Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah pada Kamis pagi perkasa. Rupiah hari ini menguat 0,36 persen atau 56 poin menjadi 15.578 per USD dari sebelumnya 15.634 per USD.
Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan penguatan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis, karena data tenaga kerja Automatic Data Processing (ADP) AS lebih lemah dari perkiraan.
Baca Juga
Lukman Leong menyampaikan bahwa data ADP menunjukkan adanya 89 ribu pekerjaan, jauh di bawah harapan yang sebesar 153 ribu pekerjaan.
Advertisement
“(Hal ini) meredakan ekspektasi akan prospek suku bunga The Fed,” ujar dia dikutip dari Antara, Kamis (5/10/2023).
Dia menilai setiap data ekonomi AS yang rilis bakal mempengaruhi ekspektasi prospek suku bunga AS hingga Desember 2023 nanti, ketika The Fed mengeluarkan kebijakan penting terkait suku bunga.
Pada Jumat (6/10), data Non-Farm Payroll (NFP) AS akan dirilis dengan perkiraan penambahan 170 ribu pekerjaan.
“Sentimen dolar AS masih kuat, dan penguatan rupiah akan terbatas hingga rilis data tersebut,” ucap Lukman.
Cadangan Devisa
Selain itu, data cadangan devisa (cadev) juga diumumkan besok dan diperkirakan turun ke Rp136 miliar, yang berarti rupiah tertekan data NFP AS dan cadev.
Mengingat rupiah di bawah bayang-bayang ekspektasi prospek kenaikan suku bunga, Analis Bank Woori Saudara BWS, Rully Nova menganggap rupiah dapat menguat jika The Fed bersikap dovish terhadap proyeksi suku bunga AS. Namun, hingga kini, sikap The Fed masih jauh dari dovish mengingat angka inflasi AS masih jauh dari target 2 persen
USD Perkasa, Rupiah Diramal Terkapar ke 15.700 per Dolar AS Kamis Besok
Indeks dolar Amerika Serikat atau USD terus menguat hingga Rabu, 4 Oktober 2023.
USD menguat seiring Investor yang terus mengantisipasi kebijakan moneter restriktif dalam jangka waktu yang lebih lama, karena ketahanan ekonomi yang luas, sehingga semakin memperkuat posisi greenback di pasar mata uang global.
'Hal tersebut dibarengi dengan pandangan hawkish dari Federal Reserve (The Fed) dan imbal hasil Treasury tertinggi dalam 16 tahun," jelas Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Rabu (4/10/2023).
"Putaran baru inflasi, kekhawatiran kenaikan suku bunga Dolar melonjak pada hari Selasa karena sejumlah pembuat kebijakan di Federal Reserve pada hari Selasa mengisyaratkan kenaikan suku bunga lagi pada bulan November atau Desember untuk menjaga inflasi tetap terkendali dan mendekati target bank sentral sebesar 2% per tahun dari saat ini 3,7%," sambungnya.
Pernyataan Gubernur The Fed Michelle Bowman mengatakan dia tetap bersedia mendukung kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral pada pertemuan mendatang, jika data yang masuk menunjukkan kemajuan inflasi terhenti atau berjalan terlalu lambat.
Senada, Michael Barr, wakil ketua pengawasan The Fed juga mengatakan bank sentral kemungkinan "perlu mempertahankan kenaikan suku bunga untuk beberapa waktu".
Advertisement
Inflasi AS
Meskipun inflasi AS telah menurun secara signifikan dari angka tertinggi (lebih dari 9 persen per tahun) dibandingkan Juni 2022, kenaikan harga minyak dunia dalam beberapa bulan terakhir telah menimbulkan kekhawatiran pada negara-negara non-penghasil minyak, dengan populasi terbesar di dunia.
"Perekonomian akan kembali menghadapi beban yang berat pada akhir tahun ini," tulis Ibrahim.
Rupiah Rabu, 4 Oktober 2023
Ibrahim mengungkapkan, Rupiah ditutup melemah 54 poin dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 65 poin di level 15.634 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.580 per dolar AS.
"Sedangkan untuk perdagangan besok mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.620- Rp. 15.700," Ibrahim memperkirakan.
Kecenderungan Investor Jelang Pemilu 2024
Ibrahim menyoroti tahun politik 2024 yang semakin dekat, dimana pelaku pasar tampaknya cenderung menunggu and melihat kepastian terlebih dahulu.
"Terlebih, dua dari bakal calon presiden (bacapres) dari kubu Gerindra dan Kubu PDI Perjuangan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo belum mengumumkan pasangan yang akan dipilih untuk maju dalam pilpres 2024, ujarnya.
"Sikap wait and see ini berkaitan erat dengan kebijakan di masa depan. Pelaku pasar perlu mengetahui kebijakan seperti apa yang kira-kira terjadi di Indonesia ke depan dengan melihat bacapres ataupun memproyeksi siapa bacapres terkuat," lanjut Ibrahim.
Diprediksi, selama gelaran Pemilu 2024 terdapat tren di mana Rupiah mengalami pelemahan dan investor asing enggan masuk ke pasar modal dalam negeri.
Salah satu contoh adalah saat gelaran Pemilu 2019, ketika Rupiah mengalami pelemahan.
Namun, pelemahan itu hanya terjadi sesaat dan pulih kembali setelah pemenang Pemilu diumumkan.
Advertisement