Liputan6.com, Jakarta - PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan, Jakarta sempat melobi Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) agar tak diusir dari Hotel Sultan. Bahkan, Indobuildco sempat merayu pemerintah untuk membeli tanah negara di area lahan Hotel Sultan.
Hal itu disampaikan oleh Chandra Hamzah dari Assegaf Hamzah & Partners, selaku kuasa hukum PPKGBK.
"Indobuildco baru menghubungi kami untuk bertemu itu minggu lalu, baru minggu lalu untuk mengajak ketemu," kata Chandra saat konferensi pers di Komplek GBK, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Advertisement
Chandra mengatakan, Indobuildco juga sempat melobi agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) melalui PPKGBK untuk membeli Hotel Sultan.
"Jadi pihak Indobuildco minta dibebaskan lagi ini tanah, tolong dong, PPKGBK bebaskan tanah kami. Kita sudah pernah bebaskan tahun 1959. Ini kalau kita keluarkan uang lagi, untuk membebaskan tanah seperti yang diminta Indobuildco. Jadi kita artinya apa tuh? bayarin tanah sendiri kan? banyak kasus tuh, kasus korupsi ya, tanah sendiri dibeli sendiri. Itu yang kita sampaikan," bebernya.
Permintaan lainnya, Indobuildco pun sempat merayu PPKGBK agar mau bekerjasama lagi dengannya terkait aset atau barang milik negara (BMN) di Komplek GBK.
"Yang kami sampaikan adalah bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), kerja sama optimalisasi aset barang milik negara harus dengan tender. Ini gak bisa tunjuk-tunjuk langsung. Kalau tunjuk-tunjuk langsung, nanti bisa apa akibatnya? ya bisa diproses oleh aparat penegak hukum, kita semua," ungkapnya.
"Saya bicara gini, kalau kita kerja sama dengan Indobuildco langsung tanpa tender, masuk penjara kita semua nanti. Enggak bisa," tegas Chandra.
Ditegaskan Chandra, hak Indobuildco atas pengelolaan Hotel Sultan sudah berakhir sehingga harus dikosongkan. Dirinya juga telah mengirimkan surat berkali-kali agar dilakukan pengosongan di atas lahan Hotel Sultan.
"Kalau kita bisa hitung surat yang kita kirimkan ke mereka dari bulan Juni, kita hitung 6 kali kalau saya enggak salah hitung, sudah. Nah, karena itu tidak ada respons yang positif dari pihak Indobuildco," tandasnya.
Pengelola GBK Minta Hotel Sultan Dikosongkan Hari Ini, Manajemen Kaget
Sebelumnya, Kuasa hukum PT Indobuildco pengelola Hotel Sultan, Amir Syamsudin mengaku kaget menerima informasi akan didatangi pihak Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) untuk segera mengosongkan Hotel Sultan hari ini, Rabu (4/10/2023).
PPKGBK juga akan memasang spanduk yang menegaskan Blok 15 merupakan barang milik negara.
"Saya kaget dan heran. Kok PPK GBK tidak mengirim pemberitahuan resmi. Saya justru tahu dari informasi media," ujar Amir Syamsudin dalam keterangannya, Rabu (4/10/2023).
Menurut Amir, dia dan manajemen Hotel Sultan kaget dengan sikap PPK GBK karena Senin 2 Oktober 2023, atau satu hari sebelumnya pemilik Indobuildco, Pontjo Sutowo baru bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud Md.
Demikian pula dengan kuasa hukum Indobuildco Amir Syamsudin dan Hamdan Zoelva juga baru bertemu dengan kuasa hukum PPK GBK. Meski belum ada kesepakatan, namun pertemuan itu menyiratkan adanya harapan menuju penyelesaian yang baik bagi kedua belah pihak.
Namun hasilnya justru sebaliknya. "Cara seperti itu jelas akan melanggar hak-hak keperdataan klien kami dan merupakan perbuatan yang melanggar hukum," ujar Amir.
Terkait tindakan sepihak itu, tim kuasa hukum PT Indobuildco yang dipimpin Amir Syamsudin dan Hamdan Zoelva lalu menyurati Menko Polhukam Mahfud Md. Dalam surat bernomor 011/TKH-PTI/2023 tertanggal 3 Oktober 2023 itu PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan meminta perlindungan hukum kepada Menko Polhukam.
Indobuildco juga berharap Menko Polhukam memerintahkan pihak PPK GBK menunda atau menghentikan langkah-langkah tersebut.
Advertisement
Klaim Masih Punya Hak Mengelola Kawasan Hotel Sultan
Dalam surat tersebut disampaikan PT Indobuildco masih punya hak mengelola kawasan Hotel Sultan setidaknya hingga 2 tahun ke depan meski masa berlaku HGB sudah habis dan proses permohonan pembaruan masih berlangsung.
Hal Itu, tertuang dalam pasal 41 ayat (2) PP No. 18 tahun 2021 yang berbunyi 'Permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan'.
"Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, maka sekalipun masa perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB Np. 27/Gelora berakhir, namun berdasarkan Hukum HGB menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku HGB tersebut masih bisa diperbarui," kata Amir dalam surat yang ditujukan ke Menkopolhukam.
Tolak Pengosongan Paksa
Tim kuasa hukum Indobuildco juga menolak proses pengosongan secara paksa oleh PPK GBK. Penolakan ini dilakukan dengan dasar bahwa tidak ada putusan pengadilan manapun yang berkaitan dengan sengketa HGB-HPL Hotel Sultan yang memerintahkan untuk dilakukan pengosongan terhadap kawasan tersebut.
"Bahwa berdasarkan putusan Peninjauan Kembali, sama sekali tidak ada perintah pengosongan terhadap kawasan Hotel Sultan, dan putusan tersebut tidak membatalkan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora, dan bila putusan tersebut (pengosongan) yang mau dijalankan maka wajib adanya perintah dari pengadilan berupa Penetapan Eksekusi dari Pengadilan Negeri," bunyi surat tersebut.
Dalam poin delapan juga disebutkan bahwa PT Indobuildco membuka ruang berdialog mencari solusi terbaik perihal penyelesaian sengketa lahan GBK tempat berdirinya Hotel Sultan.
Advertisement
Dianggap Langgar HAM
Secara terpisah, kuasa hukum Indobuildco, Hamdan Zoelva menegaskan, meski lahan tempat berdirinya hotel tengah disengketakan, namun bangunan gedung hotel dan kompleks apartemen yang berdiri di atasnya adalah 100% milik PT Indobuildco.
Untuk itu, perlu dilakukan dialog untuk membahas nasib bangunan hotel dan bangunan lain tersebut. "Klien kami membuka ruang untuk negosiasi dan mencari solusi terbaik bagi penyelesaian sengketa," kata Hamdan.
Tindakan pengosongan paksa yang akan dilakukan PPK GBK, menurut Hamdan, melanggar kewenangan pengadilan di dalam tugas judisial dan melanggar hak asasi manusia.
“Tindakan ini akan menjadi preseden buruk bagi Lembaga peradilan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. Tentu ini akan merusak reputasi negara hukum Indonesia di mata dunia,” pungkas Hamdan.