Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak para influencer untuk membantu mempromosikan produk lokal. Tujuannya agar mampu melawan dominasi produk asing yang dijajakan di platform e-commerce atau lokapasar.
"Sekitar 56 persen total revenue pasar e-commerce kita dikuasai asing. Maka dari itu, kita butuh peran banyak pihak, termasuk influencer dalam mempromosikan produk lokal," kata MenKopUKM Teten Masduki di Jakarta, Rabu (20/9).
Baca Juga
Menteri Teten menilai, influencer memiliki peran signifikan untuk mempromosikan produk lokal di tengah gempuran barang asal impor. Terlebih, pelaku UMKM domestik tengah kesulitan menghadapi perubahan pola belanja offline ke online dan serbuan produk asing.
Advertisement
"Kita butuh semangat bersama, semangat seluruh masyarakat Indonesia untuk mencintai produk dalam negeri. Karena kualitas produk buatan dalam negeri sudah bisa bersaing dengan produk asing," katanya.
Menurutnya, semangat untuk mencintai produk dalam negeri bisa membantu UMKM untuk berkembang dan tumbuh secara berkesinambungan. Ia berkeinginan agar masyarakat Indonesia bisa mencontoh masyarakat Jepang yang memiliki falsafah, membeli produk dalam negeri adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar.
Menteri Teten mengatakan jika masyarakat terdorong mengonsumsi barang lokal, maka keuntungan yang bisa diraih oleh UMKM pun semakin besar. Tak hanya itu, ekosistem perdagangan online bisa terbentuk dengan sangat baik.
"Kalau UMKM kita bisa memanfaatkan setengah saja lewat produk-produk lokal, kita bisa mendapatkan nilai ekonomi yang tinggi, sekitar Rp150 triliun," katanya.
Regulasi Ketat
Selain itu, Menteri Teten juga mendorong agar segera hadir regulasi yang lebih ketat untuk bisa merebut pasar e-commerce yang dikuasai produk impor. Pengaturan ekonomi digital, menurutnya sudah sangat mendesak untuk dilakukan.
"Pasar Tanah Abang sudah sepi. Brand skin care dan kosmetik lokal juga sekarang habis dibabat oleh produk impor, padahal sebelumnya pernah menguasai perdagangan digital di Tanah Air," pungkasnya.
Berdasarkan riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), hampir 90 persen dari 400 perusahaan e-commerce di Indonesia dikuasai oleh produk impor. Padahal, perputaran uang yang beredar di pasar e-commerce Indonesia bisa mencapai Rp300 triliun.
Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Sindir Artis Promosi Produk Impor, Siapa Dia?
Sebelumnya, Pasar Tanah Abang sepi disebut-sebut imbas dari tak bisa bersaingnya produk lokal dan produk impor. Bahkan, kondisinya diperparah dengan banyaknya influencer atau artis media sosial yang mempromosikan produk impor.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mensinyalir banyaknya influencer yang mempromosikan produk impor turut menggerus porsi dagang dari produk lokal. Misalnya, dilihat dari sisi kepopuleran, sehingga penjual biasa tak mampu menandinginya.
"Memang banyaklah influencer, figur di kalangan artis medsos yang punya follower banyak jadi endorser mempromosikan produk dari luar," kata dia di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
"Mungkin ini salah satu yang menyebabkan pedagang di offline atau di online yang memang bukan public figur memang ada pengaruhnya," sambungnya.
Bikin Pedagang Offline Bangkrut
Alhasil, imbasnya pedagang konvensional yang mulai menjajakan dagangannya lewat e-commerce atau TikTok Shop kalah bersaing dari sisi kunjungan calon pembeli. Pada akhirnya, berpengaruh juga pada pendapatannya.
Kendati begitu, Teten menyoroti soal kebijakan yang diterapkan bagi produk impor jadi yang masuk ke Indonesia. Dia akan menindaklanjuti lebih jauh apakah kendalanya ada di besaran bea masuk yang rendah atau ada dugaan penyelundupan.
"Tapi menurut saya tadi intinya yang saya cermati selama ini dan hari ini saya datang ke sini, ini memang ada arus barang yang masuk ke Indonesia, consumer goods yang sangat murah sehingga produk lokal tidak bisa bersaing baik di offline maupun online. Ini sangat murah enggak masuk akal," paparnya.
Â
Advertisement
Harga Tak Bisa Bersaing
Dia menegaskan, masalah yang dihadapi saat ini karena di sisi harga yang tidak bisa bersaing. Sementara itu, kualitas produk lokal masih bisa diadu dengan produk impor.
Sebagai gambaran, seorang pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A mengungkap, gamis perempuan yang dijual Rp 100 ribu, bisa dijajakan pedagang produk impor dengan harga Rp 39 ribu di ecommerce.
"Masalahnya di harga. Kalau soal kualitas Indonesia bagus, di industri garmen produk fashion diproduksi di Indonesia, bukan diluar," pungkas Teten Masduki.
Pedagang Pasar Tanah Abang Minta TikTok Shop Cs Ditutup
Sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A mengaku pendapatannya anjlok beberapa waktu terakhir. Salah satu sebabnya, karena tak mampu bersaing dengan produk yang dijual di TikTok Shop dan platform sejenis.
Anton (36) yang sudah berjualan di Pasar Tanah Abang sejak 2007 itu mengakui ada penurunan drastis dari pengalamannya berjualan. Bahkan dia heran mengapa banyak produk di platform digital dijual dengan harga murah.
"Kalau kita pikir, kita beli bahan, kita bikin sendiri aja gak masuk harganya. Kenapa di online itu bisa Rp 39 ribu. Gak masuk diakal, beli bahan disini, gak masuk diakal," kata dia kepada wartawan di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Ketika disinggung mengenai pendapatan, Anton mengaku pernah meraup omzet hingga Rp 20 juta dalam satu hari berjualan. Namun, beberapa waktu belakangan ini diakui cukup berat untuk menjual barang untuk mendapat omzet Rp 2 juta.
Diketahui, dia menjajakan pakaian gamis dengan harga bervariasi. Salah satu yang dijajakan di lapaknya adalah gamis wanita yang sibanderol Rp 100 ribu.
"Jauh, biasa di gamis ini produksi kita sehari bisa (raih pendapatan) Rp 20 juta lah sehari, sekarang jauh, Rp 2 juta aja nyari susah sehari, bingung otak saya kan," ungkapnya.
Â
Pedagang Lainnya
Hal senada diungkap Anggi (31). Dia yang mengelola sekitsr 8 toko itu mengaku kesulitan jika bersaing dengan penjaja di TikTok Shop Cs. Anggi mengaku, sebelum pandemi Covid-19, dia bisa mencatat pendapatan hingga Rp 40 juta dalam satu hari.
"Para pedagang itu keluhkan omzet berkurang sampai 80-90 persen. Biasanya saya Rp 40-50 juta, sekarang Rp 1 juta aja sulit. Lari satu potong aja susah sekali, buat makan aja itu gimana gitu," urainya.
Dia dan pedagang lainnya bahkan sudah mencoba dengan meberikan diskon atau mengobral barang yang dijajakan. Namun, hasilnya masih belum mengerek pendapatan secara signifikan.
"Jadi pedagang disini ngerasa, gimana ini kita udah banting harga sampai di obral-obralin ini tuh masih gak laris," kata dia disambut riuh pedagang lainnya.
Â
Advertisement