Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia terus meroket dalam beberapa pekan terakhir. Harga minyak mentah Brent yang jadi patokan global naik 64 sen menjadi USD 94,57 per barel pada perdagangan Senin kemarin.
Lantas, apakah itu bakal turut menaikan harga BBM nonsubsidi per 1 Oktober 2023?
Baca Juga
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu ini akan menghitung formula harga BBM sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Advertisement
"Nanti akan kita review sesuai dengan formula yang ditetapkan pemerintah," ujar Irto kepada Liputan6.com, Selasa (19/9/2023).
Namun, ia belum mau membocorkan lebih lanjut apakah formula perhitungan harga BBM non subsidi untuk Oktober 2023 mendatang bakal ikut terimbas oleh kenaikan harga minyak.
"Kita lihat nanti ya. Ini masih fluktuatif, diambil rata-ratanya," imbuh Irto.
Senada, Kementerian ESDM pun belum mau buka suara saat ditanyai pada kesempatan terpisah soal dampak kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap harga BBM di dalam negeri.
Harga Minyak Dunia Naik Hampir Sentuh USD 95 per Barel di Tengah Pasokan Makin Terbatas
Harga minyak dunia pada perdagangan Senin mendekati level USD 95 per barel di awal sesi perdagangan. Kenaikan harga minyak dunia ini dipengaruhi oleh ekspektasi defisit pasokan yang berasal dari pengurangan produksi yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia serta lemahnya produksi minyak.
Mengutip CNBC, Selasa (19/9/2023), harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan global naik 64 sen menjadi USD 94,57 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik USD 1,24 menjadi USD 92,02 per barel.
Arab Saudi dan Rusia bulan ini memperpanjang pengurangan pasokan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun.
Sementara itu, Badan Informasi Energi AS dalam laporannya menyebutkan bahwa produksi minyak AS dari wilayah penghasil serpih terbesar juga diperkirakan turun selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Oktober ke level terendah sejak Mei 2023.
Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman pada hari Senin membela pemotongan pasokan pasar minyak oleh OPEC+, dengan mengatakan bahwa pasar energi internasional memerlukan regulasi yang lebih ringan untuk membatasi volatilitas.
Ia juga memperingatkan ketidakpastian mengenai permintaan Tiongkok, pertumbuhan Eropa, dan tindakan bank sentral untuk mengatasi inflasi.
Harga minyak Brent dan WTI telah naik selama tiga minggu berturut-turut dan menyentuh level tertinggi sejak November dan berada di jalur kenaikan kuartalan terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada kuartal I 2022.
Harga minyak Brent diperdagangkan di wilayah overbought selama tujuh sesi berturut-turut, sementara WTI diperdagangkan di wilayah overbought untuk sesi kelima berturut-turut.
Â
Advertisement
Aksi Ambil Untung Pelaku Pasar
Wakil Presiden BOK Financial Dennis Kissler menjelaskan, pelaku pasar juga melakukan beberapa aksi ambil untung.
Citi pada hari Senin menjadi bank terbaru yang memperkirakan bahwa harga Brent bisa melebihi USD 100 per barel tahun ini.
Chief Executive Chevron Mike Wirth juga mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg News bahwa menurutnya harga minyak akan melampaui USD 100 per barel.
Pemangkasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia dapat menyebabkan defisit 2 juta barel per hari pada kuartal IV, dan penurunan persediaan selanjutnya dapat menyebabkan pasar terkena lonjakan harga lebih lanjut pada tahun 2024, kata analis ANZ.