Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengaku enggan IKN Nusantara bernasib seperti Brasilia, Ibu Kota Brasil. Utamanya soal kependudukan di IKN Nusantara.
Suharso mengatakan keengganannya itu merujuk pada rasio masyarakat yang tinggal di kawasan ibu kota baru. Jika dibandingkan, Brasilia yang menggantikan Rio de Janeiro ejak 1960 itu sepi penduduk.
Baca Juga
Untuk menjaga itu, Suharso menyusun aturan mengenai perolehan hak atas tanah. Artinya, ada kemudahan dari segi kepemilikan bagi orang untuk tinggal di wilayah IKN Nusantara.
Advertisement
"Kita khawatirkan, yang dikhawatirkan, ke depan terkait dengan soal hak milik atas tanah itu kalau tidak ditetetapkan, atau dimudakhan bagaimana tata cara protokol perolehannya, IKN mungkin akan sama nasibnya dengan Brasilia," ujarnya dalam Rapat Panja Perubahan RUU IKN dengan Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (18/9/2023).
"Di mana publik atau masyarakat akan lebih cenderung ringgal di luar delineasi kota IKN," sambungnya.
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Ibu Kota Negara (IKN) dia menyisipkan aturan soal kepemilikan tanah tadi. Harapannya, orang-orang kemudian berminat untuk tinggal di kawasan IKN Nusantara.
"Nah kita sekrang ingin membuat itu menjadi elbih mudah di dalam IKN. Itu daya tarik membuat itu lebih atraktif orang tinggal di dalam IKN," urainya.
Ingin Lebih Mudah
Suharso menjelaskan, tata cara perolehan hak atas tanah banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Disamping itu, dia ingin aturan di IKN Nusantara lebih mudah.
"Pada umumnya, terkait dengan misalnya kepemilikan hak milik itu dapat dikatakan tidak dengan serta merta," ujarnya.
Â
Jamin Hak Masyarakat Adat
Sebelumnya, Pakar Hukum Agraria dari Universitas Brawijaya, Prof. Imam Kuswahyono mengatakan bahwa, dalam Revisi Undang-Undang IKN perlu memastikan aturan yang adil pada kepemilikan lahan oleh masyarakat adat.
"Untuk IKN sebagai wilayah baru yang dikembangkan oleh negara berdasarkan undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 saya berharap bahwa kawasan IKN nanti menjadi model percontohan sebagai wilayah atau kawasan yang menerapkan regulasi secara baik, berkepasitian hukum, berkemanfaatan dan berkeadilan sesuai dengan citra hukum," ujar Prof. Imam dalam Rapat Panja RUU IKN yang disiarkan secara daring pada Senin (18/9/2023).
Untuk itu perlu dilihat, khusus untuk tanah-tanah yang merupakan tanah-tanah milik masyarakat Kesultanan harus didukung oleh data akurat.
"Karena (permasalahan) saling mengklaim dan saling menyalahkan menjadi persoalan yang perlu diberikan solusi secara tepat dan cepat," jelasnya.
"Bagaimana supaya hak-hak yang ada di masa yang lalu itu betul-betul dapat dijamin oleh negara sebagaimana amat konstitusi dan di undang-undang pokok Agraria," tambah Prof. Imam.
Â
Advertisement
Tanah Kesultanan
Prof Imam kembali menekankan, bahwa tanah-tanah yang merupakan (milik) Kesultanan itu harus dipastikan betul bahwa masyarakatnya masih ada, kemudian ada wilayah yang di dalam dokumen tertera sebagai kawasan Kesultanan
Maka tentu di dalam hal ini perlu ada suatu akurasi data yang tepat.
Menurutnya, tanah-tanah yang dimiliki masyarakat adat di sekitar kawasan IKN Nusantara tidak perlu dilakukan dengan model peralihan hak, tetapi dengan melakukan kerjasama secara baik, saling diuntungkan sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Â
Jangan Gusur Lahan Pertanian
Pakar Hukum Agraria dari Universitas Brawijaya, Prof. Imam mengatakan bahwa harmonisasi dan sinkronisasi merupakan asas yang penting dalam Revisi UU tentang Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara, khususnya terkait lahan yang memproduksi hasil pertanian dan pangan.
"Artinya di dalam implementasi undang-undang IKN ini berkaitan dengan masalah lahan harus memperhatikan dan melaksanakan misalnya undang-undang penataan ruang dan undang-undang LP2P atau undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan," ujar Prof. Imam dalam Rapat Panja RUU IKN yang disiarkan secara daring pada Senin (18/9/2023).
Prof Imam melanjutkan, ketika suatu kawasan dikembangkan untuk kegiatan ibukota, tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang yang ada.
"Saya melihat di undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 sudah ada RDTR-nya (Rencana Detail Tata Ruang). Aartinya secara teknis dan spesifik itu sudah ditentukan jenis-jenis peruntukannya, dan tentu pengaturan lebih lanjut tentang pemberian hak atas tanahnya harus mengikuti tatanan yang ada di RCTR tersebut," jelasnya,
Kemudian mengenai alih fungsi, penting untuk memastikan adanya aturan yang mematuhi UU LP20.
"Bahwa di dalam pemanfaatan tanah-pertanian memang harus (dipastikan) jangan sampai lahan pertanian pangan ini terkonversi secara masif menjadi area peruntukan lainnya," beber Prof. Imam.
"Itu sudah ditegaskan di dalam undang-undang penataan ruang pasal 35, 36, 37, dan 38," tambahnya.
"Jadi pengkajian secara regulator asessment menjadi sebuah keniscayaan - Bagaimana dampak dari penerapan atau aplikasi dari undang-undang IKN ini agar tidak menimbulkan dampak negatif khususnya yang akan mengenai masyarakat khususnya petani," tambahnya.
Advertisement