Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menolak TikTok, platform media sosial asal China menerapkan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Penolakan Indonesia ini seiring dengan larangan yang dilakukan sejumlah negara antara lain Amerika Serikat (AS) dan India.
Baca Juga
“India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaa. Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan,” ujar Menteri Teten dalam keterangan, Rabu, 6 September 2023.
Advertisement
Namun, TikTok tetap diperbolehkan untuk berjualan tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial. Hal tersebut untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan UMKM domestik.
“Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli,” tutur Menteri Teten.
Selain itu, Menteri Teten juga akan mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri sehingga dapat bersaing di pasar digital Indonesia.
"Ritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia. Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," kata Menteri Teten Masduki.
Menteri Teten menuturkan, pemerintah juga harus melarang aktivitas impor untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Pemerintah juga perlu mengatur tentang harga barang yang dapat diimpor
"Pemerintah juga perlu melarang barang yang belum diproduksi di dalam negeri meski harganya berada di bawah 100 dolar AS. Tujuannya adalah agar barang-barang tersebut bisa diproduksi oleh UMKM tanah air," ujar Menteri Teten.
Kata Ekonom
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda melihat social commerce adalah sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya karena sejatinya interaksi di sosial media tidak dapat diatur apakah mau jual beli atau interaksi lainnya.
Dengan melihat hal itu, Nailul melihat perlu ada pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce karena prinsip sama berjualan memakai internet.
“Pengenaan pajak dan sebagainya menjadi krusial diterapkan di social commerce.Tahun 2019 saya sudah sampaikan social commerce ini akan lebih sulit diatur karena sifatnya yang tidak mengikat ke perusahaan aplikasi. Akan banyak loophole di situ,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Dari Sisi Impor
Terkait merugikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal, ia menilai dari sisi impor. Nailul menuturkan, barang impor di pasar online ada dua. Pertama adalah barang impor yang penjualannya juga di luar negeri.
"Jadi shippingnya dari luar, biasanya China. Barang yang ini biasa disebut cross border commerce. Kebijakan larangan impor maksimal USD 100 pasti akan efektif karena benar-benar dilarang,” kata dia.
Kedua, barang impor yang dijual oleh seller lokal, shippingnya dari domestik. “Ini porsinya besar sekali dan tidak bisa dibatasin oleh kebijakan larangan impor maksimal USD 100,” ujar Nailul.
Adapun kebijakan pelarangan impor bagi produk di bawah harga USD 100, ia menilai memang akan efektif untuk membendung impor tapi untuk sistem yang cross border commerce.
“Pasti akan menurunkan impornya. Tapi ya itu, untuk impor cross border commerce. Kalau untuk yang barangnya sudah di Indonesia, tentu tidak akan berpengaruh kebijakan ini,” kata dia.
Ia menambahkan, kalau memang ingin impor dapat melalui mekanisme impor seperti biasa bukan melalui e-commerce sehingga ada nilai tambang tambah ke perdagangan.
Terkait larangan jualan di TikTok Shop, ia menilai, hal tersebut tidak akan dilarang karena sosial commerce sudah ada dari dulu, seperti Kaskus.
Advertisement
Mendag Siapkan Aturan Soal TikTok Shop, Ini Kisi-Kisinya
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membuat kebijakan untuk mengatur TikTok Shop. Langkah ini untuk melindungi industri dalam negeri terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Zulkifli Hasan mengaku telah didatangi oleh sejumlah pengusaha dalam negeri. Dalam pertemuan tersebut, dirinya mendapat cerita bahwa industri dalam negeri tengah tidak baik-baik saja karena adanya TikTok Shop.
“Banyak sekali yang datang ke saya. beauty datang, UMKM datang, fashion juga datang. Katanya diserbu besar-besaran dari luar sekarang. Jadi akan kita tata lagi ini,” kata Zulkifli Hasan kepada wartawan, Senin, (11/9/2023).
Saat ini dari Kementerian Perdagangan sendiri sudah menyelesaikan aturan. Langkah selanjutnya adalah dilakukan pembahasan dan diskusi dengan kementerian lain yang terlibat. Setelah selesai maka akan dilanjutkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk harmonisasi dengan aturan lain yang sudah ada.
“Saya nanti akan rapat di Kemensetneg. Ini akan dibahas nanti,” ungkapnya.
“Dari kemendag sudah selesai, kan harus harmonisasi, ada harmonisasi. Dari kementerian lain, dari Kumham, dari kami udah selesai,” tambah dia.
Terdapat beberapa poin yang diusulan oleh Kemendag dalam kebijakan soal Tiktok Shop yaitu:
- Barang yang boleh dijual jika memang Indonesia tidak bisa memproduksi
- Tidak boleh menggunakan satu izin untuk menjalankan 2 bisnis yaitu media sosial dan e-commerce
- Barang yang dijual harus memilik izin standar atau SNI
- Tidak boleh menjadi produsen karena berupa platform digital
- Belanja minimal untuk impor dalam 1 transaksi USD 100.