Sukses

Harga Bedak di TikTok Shop Rp 16.000, Pedagang Kosmetik Pasar Asemka Curhat Rugi

Para pedagang kosmetik dan aneka produk kecantikan di Pasar Asemka, Jakarta Barat, setuju jika TikTok Shop dipisahkan dari platform TikTok.

Liputan6.com, Jakarta Para pedagang kosmetik dan aneka produk kecantikan di Pasar Asemka, Jakarta Barat, setuju jika TikTok Shop dipisahkan dari platform TikTok. Unek-unek tersebut disampaikan langsung para pedagang kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan di lokasi.

"Setuju, diatur ya (TikTok Shop)," ujar salah seorang pedagang bernama Pipit (27).

Pipit mengaku, usahanya mulai sepi setelah maraknya tren belanja secara online melalui (e-commerce) pada 2021 lalu. Kondisi ini kian diperparah dengan kehadiran TikTok Shop yang menawarkan kepraktisan dan harga produk kecantikan jauh lebih murah dibandingkan pasar offline.

"Barang-barang di sini di jual (TikTok Shop) lebih murah dan sudah gratis ongkir kan," ucapnya.

Anton (23) salah satu pelayan di toko kosmetik lainnya menegaskan, bahwa praktik perang harga (predatory pricing) yang marak di e-commerce maupun TikTok Shop amat memukul usaha UMKM yang menjajakan barangnya secara offline. Dia mengaku omzet toko tempatnya bekerja anjlok hingga 70 persen lebih.

"Contoh untuk bedak kita jual modal itu Rp23.000-an, tapi di TikTok, online itu bisa Rp16.000, Rp18.000-an, kan kita rugi, sulit," ucapnya.

Kata Mendag

Menimpali keluhan pedagang, Mendag Zulhas mengaku terus berupaya keras untuk mewujudkan aktivitas perdagangan yang lebih adil dan berpihak kepada UMKM. Antara lain dengan memisahkan TikTok Shop dengan platform TikTok.

Keputusan tersebut dibuat untuk mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan Algoritma, hingga praktik perang harga oleh social commerce seperti TikTok Shop yang merugikan UMKM. Dia menilai dengan praktik predatory pricing yang dijalankan oleh pelaku industri digital tersebut membuat produk UMKM lokal sulit bersaing.

"Kan dengan predatory pricing ini sulit UMKM kita, harga barang online dibuat jauh lebih murah," ucapnya.

Lanjutnya, pemerintah  masih mengizinkan TikTok Shop untuk berjualan di Indonesia. Sebab, platform asal China tersebut mendapat  penolakan dari sejumlah negara.

" Kan di India di larang, Amerika juga dilarang, Australia juga melarang TikTok," pungkasnya.

 

2 dari 3 halaman

TikTok Shop Masih Bisa Jualan, Asal Ganti Izin Usaha

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim saat ini TikTok Shop tak memiliki izin sebagai social-commerce lantaran belum ada aturan jelas mengenai hal itu. Untuk bisa menjalankan kegiatan saat ini, termasuk adanya transaksi jual-beli di platform, TikTok Shop harus mengurus izin baru. Yakni izin sebagai e-commerce.

"TikTok Shop sudah memiliki izin SIUP 3A atau Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing sebagai sosial commerce. Tapi kalau dia ingin ada transaksi di dalam itu, maka dia harus jadi e-commerce," jelasnya.

Sementara itu, kalau pun TikTok Shop mengurus izin sebagai social-commerce, akan ada batasan yang diberlakukan. Ini mengacu pada Pasal 21 Permendag 31/2023. Disana disebut, social-commerce seperti TikTok Shop tak boleh menjalankan proses transaksi jual-beli.

"Untuk jadi e-commerce dia harus punya entitas badan usaha. Jadi bukan berarti TikTok Shop dilarang, tidak. Tapi diatur kembali," kata dia. 

3 dari 3 halaman

Kunjungi Pusat Grosir Asemka, Mendag Ungkap Praktik Predatory Pricing Social Commerce

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengunjungi Pasar Asemka, Jakarta, Jumat, (29/9/2023). Dalam kunjungan ini, mendag mendengarkan keluh kesah para pedagang seputar sepinya pembeli yang disebut sebagai imbas gempuran e-commerce maupun social commerce salah satunya TikTok Shop.

Zulkifli Hasan mendatangi enam kios di pasar yang merupakan pusat grosir berbagai barang. Di tiap toko, masing-masing pedagang mengeluhkan bahwa omzet yang mereka peroleh saat ini turun drastis sebelum masa pandemi.

"Di sini kan pusat grosir, mestinya itu paling murah, mestinya. Tetapi ternyata yang dijual di online itu bisa separuh harga," Kata Zulkifli Hasan.

Harga Barang online terutama di social commerce seperti TikTok Shop bisa setengah dari harga yang dijual di toko offline seperti Pasar Asemka.

“Bedak tadi itu dia jual Rp 22 ribu tapi, di-online bisa Rp 12 ribu sampai Rp 15 ribu. Di sini orang datang, di sana ongkos pun tidak bayar lagi,” ungkap mendag.

Salah satu penyebab dari menurunnya omzet penjual di pasar offline karena adanya praktik predatory pricing atau jual rugi dari barang-barang impor. 

"Maka dari itu kita tata. Tapi bapak-bapak juga harus memulai dengan berjualan secara online. Ya mudah-mudahan," tutur Zulkifli.

Adanya predatory pricing  ini, kata Zulkifli Hasan, membuat banyak pedagang offline gulung tikar karena tak bisa bersaing dengan mereka yang berjualan online di TikTok Shop.

“Jadi, ini persaingannya tidak sehat. Inilah pemerintah hadir. Keluhan seperti ini sudah bertubi-tubi hampir semua daerah memberikan laporan,” jelasnya.

 

Video Terkini