Sukses

Kisah Kecil Luhut Binsar Pandjaitan: Tukang Berantem yang Sempat Kecewakan Sang Ayah

Cita-cita menjadi seorang perwira TNI mulai tertanam di benak Luhut Binsar Pandjaitan kecil saat dirinya menyaksikan Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) merebut lapangan udara Simpang Tiga, Kota Pekanbaru.

Liputan6.com, Jakarta Sebelum menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, nama Luhut Binsar Pandjaitan lebih dulu dikenal sebagai Jenderal TNI AD dengan berbagai prestasi. Menengok jauh ke belakang, karier yang dijalankan oleh Luhut Binsar Pandjaitan di militer ini ternyata sempat tidak mendapat restu dari sang ayah. 

Cerita itu dipaparkan Menko Luhut saat meluncurkan buku Luhut Binsar Pandjaitan Menurut Kita-Kita di Gramedia Matraman, Jakarta, Jumat (29/9/2023).

Cita-cita menjadi seorang perwira TNI mulai tertanam di benak Luhut kecil saat dirinya menyaksikan Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) merebut lapangan udara Simpang Tiga, Kota Pekanbaru. Kala itu, ia dan keluarganya sudah bermukim di Riau mengikuti sang ayah yang bekerja di perusahaan minyak Amerika Serikat, Caltex.

"Waktu itu hampir malam, saya datang lihat mereka. Jadi salah satu peleton di RPKAD merebut Simpang Tiga, Pekanbaru dan seterusnya, di situ saya terlahir, saya harus jadi tentara, harus jadi RPKAD," ujar Luhut, dikutip Sabtu (30/9/2023).

Namun, impiannya sebagai pasukan pengaman negara terhalang oleh keinginan sang ayah yang mengarahkan Luhut masuk ITB untuk menjadi insinyur.

"Dan dalam perjalanan hidup saya sampai kemudian karena saya nakal, saya suka berkelahi, akhirnya ayah saya pikir anaknya harus ke ITB. Dia harus jadi engineer. Harus jadi seperti saya," ungkap Luhut sembari memperagakan harapan sang ayah. 

 

2 dari 3 halaman

Hijrah ke Bandung

Tak ingin mengingkari orang tuanya, Luhut lantas hijrah ke Bandung untuk meneruskan impian sang ayah berkuliah di ITB. Tapi takdir berkata lain, pria yang kini genap berusia 76 tahun tersebut justru lebih dulu diterima di akademi militer.

"Saya dikirim ke Bandung lah sekolah, supaya dekat dengan ITB. Tahu-tahu di situ saya justru mendaftar di akademi militer. Saya mendaftar ke ITB, tapi saya juga mendaftar Akmil, dan Akmil lebih dulu saya masuk ke sana," ucapnya. 

Mendengar kabar itu, ayah Luhut kecewa bukan main. Pasalnya, ia ingin sang putra mengikuti jejak karirnya yang sukses gelar sarjana hingga master di Cornell University dan Columbia University.

"Ayah saya itu kemudian kecewa saya masuk akademi militer. Tapi saya sudah masuk, karena paman saya yang kebetulan BTL, Batak Tembak Langsung juga di ITB. Ayah saya itu super kecewa saya tidak masuk ke ITB," paparnya.

 

3 dari 3 halaman

Membuktikan Diri

Tidak patah arang, Luhut membuktikan ia bisa berprestasi sebagai seorang taruna dengan meraih predikat lulusan terbaik, sehingga mendapat penghargaan Adhi Makayasa. Kendati begitu, Luhut tetap belum dapat restu sepenuhnya dari sang ayah.

"Tapi akhirnya selesai lulus, saya lulus Adhi Makayasa, ayah saya tuh tidak datang, yang datang hanya ibu saya. Tapi setelah saya ketemu saya bilang, pak, saya sudah lulus. Yaudah, kalau kamu jadi tentara, kamu harus jadi tentara benar," kisah Luhut.

"Itu sebabnya waktu saya sekolah di NTU (Nanyang Technological University Singapura), saya juga mendaftar ke George Washington untuk mendapat master saya, hanya karena fulfill dari ayah saya, saya harus jadi sarjana. Jadi saya penuhin keinginan kedua orang tua," tuturnya.