Sukses

Harga Minyak Tembus Rekor, Menteri ESDM Khawatir Konsumen Makin Banyak Sedot BBM Pertalite

Lonjakan harga minyak mentah dunia tersebut turut dikhawatirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah dunia kian terus melambung. Terbaru, harga minyak mentah Brent menembus angka USD 94,02 per barel, menjadikannya sebagai rekor tertinggi di sepanjang 2023.

Lonjakan harga minyak mentah dunia tersebut turut dikhawatirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.

Pasalnya ia memprediksi akan banyak konsumen mampu yang beralih ke Pertalite pasca harga BBM non-subsidi terus naik.

"Kita kan kemarin udah lihat yang non-subsidi kan baru pada naik tuh. Ini juga nanti akan mendorong yang pakai Pertalite naik," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Arifin lantas menghimbau agar konsumen mampu tersebut tidak ikut berpindah ke BBM jenis Pertalite.

"Kita harapkan ini lah yang kita himbau supaya jangan masuk ke sektor subsidi. Seharusnya bisa lah mengkonsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan, memberikan endorsement supaya masyarakat yang mampu ini bisa pakai," pintanya.

Di lain sisi, Arifin tak memungkiri jika kenaikan harga minyak mentah dunia bakal semakin membebani pemerintah dalam memberikan subsidi untuk sejumlah produk BBM.

Menurut dia, program konversi kendaraan listrik perlu dipercepat agar ongkos untuk subsidi BBM tidak semakin membengkak.

Pernyataan itu diberikan Arifin saat ditanyai kemungkinan harga Pertalite naik di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.

"Jadi kita kita harus cepat konversi kendaraan listrik, karena itu manfaatnya banyak. Kita udah bahas ongkos yang dipakai untuk tambahan subsidi itu bisa membangun berapa ratus ribu motor konversi listrik. Dengan swap ini kan skemanya lebih lebih murah buat konsumen," jelasnya.

Arifin mengatakan, negara akan semakin kehilangan devisa untuk subsidi jika masyarakat masih terlalu bergantung pada produk BBM dengan nilai oktan rendah.

Selain itu, cara lama itu juga menutup peluang penciptaan lapangan kerja baru. "Kalau konversi ini jalan selain menciptakan lapangan kerja baru. Ada institusi UKM yang memang bisa berkembang, ada lagi ngurangin impor crude, jadi banyak (manfaatnya). tinggal masyarakatnya saja," imbuh Arifin.