Sukses

BP Tapera Gandeng Pemda Guna Petakan Data Backlog Perumahan

Data valid mengenai orang yang belum punya rumah pertama atau backlog tengah jadi persoalan yang jadi sorotan pemerintah. Ini yang menjadi persoalan bagi BP Tapera

Liputan6.com, Jakarta Data valid mengenai orang yang belum punya rumah pertama atau backlog tengah jadi persoalan yang jadi sorotan pemerintah. Mengingat, data terakhir per 2021 mencatat ada 12,7 juta unit rumah backlog

Guna memetakan data backlog tersebut, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) turut ambil bagian. Salah satunya dengan menggandeng Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah.

"Backlog-nya berapa, dimana, jadi tadi diawal saya singgung soal pentingnya ekosistem, ada peranan pemda disana," ujar Komisioner BP Tapera Adi Setianto dalam sesi diskusi di Jakarta, Sabtu (7/10/2023).

Langkah kerja sama itu, diharapkan mampu memetakan lokasi-lokasi backlog rumah di Indonesia. Dengan menggandeng Pemda, bisa dibilang akan ada penguatan data.

"Kami kerja sama dengan DJPI bantu pemda untuk me-mapping backlog nanti pernan pemda sediakan dana dan akan bisa secara sistematis membuat roadmap backlog per provinsi atau pemkot," ujar dia.

Tak Tergantung APBN

Dana ini, kata dia, diarahkan untuk menyediakan rumah. Harapannya, lewat skala pemerintah daerah, angka backlog bisa cepat berkurang. Tapi, Adi menegaskan kalau hal ini tak melulu bergantung pada dana APBN, perlu juga ada sumber lainnya.

"Kalau dananya kurang, kan di daerah ada BUMN, BUMD, dengan pendekatan itu semoga bisa ciptakan equilibrium tadi," kata dia.

 

2 dari 4 halaman

Penyaluran Tak Tepat Sasaran

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mengakui masih ada pengakuran rumah subsidi yang tak tepat sasaran. Ini yang jadi tantangan untuk dikejar pada tahun ini.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto menjelaskan temuan adanya tak tepat sasarannya penyaluran rumah subsidi juga didapat oleh Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia pun mengungkap masalah ketidaktepat sasaran tersebut.

"Waktu itu mungkin tidak dihuni, jadi dianggap belum tepat sasaran. Ini inline (sejalan) dengan audit BPK," kata dia dalam Diskusi BP Tapera di Jakarta, Sabtu (7/10/2023).

Dia mengatakan, atas audit BPK tersebut, ditemukan kalau penyaluran yang tidak tepat sasaran terjadi sebelum BP Tapera mengelola Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

"Kami sebagai badan yang dibentuk pemerintah dalam memanfaatkan APBN, BPK juga audit kami, memang ditemukan masih ada yang belum tepat sasaran dan itu sebelum FLPP, sebelum kami kelola," ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Gandeng Bank Penyalur

Melihat kenyataan itu, Adi tak tinggal diam. Mengingat tak tepat sasarannya penyaluran rumah subsidi terjadi ditengah angka orang yang tak punya rumah atau backlog sebanyak 12,7 juta.

Guna mendorong tepat sasaran dan menurunkannangka backlog, BP Tapera menggandeng bank penyalur dan pengembang. Bank penyalur sendiri dalah satunya adalah PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk.

"Kami komitmen kepada BPK, oke, yang tak tepat sasaran solusinya apa? Kita gandeng bank oenyalur. Kalau tak tepat sasarannya bukan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), pakai bank teknis, kreditnya dilunasibatau pakai kredit komersial," tuturnya.

"Memang tahun 2022-2023 itu target agar jadi makin kecil kita gandeng bank dan pengembang. Diharapkan melalui sistem ini bisa menyalurkan dana FLPP bisa lebih tepat sasaran," sambung Adi.

 

4 dari 4 halaman

Perlu Gandengan Tekan Angka Backlog

Sebelumnya, Indonesia tengah menghadapi angka backlog perumahan yang cukup tinggi. Penyediaan perumahan ini juga menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun belakang.

Untuk menggarap angka backlog perumahan ini, Kementerian PUPR sebenarnya bergandengan tangan dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakat (BP Tapera). Hanya saja, kolaborasi keduanya dianggap belum optimal.

Pengamat Properti Panangian Simanungkalit mengatakan kinerja BP Tapera belum sejalan dengan misi yang dikawal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Keuangan terkait perumahan.

Menurutnya, salah satu penyebab yakni susunan manajemen BP Tapera berisikan sosok-sosok yang berlainan dari misi Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan.

"BP Tapera merekrut orang-orang yang berlainan dari PUPR dan Kementerian Keuangan sehingga tidak ada konsolidasi dalam hal visi dan misi. Akibatnya, gerak BP Tapera tidak akan sesuai harapan pemerintah untuk mempercepat penurunan backlog," ujar Panangian kepada media ditulis, Rabu (30/8/2023).