Sukses

HEADLINE: Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online, Solusinya?

Pasar Tanah Abang ditinggal pembeli. Padahal selama ini Pasar Tanah Abang dikenal sebagai pusat tekstil terbesar di Indonesia dan menjadi tujuan para pembeli dari seluruh penjuru Indonesia. Penyebabnya, ada yang menyebut persaingan offline dan online tetapi juga ada yang menyebut karena serbuan barang impor.

Liputan6.com, Jakarta - Pedagang Pasar Tanah Abang merana. Pusat jualan tekstil terbesar di Indonesia ini sepi ditinggalkan pembeli. Bahkan sejumlah pedagang terpaksa harus menutup kios mereka.

Dalam pantauan Liputan6.com beberapa hari ini, sejumlah kios di Pasar Tanah Abang terlihat kosong melompong. Bahkan ada beberapa yang dilabeli dengan stiker “Ditutup sementara”. Kondisi ini terutama banyak ditemukan di Blok G. 

Mirisnya di toko yang tutup tersebut tertempel pula surat peringatan dari Pasar Jaya selaku pengelola Pasar Tanah Abang. Peringatan tersebut berisi pemilik kios menunggak bayar iuran.

"Sebagai tindak lanjut atas surat kami nomor ..... tanggal 04 Juli 2023 hal Peringatan ke-1, dan nomor ...... tanggal 21 Juli 2023 hal peringatan ke-2 sampai dengan saat ini Saudara belum membayar/melunasi tunggakan kewajiban Biaya Pengelolaan Pasar (BPP)/atau service charge," tulis salah satu surat peringatan ke-3 yang tertempel di salah satu toko," mengutip bunyi surat tagihan yang tertempel tersebut.

Dalam surat itu juga ditulis berapa biaya tunggakan yang belum dibayarkan oleh para pedagang di Pasar Tanah Abang serta cara melunasinya. Ditekankan juga apabila tidak kunjung dibayar, maka toko terancam ditutup permanen oleh pihak pengelola.

Masrul (42 tahun), pedagang sepatu di Blok G Pasar Tanah Abang yang masih bertahan, mengatakan bahwa penjualannya tidak berjalan lancar sehingga mengalami penurunan omzet 60%. Masrul mengaku sudah berjualan selama 15 tahun di Pasar Tanah Abang, dan menurutnya baru kali ini dagangannya anjlok drastis.

“(keadaan saat ini) makin parah, apalagi semenjak ada aplikasi online,” kata Masrul kepada Liputan6.com.

Ia juga mengakui, bahwa tidak ada pilihan untuk berjualan di tempat lain. Harga sewa yang mahal serta persaingan yang cukup ketat menjadi alasannya untuk tetap berjualan di Tanah Abang. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa Masrul tidak membuka toko online karena menurutnya pasti kalah bersaing dengan produsen yang sudah memiliki toko online sendiri. 

“Kita bukan produksi sendiri, kita bisa kalah (bersaing) kalau ikut jualan di online, apalagi kita kan jual sepatu,” lanjutnya.

Hal ini juga dibenarkan pedagang tas Asmarni (60 tahun). Kegiatan jual beli di Blok G memang sudah hampir mati karena toko-toko, khususnya di bagian dalam banyak yang tutup. "Kalau di Blok G sini memang sudah tidak ada harapan. Ini sudah seminggu tidak ada pembeli, tapi saya setiap hari tetap di sini," ujar Asmarni.

Masrul menduga, Pasar Tanah Abang sepi imbas pola belanja masyarakat yang berpindah ke e-commerce."Kan banyak barang obral, jadi harganya murah-murah. Sepatu Rp 30 ribu udah dapet, kalau saya kan jual harga normal, soalnya saya juga tidak produksi sendiri, ada biaya karyawan juga. Jadi wajar kalau lebih mahal dari harga e-commerce," lanjutnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Pedagang Salahkan TikTok

Sedangkan Anton (36 tahun) yang sudah berjualan gamis di Pasar Tanah Abang sejak 2007 mengaku heran mengapa banyak produk di platform digital dijual dengan harga murah.

