Liputan6.com, Surabaya Kementerian Keuangan tengah menggodok peraturan untuk membebaskan bea masuk bagi barang kiriman dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI. Saat ini, rancangan aturan tersebut masih dibahas lintas kementerian.
Kepala Subdirektorat Impor Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu Chotibul Umam mengatakan penerapan aturan ini perlu sinergi antarkementerian. Misalnya, terkait kebijakan pembebasan bea masuk ada di ranah Kemenkeu, sementara terkait komoditas ada di Kementerian Perdagangan.
Baca Juga
"Kapan berlakunya itu, kalau dari kami prinsipnya secepatnya," kata dia dalam rangkaian Press Tour di Surabaya, Jawa Timur, ditulis Rabu (13/9/2023).
Terkait batasan pengiriman barang, kata Chotibul, itu merupakan kewenangan dari Kementerian Perdagangan. Kemudian, ada beberapa kementerian terkait lainnya yang turut membahas seperti Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dan Kementerian Perindustrian.
Advertisement
"Kalau dari sisi kebijakan fiskal, insya allah kami sudah selesai," ungkapnya.
Dua Jenis
Nantinya aturan ini akan berlaku dalam dua jenis. Pertama, bagi PMI yang resmi terdaftar dalam Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Kedua, bagi PMI yang terdaftar hanya di Kementerian Luar Negeri.
Bagi yang terdaftar di BP2MI, akan mendapatkan pembebasan bea masuk barang kiriman sebanyak 3 kali dalam setahun dengan nominal barang maksimal USD 500 per kiriman.
Sementara, bagi yang terdaftar di Kemenlu dan tak terdaftar di BP2MI, akan mendapatkan pembebasan bea masuk satu kali dalam setahun dengan nominal barang maksimal USD 500.
"Tanggung jawab pemerintah kepada warga negara yang kerja di luar negeri melalui BP2MI. Meskipun mereka tidak terdaftat di BP2MI, yang memberikan perlindungan adalah BP2MI. Dengan kita memberikan fasilitas lebih dari yang lain, mereka akan tetap terdaftar," papar anak uah Sri Mulyani itu.
Â
Belum Diatur Khusus
Lebih lanjut, Chotibul menerangkan kalau saat ini belum ada beleid khusus yang mengatur tentang barang kiriman PMI dari luar negeri. Aturan terkait masih merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199 Tahun 2019.
"Aturan secara khusus untuk barang kiriman PMI sampai saat ini belum ada, masih mengikuti PMK 199," ujar dia.
Perlu diketahui, aturan bea masuk kiriman PMI saat ini belum dibedakan dari pengiriman barang umum. Rinciannya, barang dengan nilai dibawah USD 3 dibebaskan bea masuk, PPh dan PPN 11 persen. Kemudian, untuk barang USD 3-1.500 dikenakan bea masuk 7,5 persen, PPN 11 persen, dan dibebaskan PPh.
Kemudian, untuk barang dengan nilai diatas USD 1.500 akan dikenakan bea masuk sesuai mosted favored nation (MFN). Ketentuannya berbeda-beda untuk jenis barang yang dikirim. Bea masuk yang dikenakan berkisar dari 15-30 persen. Dengan ketentuan PPN 11 pe4sen dan PPh 7,4-10 persen.
Â
Advertisement
Target Penerimaan Bea Cukai Jatim
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kantor Wilayah Jawa Timur membidik penerimaan sebesar Rp 149,89 triliun di 2023 ini. Penopangnya didapat dari cukai hasil tembakau (CHT) yang menjadi komoditas andalan di Jawa Timur.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea Cukai Jatim I, Untung Basuki menerangkan, angka yang dibidik ini meningkat lebih dari Rp 10 triliun dibanding penerimaan di 2022 lalu. Target penerimaan ini merupakan akumulasi dari Kanwil DJBC Jatim I dan Kanwil DJBC Jatim II.
"Persentase utk jawa timur targetnya sangat tinggi. Rp149,89 triliun itu harus dihasilkan di tahun 2023. Di tahun 2022 itu angkanya hanya Rp 138,06 triliun. artinya ada kenaikan yang sangat besar dibandingkan tahun 2022," ujarnya dalam Press Tour, di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (12/9/2023).
Dia menerangkan, penerimaan bea dan cukai itu ditopang paling besar dari sektor cukai. Angkanya diperkirakan bisa mencapai Rp 143,76 triliun. Serta, penerimaan lainnya dari bea masuk dan bea keluar.
Â
Cukai Hasil Tembakau
Pada jenis cukai, Untung mengatakan paling besar didapat dari cukai hasil tembakau (CHT). Mengingat tembakau merupakan komoditas andalan dari Jawa Timur.
"Cukai ini berapa besarannya? cukai hasil tembakau adalah Rp 139,83 triliun. Sedangkan untuk ethiol alkohol ini hanya Rp 62,78 miliar. kemudian MMEA ini adalah Rp 1,36 Triliun," ungkapnya.
"Kemudian karena secara ketentuan kita masih dibebankan yaitu produk plastik dan mbdk yang memang sampai saat ini belum dilakukan pemungutan, untuk produk plastiknya itu adalah Rp 604 miliar, sedangkan MBDK, minuman berbahan manis dan dalam kemasan adalah Rp 1,899 triliun," sambung Untung.
Advertisement