Sukses

Polusi Udara Masih Buruk, Alat Pendeteksi Polutan Jadi Sorotan

Peletakan sensor pendeteksi polutan yang dipasang di sekitar kawasan Jakarta harus sesuai dengan aturan dan standar nasional dan internasional.

Liputan6.com, Jakarta Peletakan sensor pendeteksi polutan yang dipasang di sekitar kawasan Jakarta harus sesuai dengan aturan dan standar nasional dan internasional.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan peletakan dan pemasangan alat pendeteksi polusi udara yang tidak sesuai dengan aturan tersebut mengakibatkan hasil pengukuran kualitas udara tidak akurat.  

“Untuk di ruang publik seperti taman kota, trotoar jalan protokol, serta persimpangan jalur padat itu ada aturannya. Pemasangan alat monitoring polusi udara itu seharusnya ditempatkan berapa meter di atas tanah,” kata Agus dikutip Selasa (19/9/2023).

Agus menjelaskan, jika salah meletakkan sensor pendeteksi polusi, maka hasil pengukuran kualitas udara yang akan muncul juga salah.

“Pasti hasilnya kualitas udara buruk, karena alatnya diletakkan sejajar dengan sumber polusi," lanjut dia.

Buruknya kualitas udara Jakarta memang berasal dari penggunaan moda transportasi dengan catatan polutan mencapai lebih dari 44%. Data KLHK juga menyebutkan tidak kurang dari 44% polusi udara disumbang dari emisi kendaraan bermotor, disusul industri 31%, manufaktur 10%, perumahan 14% dan komersial 1%.

Jakarta Kurang Pohon

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti kurangnya pohon dan banyaknya kendaraan di DKI Jakarta, sehingga menyebabkan polusi udara. Jokowi menyebut banyak warga Jakarta yang batuk-batuk akibat polusi udara.

"Di DKI Jakarta pohonnya kurang, kendaraannya banyak. Yang terjadi polusi. Yang terjadi sekarang ini yang di Jakarta banyak orang batuk-batuk," kata Jokowi dalam acara Festival Lingkungan-Iklim-Kehutanan-Energi EBT (LIKE) di Indonesia Arena Jakarta, Senin (18/9/2023).

Dia berasumsi masyarakat yang batuk-batuk berasal dari DKI Jakarta. Oleh sebab itu, Jokowi mengingatkan masyarakat memakai masker apabila bersepeda agar tidak batuk-batuk.

"Jadi yang batuk-batuk ini pasti dari Jakarta. Termasuk yang bersepeda juga hati-hati. Kalau pas bersepeda pake masker," ujarnya.

Jokowi pun mengajak semua masyarakat untuk merehabilitasi hutan dan menanam pohon sebanyak-banyaknya untuk mencegah polusi udara Jakarta. "Sekali lagi, saya ajak kita semua untuk bersama-sama merehabilitasi hutan, menanam pohon sebanyak-banyaknya di lingkungan kita, apalagi di Kota Jakarta," jelas Jokowi.

 

 

2 dari 3 halaman

TPB/SDGs di 2030

Kementerian PPN/Bappenas bersama PT MRT Jakarta meluncurkan kampanye Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) di Stasiun MRT Jakarta Bundaran HI, Selasa (12/9/2023).

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai agenda global TPB/SDGs di 2030. 

Menurutnya, dalam Dekade Aksi yang tinggal tujuh tahun lagi ini, gaung TPB/SDGs harus lebih ditingkatkan agar TPB/SDGs dapat dicapai tepat waktu.

"Moda transportasi umum menjadi salah satu sarana strategis untuk mempromosikan TPB/SDGs dan mendorong gaya hidup berkelanjutan, serta mendukung pengurangan polusi dan emisi,” kata Suharso Monoarfa. 

Adapun kampanye TPB/SDGs membidik beberapa tujuan dari TPB/SDGs, yaitu Tujuan 9: Industri, Inovasi dan Infrastruktur; Tujuan 11: Kota dan Pemukiman Berkelanjutan; Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab; Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim; serta Tujuan 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. 

 

3 dari 3 halaman

Penyumbang Polusi Terbesar

Turunkan Polusi UdaraLebih lanjut, Suharso mengatakan, sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, kampanye ini mengangkat beberapa isu, di antaranya penanganan perubahan iklim, mobilitas berkelanjutan dengan transportasi ramah lingkungan, pengelolaan sampah, serta upaya penurunan tingkat polusi.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023, penyumbang polusi terbesar di Indonesia adalah sektor transportasi sebesar 44 persen, diikuti industri energi sebesar 31 persen, sektor perumahan dan komersial sebesar 15 persen, serta sektor manufaktur sebesar 10 persen. 

Data tersebut menunjukkan penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia adalah sektor energi, salah satunya melalui penggunaan bahan bakar pada transportasi. Pada 2022 tercatat lebih dari 3,7 juta pengguna mobil penumpang dan 17,3 juta pengguna sepeda motor di DKI Jakarta.