"Kalau kita pikir, kita beli bahan, kita bikin sendiri aja enggak masuk harganya. Kenapa di online itu bisa Rp 39 ribu. Gak masuk diakal, beli bahan disini, gak masuk diakal," kata dia yang berdagang di Pasar Tanah Abang Blok A. Ia sendiri menjual gamis di harga Rp 100 ribu.  

Hal senada diungkap Anggi (31 tahun) yang mengelola sekitar 8 toko. Ia mengaku kesulitan jika bersaing dengan penjaja di TikTok Shop Cs. Anggi mengaku, sebelum pandemi Covid-19, dia bisa mencatat pendapatan hingga Rp 40 juta dalam satu hari.

"Para pedagang itu keluhkan omzet berkurang sampai 80-90 persen. Biasanya saya Rp 40 juta-Rp 50 juta, sekarang Rp 1 juta aja sulit. Lari satu potong aja susah sekali, buat makan aja itu gimana gitu," urainya.

Dia dan pedagang lainnya bahkan sudah mencoba memberikan diskon atau mengobral barang yang dijajakan. Namun, hasilnya masih belum mengerek pendapatan secara signifikan. "Jadi pedagang di sini merasa, gimana ini kita udah banting harga sampai di obral-obralin ini tuh masih enggak laris," kata dia.

Pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A ini pun membawa aspirasi kepada pihak-pihak yang berwenang terutama menteri agar ada pengaturan yang jelas memihak para pedagang.

"Ya minta tolong sama pak Menterinya, ya online shop, tiktok, yang pengaruh banget buat pedagang kita di sini bisa gimana lah solusinya," sahut Anton.

 

3 dari 7 halaman

Pengelola Bilang Kios Sepi Wajar

Namun, keluhan para pedagang di Pasar Tanah Abang tersebut dinilai wajar. Pengelola Pasar Tanah Abang Blok A, Hery Supriyatna sebenarnya mengamini jika pasar yang dikelolanya tersebut mulai sepi pengunjung. Namun keadaan ini masih dalam batas normal.

"Kalo sepi memang kondisi pasar sedang sepi karena pasca Idul Fitri dan Idul Adha, biasanya siklus ini terjadi tiap tahun, biasanya pasar kembali ramai lagi jelang akhir tahun atau 5-6 bulan sampai momen puasa Lebaran tahun depan," katanya kepada Liputan6.com.

Menurutnya, kondisi kunjungan ke Pasar Tanah Abang Blok A masih dalam rasio normal seperti sebelum pandemi. Meski ada beberapa kios yang tutup, dia menyebut itu karena belum tersewa atau belum terjual.

"Kalau untuk blok A Tanah Abang, kios buka dan tutup masih terbilang normal ya, 83-85 persen kios masih buka. Selebihnya kios yang tutup itu karena memang belum terjual atau tersewa, kondisi seperti ini masih sama dengan kondisi normal sbelum pandemi," ungkapnya.

Senada, Pengelola Pasar Tanah Abang Blok B, Japar mengaku saat ini kondisi sepi karena bukan pada masa puncak masyarakat untuk belanja. "Iya karena bukan masanya," ungkapnya.

Japar pun mengungkap alasan pedagang masih menunggak uang atau iuran sewa. Pedagang yang menunggak jumlahnya tidak terlalu banyak ketimbang jumlah total pedagang di Blok B. Menurutnya, pembayaran yang belum selesai antara pedagang dan pengelola adalah biaya pengelolaan pasar (BPP).

"Yang nunggak, enggak banyak juga tapi sudah banyak juga yang pada bayar. Para pedagang itu banyaknya belum bayar BPP ya, biaya pengelolaan pasar," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Japar mengatakan, sebagai solusi untuk mendorong pedagang Tanah Abang membayar tunggakan dengan menebar surat pemberitahuan.

Dia juga mengaku telah menggandeng sejumlah bank untuk menyalurkan bantuan pembiayaan kepada pihak pedagang pasar.

