Liputan6.com, Jakarta Nota Kesepahaman (MoU) telah ditandatangani oleh para pemain utama di sektor energi Asia Tenggara, yaitu ASEAN Centre for Energy (ACE), Southeast Asia Energy Transition Partnership (ETP), dan Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) pada perhelatan ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 dan ASEAN Energy Business Forum (AEBF).
Kolaborasi ini dirancang untuk memberikan kerangka kerja yang kuat untuk upaya bersama dan mempercepat integrasi perdagangan listrik lintas batas yang mulus melalui ASEAN Power Grid (APG).
Baca Juga
Berdasarkan perjanjian tersebut, ACE-CASE-ETP akan secara kolektif bekerja menuju implementasi ASEAN Power Grid Advancement Program (APG-AP).
Advertisement
MoU ini merupakan langkah signifikan menuju realisasi temuan-temuan ASEAN Interconnection Master Plan (AIMS) III Study tentang integrasi yang lebih tinggi dari sumber-sumber energi terbarukan di kawasan ASEAN melalui ASEAN Power Grid, sebagai bagian dari ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) Tahap II: 2021-2025.
“Kemitraan baru kami dengan ETP dan CASE sangat penting untuk mendukung ASEAN dalam mewujudkan ASEAN Power Grid guna memperluas perdagangan listrik multilateral regional. Kemitraan ini mencerminkan komitmen bersama kami terhadap tujuan bersama yaitu mempercepat integrasi sektor ketenagalistrikan ASEAN dan memajukan transisi energi saat ini dan di tahun-tahun mendatang,” ujar Direktur Eksekutif ASEAN Centre for Energy (ACE) Nuki Agya Utama dikutip Kamis (14/9/2023).
Mengomentari perjanjian transformatif ini, John Cotton, Senior Programme Manager untuk Southeast Asia Energy Transition Partnership, United Nations Office for Project Services (UNOPS), menyatakan, perjanjian ini berfokus pada memajukan APG menuju sistem terintegrasi yang memungkinkan perdagangan listrik multilateral untuk memenuhi peningkatan permintaan energi dan target energi terbarukan ASEAN sebagaimana didefinisikan dalam ambisi politik para pemimpin energi di kawasan ini.
Ketenagalistrikan Lintas Batas
Project Director untuk CASE, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Sascha Oppowa menambahkan, pihaknya senang dapat berkontribusi dalam mempercepat upaya di ASEAN menuju kerja sama sistem ketenagalistrikan lintas batas dan integrasi energi terbarukan yang lebih besar.
"Bersama dengan mitra kami di APG-AP serta pemangku kepentingan yang berpikiran sama, kami berharap dapat mendukung ACE dalam upaya ambisius ini," tutur dia.
Mengarahkan dampak program ASEAN Power Grid terhadap integrasi energi, Program APG Advancement mengimplikasikan sebuah proses terkoordinasi untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang efektif sejalan dengan rencana-rencana yang muncul, sebuah peta jalan nyata yang mendorong kemajuan APG dari konsepsi hingga realisasi, serta analisis komprehensif yang mencakup bidang ekonomi, langkah teknis, lingkungan hidup, dan tata kelola.
Sebagai langkah pertama yang penting, proyek perintis Multilateral Power Trade akan mengumpulkan pengalaman dan memimpin jalan menuju keberhasilan penyampaian visi APG.
Kemitraan dinamis ini berupaya untuk memperkuat pengaruh program ASEAN Power Grid terhadap integrasi sektor ketenagalistrikan, yang didukung oleh tekad kolektif, komunikasi yang transparan, dan kolaborasi yang efektif.
Advertisement
PLTU Jawa 9 dan 10 Bakal Jadi Pembangkit Listrik Hybrid Pertama di Indonesia
Pembangkit Listrik USCR (Ultra Selective Catalytic Reduction) Jawa 9 dan 10 akan menjadi pembangkit listrik hybrid pertama yang menggunakan amonia hijau dan hidrogen hijau dalam proses produksinya.
Nota kesepakatan atau MoU antara PT Indo Raya Tenaga (IRT), sebagai pemilik dan operator PLTU Jawa 9 dan 10 dengan Doosan Enerbility yang disaksikan oleh pemerintah kedua negara, Indonesia dan Korea Selatan, dalam rangkaian Pertemuan Meja Bundar Bisinis KTT ASEAN.
Pembangkit ini bersama pembangkit lain ‘kembarannya; di Korea, diharapkan bisa menggunakan amonia hijau dan hidrogen hijau yang bertujuan untuk mendukung kebijakan net zero emission kedua negara; baik RI maupun Korea Selatan.
“Kenapa PLTU Jawa 9 dan 10 menginisiasikan green ammonia, karena seperti kita ketahui Jawa 9&10 merupakan satu-satunya pembangkit yang menggunakan teknlologi SCR di Indonesia. Karena adanya teknologi itu, Jawa 9&10 bisa dianggap sebagai power plant hybrid yang menjadikan amonia sebagai bahan bakar hingga 60%-nya. Nah, hal itu sudah di-review dengan PLN engineering dan hasilnya memuaskan,” jelas President Director Indo Raya Tenaga didampingi Yeonin Jung selaku President (COO Doosan) Peter Wijaya, di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Peter menjelaskan, MoU merupakan kesepakatan kedua pihak untuk melakukan studi bersama untuk mengembangkan roadmap dan perencanaan atas permintaan dan rantai pasokan amonia hijau di Indonesia. Diakuinya, hingga saat ini, belum ada pembangkit yang menggunakan amonia hijau dan hidrogen hijau secara komersial.
Namun, hasil review yang dilakukan pihaknya bersama pemangku kepentingan di Korea, seperti Kepco (Korea Electric Power Corporation) Research Institute, kemudian Komipo (Korea Midland Power Co. Ltd), dan pabrikan yaitu Doosan, beberapa waktu lalu, menyimpulkan hal sangat positif.
Didapati, bahwa boiler pada pembangkit berteknologi SCR ini memang bisa menggunakan amonia hijau dan hidrogen hijau sampai 60% dari materi energi yang dipakai guna produksi listriknya.