Liputan6.com, Jakarta Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa mengatakan industri sigaret kretek tangan (SKT) harus terus dijaga dan dipertahankan karena menyerap banyak tenaga kerja formal.
Perlindungan bagi industri SKT dan tenaga kerja yang diserap merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Kabupaten Sleman (Pemkab Sleman) mengingat Sleman merupakan salah satu rumah bagi industri tersebut, seperti yang terdapat di Berbah.
Baca Juga
“(Industri) sigaret kretek tangan seperti yang di Berbah itu memang perlu dipertahankan karena menyerap banyak tenaga kerja, terutama para perempuan yang bekerja sebagai pelinting rokok. Itu menghidupi banyak orang di situ,” katanya dikutip Kamis (5/10/2023).
Advertisement
Danang mengatakan dengan kontribusinya yang tinggi terhadap serapan tenaga kerja, pihaknya berkomitmen untuk selalu mendukung keberlangsungan industri SKT.
“Industri SKT itu dipertahankan karena ada pemberdayaan masyarakat sebagai tenaga kerja. Itu prinsipnya sebenarnya,” ujarnya.
Pemberdayaan tersebut ditujukan bagi para karyawan pelinting rokok. Danang menyebut ada ribuan tenaga kerja SKT di Sleman. Tidak hanya memberdayakan pekerjanya, kehadiran industri SKT juga turut memberikan efek ganda bagi perekonomian lokal di sekitar area pabrik. Misalnya warung makanan dan minuman, toko kelontong, angkutan umum, dan sebagainya.
“Efek dominonya kan di situ ada pabrik, jadi pekerja itu kan kalau istirahat, itu kan pasti membutuhkan makan, minum dan lain sebagainya,” katanya.
Itulah sebabnya Danang memastikan bahwa dari sisi kebijakan, pemerintah daerah akan mengupayakan untuk menjaga sektor padat karya ini dan kesejahteraan para tenaga kerja di dalamnya. ”Dana bagi hasil cukai hasil tembakaunya juga kita kembalikan kepada para pekerja pabrik rokok di Sleman, termasuk juga buruh tani tembakau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka,” imbuhnya.
Peran Industri SKT
Dia juga menyebut peran industri SKT dalam mengatasi pengangguran kian memantapkan sikap Pemkab Sleman untuk melindungi sektor tersebut.
”Sektor padat karya itu ribuan (pekerjanya), kalau kita tutup akan ada banyak pengangguran nanti di Sleman. Apalagi di industri SKT kan priotitas utama pekerjanya adalah penduduk Sleman. Makanya saya sebenarnya sangat setuju dengan SKT,” jelasnya.
Untuk itu, Danang mengatakan bahwa pihaknya akan mendorong agar industri SKT tetap berproduksi secara kontinu dengan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah.
”Kontinuitasnya dijaga agar bisa memberdayakan masyarakat setiap hari. Agar tidak ada masyarakat yang di-PHK. Kalau ada usaha-usaha yang melibatkan masyarakat tenaga kerja banyak, harus kita dukung,” pungkasnya.
Mampukah Penerimaan Cukai Rokok 2023 Tembus Target?
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) menyebutkan bahwa fenomena peralihan konsumsi dari rokok golongan tertinggi ke rokok murah (downtrading) menjadi penyebab penurunan penerimaan cukai pada 2023.
DJBC Kemenkeu mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 yaitu sebesar Rp126,8 triliun turun atau turun 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.
Penerimaan sepanjang tahun 2023 pun diperkirakan tidak akan mencapai target APBN 2023 sebesar Rp232,5 triliun.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto mengungkap pihaknya memperkirakan realisasi penerimaan CHT pada akhir 2023 diperkirakan bakal mencapai Rp218,1 triliun atau hanya 93,8 persen dari target. Apabila benar terjadi, ini adalah rekor baru di mana sebelumnya realisasi penerimaan CHT selalu berhasil melampaui target yang dicanangkan dalam APBN.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I Untung Basuki mengatakan downtrading memang menjadi tantangan bagi Bea Cukai, khususnya dalam optimalisasi penerimaan CHT. Bahkan, Untung menyebut bahwa fenomena ini sangat terasa di Jawa Timur yang pada dasarnya merupakan penyumbang penerimaan CHT terbesar di Indonesia.
“Karena golongan I sudah terlalu tinggi, maka mereka (masyarakat) cenderung beralih ke golongan II yang tarif cukainya relatif lebih rendah,” ujarnya.
Pada akhirnya, menurut Untung, hal ini berimbas terhadap penerimaan CHT. Sebab, dengan tarif yang lebih tinggi, maka penurunan konsumsi rokok golongan I akan secara langsung menggerus pendapatan negara dari CHT secara signifikan jika dibandingkan dengan golongan II dan III.
Advertisement
Pergeseran Konsumsi Rokok
Peneliti Jaminan Sosial Risky Kusuma Hartono juga melihat fenomena downtrading sebagai sebuah permasalahan mendesak. Risky berpendapat, terjadinya pergeseran konsumsi ini merupakan bukti dari tidak efektifnya kebijakan CHT yang berlaku.
Hal ini karena perpindahan konsumsi rokok ke rokok yang lebih murah di masyarakat berlawanan dengan semangat pengendalian konsumsi yang menjadi salah satu tujuan kenaikan cukai.
Risky melihat sebetulnya ada solusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi downtrading. “Perlu dikecilkan lagi gap tarifnya agar harganya tidak jauh berbeda, tapi kalau paling bagus ya disederhanakan struktur tarifnya,” katanya.
Persoalan lain yang terkait dengan fenomena downtrading terletak pada struktur tarif cukai. Menurut Risky, struktur tarif yang makin rumit justru menjauhkan tujuan dari kenaikan cukai itu. Agar kebijakan kenaikan CHT efektif, imbuh Risky, penyederhanaan struktur tarif cukai perlu menjadi solusi negara. “Pemerintah sebetulnya sudah mempunyai rencana di RPJMN terkait simplifikasi. Maka, itu perlu diimplementasikan terlebih dahulu,” pungkasnya.
Penerimaan Bea Cukai 2023 Diramal Tak Capai Target
Direktorat Jenderal Kepabeanan dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai tahun ini tidak akan mencapai target.
Penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai akhir tahun ini akan mengalami kontraksi hingga 5,6 persen. Angka tersebut kurang dari target Rp 303,2 triliun.
“Penerimaan bea cukai sampai bulan Agustus tahun ini baru mencapai 56,59 persen dari target yang ditetapkan,” ungkap Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, Mohammad Aflah Farobi dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Puncak, Bogor pada Selasa (26/9/2023).
“Dari target Rp 303,2 triliun dari APBN Outlook kita untuk 2023 ini kemungkinan hanya akan mencapai Rp.300,1 triliun,” bebernya.
Aflah mengakui, tantangan penerimaan kepabeanan dan cukai dirasakan dari faktor penerimaan cukai dan bea keluar.
Sedangkan dalam APBN 2024, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp. 321,0 triliun.
“Proyeksi impor masih meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang resilien dan aktivitas ekonomi juga cukup meyakinkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi mampu mencapai 5,2 persen,” jelas Aflah.
Untuk mengejar target penerimaan cukai, DJBC mempersiapkan beberapa strategi.
Salah satunya adalah kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau atau CHT rata-rata 10 persen (SKT maks. 5 persen).
Langkah lainnya adalah implementasi pemungutan cukai atas produk Plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan atau MBDK, juga penguatan dan sinergi pengendalian rokok illegal.
Adapun pengendalikan konsumsi barang yg memiliki eksternalitas negatif.
Advertisement