 

4 dari 7 halaman

Menteri Teten Langsung Sidak, Ini Temuannya

Viral berita Pasar Tanah Abang ini membuat Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melakukan inspeksi mendadak. Pada Selasa kemarin, Teten melihat langsung kondisi Pasar Tanah Abang dan sekaligus menerima keluh kesah para pedagang.

Dalam sidak ini, Teten mengamini kalau banyak pedagang yang omzetnya anjlok hingga 50 persen dari pendapatan biasanya. "Saya sudah keliling, saya juga sudah tanya ke pedagang, penurunannya rata-rata di atas 50 persen," ujarnya di Pasar Tanah Abang, Jakarta, pada Selasa 19 September 2023.

Setelah mengumpulkan keluhan pedagang, Teten Masduki langsung menggelar diskusi dengan pihak pengelola yakni PD Pasar Jaya. Dia melihat berbagai kemungkinan sepinya Pasar Tanah Abang ini.

Awalnya, diduga karena peralihan pedagang dari konvensionel secara fisik dan beralih ke jualan online. Namun, meski pedagang sudah mencoba jualan online, pendapatannya pun masih belum bisa setara dengan biasanya.

"Tadi kita diskusi, apakah karena mereka tidak bertransformasi dari jualan di pasar ke online. Tapi ternyata mereka jualan di online pun tetap enggak bisa bersaing," ungkapnya.

 

 

Teten mengambil kesimpulan, minimnya pengunjung ke Pasar Tanah Abang karena produk yang dijual kalah bersaing dengan produk impor di e-commerce. Soal harga, produk impor kerap dijual jauh lebih rendah ketimbang produk lokal di pasaran.

"Jadi ini kekalahan pasar offline seperti di Tanah Abang ini bukan masalahnya offline kalah dengan penjualan online, karena mereka juga sudah coba menjual di online. Tapi saya berkesimpulan produk yang dijual oleh mereka tak bisa bersaing karena ada produk impor yang dijual yang harganya sangat murah sekali," bebernya.

Teten Masduki memang selalu mengatakan bahwa banyak UMKM dan usaha lokal babak belur akibat maraknya produk impor. Salah satunya, karena harga yang ditawarkan produk impor dari China jauh lebih murah.

Teten mencatat, regulasi yang mengatur masuknya produk impor masih terlalu mudah, sehingga banjirnya produk impor ke dalam negeri. Kemudian, tarif bea masuk yang murah pun dikeluhkan Teten yang seakan makin mempermudah masuknya produk dari luar negeri.

"Terlalu mudah masuknya barang impor ke Indonesia. Terlalu murah tarif bea masuk consumer goods ke sini, jangankan UMKM, produk industri manufaktur pun gak bisa bersaing," kata dia.

5 dari 7 halaman

Mendag Revisi Aturan

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah mengejar revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Revisi aturan inisebagai respons sepinya Pasar Tanah Abang.

Revisi ini, diklaim Zulkifli Hasan bisa membuat persaingan usaha lebih fair, antara pedagang offline hingga online.

"Sebentar lagi akan selesai revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020. Mudah-mudahan minggu ini selesai," ujar Mendag kepada wartawan di Kantor Kemendag, Kamis (21/9/2023).

Ia menjelaskan, Kementerian Perdagangan akan menata kembali sehingga, pihak UMKM dan penjual offline tidak dirugikan dengan kehadiran penjual di TikTok.

"Nanti kita tata, agar persaingannya fair, tidak merugikan UMKM, tidak merugikan pedagang-pedagang yang offline dan lain-lain," jelas Zulkifli Hasan.

 

 

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menambahkan, Kementerian Perdagang (Kemendag) mendorong pedagang untuk terus bertransformasi dengan memanfaatkan omni channel dalam berdagang dalam kerangka peningkatan akses pasar.

"Pemanfaatan teknologi informasi menjadi tantangan bagi pedagang offline dalam menjalankan pemasaran digital," ujar Isy kepada Liputan6.com, Kamis (21/9/2023).

