca Juga
"Kalau saya liat biasanya inflasi tidak terlampau besar ya di tahun politik. Kita lihat 2014, 2019, 2024 itu tidak akan terlalu besar, karena di tahun politik pertumbuhan ekonominya cenderung agak slow down," kata Asmo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Advertisement
Disisi lain, Andry memprediksi konsumsi masyarakat akan tetap terjafa stabil di level 5 persen. Menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah penurunan investasi. Lantaran, ketika memasuki tahun politik biasanya investor cenderung menunggu dan melihat (wait and see) dalam berinvestasi pada momen tersebut.
"Jadi, memang PR pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagaimana kita tetap menjaga. Paling tidak kita bisa dapatkan pertumbuhan investasi yang memang relatif lebih terjaga stabil," jelasnya.
Dampak Pemilu Sebelumnya
Sebagai contoh, Asmo membeberkan terkait Pemilu tahun 2009, dimana tahun sebelumnya terjadi krisisfinansial global, namun pada tahun itu inflasi tidak meningkat signifikan.
Lalu, pada pemilu tahun 2014, tahun sebelumnya sempat terjadi taper tantrum. Selanjutnya, pada pemilu tahun 2019, tahun sebelumnya terjadi perang dagang antara China dan Amerika Serikat.
Sebagai informasi, taper tantrum kebijakan pengurangan nilai aset oleh bank sentral Amerika Serikat atau The Fed. Pengurangan ini biasanya diberlakukan untuk qualitative easing atau obligasi.
"2024, 2023 kondisi ekonominya seperti ini. Memang tantangannya adalah bagaimana membuat investasi itu tetap bisa tumbuh, tidak turun misalnya. Seperti pola pola yang kita temui di tahun pemilu-pemilu sebelumnya" pungkasnya.
Perekonomian China Loyo Dibanding AS, Ekonomi Indonesia Terancam?
Bank Indonesia (BI) menyampaikan kondisi ekonomi global khususnya dua negara adidaya yakni China dan Amerika Serikat yang menjadi mitra perdagangan utama Indonesia.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Erwindo Kolopaking, menyebut ekonomi China saat ini dalam kondisi yang loyo dibandingkan ekonomi Amerika Serikat yang masih cukup baik di tengah ketidakpastian.
"Ekonomi China ini tidak sebaik yang kita bayangkan," kata Erwindo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).
Erwindo mengatakan, padahal pelaku ekonomi sangat meyakini pada awal tahun ini akan ada stimulus-stimulus tambahan dari China. Namun, ternyata kondisinya kurang baik, hal itu dikarenakan masih terdapat utang di sektor rumah tangga yang tinggi serta konsumsi dan kinerja properti yang memburuk.
Menurutnya, jika dilihat beberapa tahun terakhir, kata Erwindo, sebetulnya China mendorong infrastruktur yang baik, mulai dari jaln maupun bangunan dan lainnya. Namun, ketika China mencoba mendorong ke sektor konsumsi hasilnya belum mampu sepenuhnya menopang perekonomian domestik.
Alhasil, saat perekonomian China melambat maka akan berdampak terhadap negara-negara sekitar, termasuk Indonesia. Sebab, China merupakan mitra dagang Indonesia.
"Sehingga ketika perekonomian China melambat ini berdampak signfikan kepada negara-negara sekitar salah satunya Indonesia," ujarnya.
Advertisement
Ekonomi Amerika Serikat
Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat justru lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Hal itu dikarenakan, stimulus yang diberikan pada saat masa pandemi Covid-19 membuat masyarakat memiliki bekal yang cukup banyak untuk menopang konsumsi. Hal itulah yang membuat inflasi di Amerika Serikat stabi di atas target The Fed.
"Akibatnya The Fed juga diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga yang tadinya di kuartal III tapi sepertinya akan diundur pada kuartal IV 2023. Ini juga akan mendorong ketidakpastian di pasar keuangan," kata Erwindo.
Lebih lanjut, dengan akan berkahirnya tahun fiskal Amerika Serikat pada kuartal III-2023, dinilai akan mendorong pasar keuangan sedikit bergejolak.
"Pada intinya pertumbuhan ekonomi terjaga, PMI globalnya juga relatif membaik, penjualan eceran global di AS juga masih tinggi karena memang sisi permintaan di Amerika sangat kuat," pungkasnya.