Sukses

The Fed Pangkas 300 Karyawan, Pertama Kali dalam Lebih 10 Tahun

Pengurangan tersebut mencakup PHK, pensiun dini, dan mereka yang memilih untuk tidak mengisi posisi yang kosong.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed).

Mengutip CNN Business, Senin (25/9/2023) juru bicara The Fed mengungkapkan bahwa bank sentral akan memangkas sekitar 300 tenaga kerja hingga akhir tahun ini.

Pemangkasan kali ini juga menandai penurunan yang jarang terjadi dalam jumlah pegawai di bank sentral AS, yang merupakan penurunan karyawan pertama sejak tahun 2010.

Sebelum PHK, The Fed mempekerjakan sekitar 21.000 orang di 12 bank cadangan regionalnya.

Juru bicara The Fed mengatakan bahwa pengurangan karyawan tersebut mencakup kombinasi PHK, pensiun dini, dan mereka yang memilih untuk tidak mengisi posisi yang kosong.

Namun, The Fed menolak untuk merinci jumlah karyawannya yang akan diberhentikan.

Tetapi PHK sebagian besar akan fokus pada posisi pendukung, termasuk peran teknologi yang tidak lagi diperlukan, menurut keterangan juru bicara itu.

Kabar PHK di The Fed datang meski Ketua Federal Reserve Jerome Powell meyakinkan masyarakat tentang keadaan ekonomi AS.

"Aktivitas ekonomi lebih kuat dari yang kami perkirakan, lebih kuat dari perkiraan semua orang," kata Powell kepada wartawan dalam konferensi pers setelah pertemuan kebijakan moneter terbaru bank sentral.

Merefleksikan optimisme tersebut, pejabat Fed meningkatkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan proyeksi pengangguran di AS.

Namun, Powell juga mengakui bahwa menurunkan inflasi kembali ke tingkat yang sehat kemungkinan akan memerlukan “sedikit pelunakan” pasar tenaga kerja dan dia memperingatkan bahwa soft landing bukanlah jaminan.

Ketua The Fed mengatakan soft landing di mana inflasi dapat dijinakkan dan resesi dapat dihindari, namun "pada akhirnya hal ini dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar kendali kita."

2 dari 3 halaman

The Fed Bakal Kembali Kerek Suku Bunga Imbas Inflasi Masih Jadi Sorotan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada periode 18-22 September 2023. IHSG naik 0,4 persen ke posisi 7.017 dan investor melakukan aksi beli saham USD 90 juta.

Dikutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Sabtu (23/9/2023), IHSG menguat selama sepekan didorong sektor konsumen nonsiklikal dan infrastruktur. Kontribusi dua sektor itu masing-masing 1,4 persen dan 1,35 persen. Pekan ini, IHSG ditutup di atas 7.000 untuk pertama kali pada 2023.\

Pekan ini, pelaku pasar hadapi keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dan langkah ke depan. The Fed pertahankan suku bunga acuan tidak menjadi kejutan bagi pasar karena tren disinflasi baru-baru ini di AS beserta sejumlah tanda yang menunjukkan melambatnya pasar kerja sehingga memungkinkan the Fed tahan suku bunga untuk saat ini.

"Sementara itu, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 5,75 persen dan prediksi inflasi 3 persen pada akhir 2023".

Proyeksi The Fed

Nada the Fed tetap konsisten dan berkomitmen ke target inflasi 2 persen.

"Namun, yang mengejutkan pasar adalah proyek yang lebih hawkish oleh the Fed, khususnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat, tingkat pengangguran lebih rendah, dan inflasi lebih tinggi pada 2023-2025," demikian dikutip dari riset Ashmore.

Proyeksi jangka panjang tetap sama, tetapi proyeksi suku bunga pada 2024 dan 2025 direvisi lebih tinggi.

"The Fed menyadari inflasi masih terlalu tinggi dari targetnya dan mengindikasikan penurunan suku bunga akan lebih sedikit pada 2024".

Namun, the Fed telah melakukan banyak hal selama perjalanan pengetatan suku bunga. "Mereka terus melangkah hati-hati agar tidak mengencangkan perekonomian secara berlebihan. AS dapat soft landing semakin kecil kemungkinannya untuk terjadi".

3 dari 3 halaman

Dibayangi Inflasi

Sementara itu, pasar global masih dibebani inflasi yang tinggi yang disumbang gejolak harga komoditas, salah satunya harga minyak. Hal ini karena berkurangnya pasokan oleh OPEC+ dan gas alam dari Australia karena pemogokan pekerja baru-baru ini.

"Oleh karena itu, kami percaya suku bunga akan tetap tinggi selama bank sentral di negara maju terus berjuang hadapi inflasi".

Ashmore Asset Management tetap optimistis untuk pasar saham Indonesia dibandingkan obligasi. "Meski demikian obligasi tetap menarik untuk investasi jangka panjang dengan tingkat imbal hasil saat ini".

Ashmore merekomendasikan pertahankan portofolio yang terdiversifikasi untuk investasi seperti reksa dana yang dikelolanya. "Kami merekomendasikan ASDN dan ADPN. Untuk pendapatan tetap, kami rekomendasikan ADON dan ADOUN".