Dari sisi regulasi, Kementerian Perdagangan memberlakukan kesetaraan antara pedagang offline dan pedagang online baik dalam kerangka perijinan berusaha, standardisasi barang dan jasa yang dijual, dan lain-lain.

"Jadi, ada equal playing field bagi pedagang di pasar offline dan pasar online," ujarnya.

Tak hanya itu saja, Kemendag akan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan termasuk Pemda untuk menciptakan Crowd dan event yang mendorong aktivitas perdagangan di pasar offline.

Menurut Isy, bukan hanya pemerintah saja yang berusaha untuk membantu UMKM bisa menang dari produk impor, melainkan UMKM sendiri juga perlu berinovasi untuk memproduksi barang yang dibutuhkan oleh konsumen berdasarkan riset pasar sederhana.

"Hal ini tentunya perlu didukung oleh berbagai pihak dari sektor industri, lembaga pembiayaan, dan lain-lain," katanya.

Namun yang jelas, Kementerian Perdagangan secara berkelanjutan mendorong akses pasar bagi UMKM dan produk dalam negeri di dalam negeri, serta mendorong penggunaan dan pemasaran produk dalam negeri melalui Kampanye Bangga Buatan Indonesia (BBI).

6 dari 7 halaman

Jangan Salahkan TikTok Cs

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, seharusnya pada pedagang tidak bisa menyalahkan e-commerce. Konsumen saat ini lebih suka kalau punya banyak pilihan dalam berbelanja sehingga tidak bergantung di Pasar Tanah Abang saja.

Semakin banyak akses dan cara berjualan akan semakin banyak pula pilihan konsumen.

"Di era digital saat ini, tentu sebuah keniscayaan jika transaksi juga melalui media digital. Nah, pelaku usaha tentu juga perlu menyesuaikan dengan perkembangan seperti ini," ujar Agus kepada Liputan6.com, Kamis (21/9/2023).

Menurut dia, semakin banyak akses dan pasar maka akan semakin baik juga bagi konsumen. Oleh karenanya, Agus meminta pedagang tradisional agar bisa mengadaptasikan diri dengan situasi yang ada.

"Banyak pilihan, baik digital atau konvensional. Tinggal bagaimana pelaku usaha mengemas usahanya untuk menarik minat konsumen," ungkapnya.

Agus menilai, kehadiran pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang sebetulnya masih dibutuhkan oleh para konsumen. "Semakin banyak akses bagi konsumen semakin bagus, baik digital atau konvensional," imbuh dia.

Tinggal bagaimana cara pemerintah bisa berperan melalui aturan atau regulasi yang mengakomodir dua kepentingan, baik pelaku usaha konvensional pengusaha digital.

"Sehingga dua-duanya jalan, dan konsumen menikmati hasilnya," kata Agus. Peran pemerintah juga perlu untuk menghindari adanya predatory pricing yang mematikan usaha konvensional," pungkas Agus.

Jangan Pasrah

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero meminta para pedagang di Pasar Tanah Abang dan UMKM konvensional berpasrah pada nasib gara-gara kehilangan pelanggan akibat platform digital.

Menurut dia, para pedagang di pasar tradisional dan pelaku UMKM harus mau mengubah pola pikir (mindset) terhadap perubahan zaman yang terjadi saat ini.

"Pelaku UMKM jangan berharap terhadap mindset saat ini, yasudah lah memang nasib kita di Tanah Abang, udah enggak laku, yaudah lah," ujar Edy kepada Liputan6.com, Kamis (21/9/2023).

Edy menilai, pola belanja daripada masyarakat sudah banyak berubah. Ia lantas meminta para pedagang Pasar Tanah Abang maupun UMKM memahami betul hal tersebut.

Sehingga mereka bisa memetakan arah bisnis mengikuti karakter masyarakat saat ini, yang sudah banyak beralih dari tata cara offline menuju online.

