Sukses

Harga Minyak Anjlok, Brent Merosot ke USD 84 per Barel

Harga minyak Brent berjangka ditutup turun USD 1,74, atau 2,03% ke level USD 84,07. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun USD 1,91 atau 2,3% ke level USD 82,31.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun sekitar 2% pada perdagangan Kamis. Amblasnya harga minyak dunia ini memperpanjang penurunan sesi sebelumnya sebesar hampir 6%, karena kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar melebihi keputusan OPEC+ untuk mempertahankan pengurangan produksi minyak. Hal ini membuat pasokan minyak tetap terbatas.

Dikutip dari CNBC, Jumat (6/10/2023), harga minyak mentah berjangka Brent dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS telah turun sekitar USD 10 per barel dalam waktu kurang dari 10 hari setelah mendekati USD 100 pada akhir September.

Penurunan persentase gabungan selama dua hari terakhir adalah yang paling tajam sejak bulan Mei untuk kedua acuan minyak mentah tersebut.

Harga minyak Brent berjangka ditutup turun USD 1,74, atau 2,03% ke level USD 84,07. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun USD 1,91 atau 2,3% ke level USD 82,31.

Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial Dennis Kissler mengatakan, investor khawatir puncak permintaan konsumsi bahan bakar sudah berlalu.

Harga Minyak Turun

Harga minyak turun lebih dari USD 5 pada perdagangan Rabu, menjadi penurunan harian terbesar dalam lebih dari setahun, bahkan setelah pertemuan panel tingkat menteri OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia.

Mereka tidak melakukan perubahan terhadap kebijakan produksi minyak kelompok tersebut. Arab Saudi mengatakan akan mempertahankan pengurangan sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun 2023, sementara Rusia akan mempertahankan pembatasan ekspor sukarela sebesar 300.000 barel per hari hingga akhir tahun.

Volatilitas harga minyak Brent berada pada titik tertinggi sejak bulan Mei, sedangkan pada WTI mencatatkan harga minyak di titik tertinggi sejak bulan Juni. “Ini adalah aktivitas perdagangan spekulatif yang khas mencoba memanfaatkan situasi buruk setelah pertumpahan darah pada hari Rabu, dan mereka (pelaku pasar) mencoba mengambil posisi terbawah,” kata Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemintaan Turun

Data pemerintah pada hari Rabu juga menunjukkan penurunan tajam permintaan bensin AS. Pasokan BBM, yang mewakili permintaan, turun pekan lalu ke level terendah sejak awal tahun ini.

“Saya tidak melihat permintaan bensin akan melebihi 8,5 juta barel per hari sampai musim belanja liburan tiba dan itu akan menjadi masalah bagi pasar,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.

Minyak pemanas berjangka AS turun lebih dari 5% di tengah ekspektasi bahwa larangan ekspor bahan bakar Rusia yang diberlakukan bulan lalu akan segera dicabut dan gangguan pasokan tidak akan separah yang diperkirakan pasar.

Data pada hari Rabu juga menunjukkan sektor jasa AS melambat sementara ekonomi zona euro mungkin menyusut pada kuartal terakhir, menurut sebuah survei.

Kurs dolar AS mereda, namun terus berada di dekat level tertinggi dalam 11 bulan, membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli asing.

Pada hari Kamis, menteri energi Turki mengatakan pipa minyak mentah dari Irak melalui Turki, yang telah ditangguhkan selama sekitar enam bulan, siap untuk dioperasikan. 

 

3 dari 4 halaman

Harga Minyak Dunia Anjlok Lebih dari 5%, Apa Penyebabnya?

Harga minyak dunia anjlok di atas 5 persen atau mencapai USD 5 per barel pada perdagangan rabu karena permintaan bahan bakar yang suram akibat gambaran pertumbuhan ekonomi makro yang tidak sesuai harapan.

Mengutip CNBC, Kamis (5/10/2023), harga minyak mentah berjangka Brent turun 5,11 atau 5,6% menjadi USD 85,81 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun USD 5,01 atau 5,6%, menjadi USD 84,22 per barel.

Kedua patokan harga minyak mentah dunia ini sempat turun lebih dari $5, dan minyak pemanas serta bensin berjangka juga turun lebih dari 5%. Harga minyak mentah telah turun sekitar USD 10 sejak minggu lalu.

Menurut laporan Badan Informasi Energi AS (EIA), pasokan bensin yang mewakili permintaan minyak mentah, turun pekan lalu menjadi sekitar 8 juta barel per hari, terendah sejak awal tahun ini.

Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger menjelaskan, sejumlah penyebab kehancuran permintaan minyak mentah disebabkan oleh hujan deras yang membawa banjir ke New York pada Jumat lalu. Selain itu, pasca badai tropis Ophelia yang mengguyur Timur Laut dengan hujan lebat pada akhir September juga menjadi salah satu penekan harga minyak.

Menurut analis komoditas JP Morgan, secara musiman konsumsi bensin AS berada pada level terendah dalam 22 tahun.

Para analis mencatat bahwa lonjakan harga bahan bakar sebesar 30% pada kuartal III kemarin justru menekan permintaan, mengakibatkan penurunan musiman sebesar 223.000 barel per hari.

Stok bensin naik 6,5 juta barel, jauh melebihi ekspektasi kenaikan 200.000 barel.

Stok minyak mentah nasional AS turun 2,2 juta barel menjadi 414,1 juta barel dalam sepekan hingga 29 September, namun stok di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman WTI, naik untuk pertama kalinya dalam delapan minggu.

 

4 dari 4 halaman

Keputusan Arab Saudi dan Rusia

Kementerian Energi Arab Saudi menegaskan akan melanjutkan pengurangan pasokan minyak mentah secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun.

Sementara Rusia mengatakan akan melanjutkan pengurangan ekspor minyak mentah sebesar 300.000 barel per hari, dan pada bulan November akan meninjau kembali pengurangan produksi sukarela sebesar 500.000 barel per hari pada bulan April.

Tapi crack spread, yang merupakan proksi margin penyulingan, turun di bawah USD 20 per barel pada hari Rabu ke level terendah dalam sekitar 1,5 tahun.

Presiden Ritterbusch and Associates Galena Illinois Jim Ritterbusch menjelaskan, penurunan margin ini menunjukkan tingginya harga dan suku bunga membatasi pembelian persediaan minyak mentah dan meningkatkan kemungkinan resesi.

“Hal ini dapat memaksa melemahnya permintaan lebih lanjut yang mungkin tidak dapat dilawan oleh Saudi dan Rusia melalui pengurangan produksi tambahan,” kata Ritterbusch.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.