"Misalnya, kalau mau belanja sesuatu dulu ke Tanah Abang. Sekarang ke Tanah Abang jaraknya jauh, transportasinya susah, sampai di sana megap-megap, enggak nyaman. Sementara sekarang sudah ada teknologi baru, cara berdagang baru dengan online. Tinggal pesan langsung datang ke rumah," ungkapnya.

"Jadi artinya, para pelaku UMKM harus mengikuti pola berdagang yang baru. Suka ndak suka harus beralih kepada pola berdagang yang baru, dengan cara online," kata Edy.

Dia juga mengimbau para pedagang jangan menyalahkan tren digital, namun perlu berinovasi. "Pelaku UMKM harus membenahi diri. Jadi online enggak salah. Para pelaku UMKM harus bisa merebut pasar mereka di online," imbuhnya.

Kendati demikian, Edy memprediksi keberadaan pasar tradisional tidak akan hilang ditelan zaman. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang lebih suka membeli barang secara langsung ketimbang di pasar online.

"Jadi ada sebagian masyarakat yang tetap merindukan adanya pasar offline. Enggak apa-apa. Jadi kalau ke Pasar Tanah Abang kan saya bisa pegang-pegang nih barangnya, lihat-lihat secara langsung. Kalau online kan cuman lihat secara visual. Pas barangnya dateng belum tentu cocok sesuai harapan," tuturnya.

"Pasti akan terjadi keseimbangan, dimana posisi offline dan online itu bisa sama-sama hidup. Cuman ada titipan pesan, jangan hanya tergantung kepada offline, pola belanja sudah berubah. Kita juga musti aktif dalam menjual secara online," pungkas Edy.

7 dari 7 halaman

Jurus dari Ekonom dan Asosiasi E-Commerce

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, ada dua langkah yang bisa dilakukan Pemerintah dalam menangani isu pedagang di Tanah Abang yang tergerus pedagang online. Langkah pertama adalah mengatur platform perdagangan digital termasuk social commerce.

“Pengaturan social commerce seperti pemisahan antara platform social media dan e-commerce, pelarangan predatory pricing atau promo berlebihan hingga pengaturan algoritma multlak diperlukan,” kata Bhima dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Kamis (21/9/2023).

“Jadi tetap harus ada pengawasan atas persaingan usaha dan barang impor,” sambungnya.

Langkah kedua, adalah kebijakan afirmasi pedagang. “Misalnya dengan diskon sewa tempat, subsidi tagihan listrik di pasar Tanah Abang hingga memberikan pinjaman bunga 0 persen,” papar Bhima.

Di sisi lain, Bhima juga tidak melihat diperlukan adanya larangan bagi pedagang untuk berjualan di TikTok, dengan catatan, platform tersebut dapat memisahkan media sosialnya dengan e-commerce.

“TikTok tidak perlu dilarang buat e-commerce tapi aplikasinya dipisah. Pedagang yang tadinya jual di social commerce bisa pindah ke platform ecommerce,” jelasnya.

Ide lain diungkap oleh Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga. Ia terus mendorong produk lokal bisa diminati pembeli.

Hal itu, dituangkan lewat berbagai program yang dijalankan oleh anggota asosiasi. Misalnya melalui program hari belanja online nasional (Harbolnas) yang menonjolkan produk-produk UMKM lokal.

"Kami kurang sepakat terkait porsi produk lokal yang rendah di e-commerce. Karena dari catataan kami selama Harbolnas saja, penjualan produk lokal itu sangat tinggi. Pada Harbolnas 2021, transaksi produk lokal terus meningkat," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (21/9/2023).

Selain itu, program yang digalakkan pemerintah seperti Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) turut juga mendongkrak penjualan produk UMKM lokal.

Pada saat yang sama, Bima menegaskan setiap anggota IdEA sampai menyiapkan kanal khusus untuk menampilkan beragam produk lokal hasil UMKM dalam negeri.

"Belum lagi dukungan pelaku e-commerce pada produk lokal melalui Gernas BBI sangat tinggi. Bahkan setiap platform sampai menyiapkan halaman khusus untuk produk lokal di bawah Gernas BBI," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.