Liputan6.com, Jakarta Konflik global disebut mulai memanas, setelah invasi Rusia ke Ukraina, disusul perang Hamas vs Israel di daerah konflik di Palestina. Holding BUMN Industri Pertahanan, Defend ID ikut buka suara soal ketentuan ekspor senjata atau alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Direktur Utama Defend ID PT LEN Industri (Persero) Bobby Rasyidin mengatakan ketentuan mengenai ekspor alutsista atau senjata ke luar negeri. Termasuk soal ekspor ke daerah konflik seperti perang Hamas-Israel dan konflik Rusia-Ukraina.
"Jadi yang namanya impor dan ekspor alutsista itu diawasi ketat sekali. Ini kan menyangkut manusia, menyangkut HAM, dan kawan-kawannya. Jadi kalau kita melakukan ekspor, itu benar-benar di-screen. Jadi di-screen itu negara importirnya siapa," kata dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Kemudian, dia menjelaskan, perlu mencantumkan tujuan penggunaan senjata tersebut. Termasuk document control dari produsen, dalam hal ini Defend ID.
Advertisement
"Dan untuk kita mengekspor ini harus ada tanda tangan dari Menhan, betul-betul harus ada perizinan dari Kemenhan untuk mengizinkan. Kalau tidak, kita tidak bisa ekspor," ujarnya.
Larangan dari PBB
Selanjutnya, ekspor senjata perlu mengikuti ketentuan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jika satu wilayah konflik seperti perang Hamas vs Israel dilarang oleh DK PBB, maka industri pertahanan tidak bisa melakukan ekspor alutsista ke daerah tersebut.
"Boleh, selama tidak ada larangan dari Dewan Keamanan PBB. Kalau ada larangan dari Dewan Keamanan PBB, kita tidak boleh melakukan ekspor," jelasnya.
Salah satu yang masuk kategori larangan, kata Bobby adalah melakukan ekspor ke daerah Myanmar. Menurutnya, DK PBB sudah melarang sejak Februari 2021 lalu.
Â
Tak Pasok Senjata ke Israel
Sebelumnya, Holding BUMN Industri Pertahanan atau Defend ID, PT LEN Industri (Persero) menjamin tak ada keikutsertaan perusahaan dalam menyuplai senjata ke daerah konflik. Salah satunya, pasca pecahnya perang Israel-Palestina.
Direktur Utama LEN Industri Bobby Rasyidin menegaskan, sampai saat ini tidak ada kontrak jual-beli senjata ke pihak Israel. Termasuk dengan anak usaha dari perusahaan di Israel.
"Belum ada, belum ada. Dengan Israel kita tidak ada," tegasnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Â
Advertisement
Diawasi dengan Ketat
Bobby menjelaskan, secara aturan sendiri, untuk ekspor alutsista diawasi secara ketat. Baik aturan dari Kementerian Pertahanan, maupun Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Jadi yang namanya impor dan ekspor alutsista itu diawasi ketat sekali. Ini kan menyangkut manusia, menyangkut HAM, dan kawan-kawannya. Jadi kalau kita melakukan ekspor, itu benar-benar di-screen. Jadi di-screen itu negara importirnya siapa," ujar dia.
"Kedua, penggunaannya itu untuk apa, termasuk juga document control dari kita sebagai produsen itu seperti apa. Dan untuk kita mengekspor ini betul-betul harus ada perizinan dari Kemenhan untuk mengizinkan. Kalau tidak, kita tidak bisa ekspor," sambung Bobby.
Dia menegaskan ada sederet aturan yang perlu lebih dulu diikuti sebelum melakukan jual-beli senjata dengan negara yang terkait dengan konflik. Di dalam negeri, tertuang dalam Permenhan Nomor 6 Tahun 2017.
"Itu jelas sekali, klasifikasinya seperti apa, kriterianya seperti apa, dan kita sangat patuh, sangat respect kepada aturan yang ada. Itu dari kitanya, dari sisi dalam negeri. Itu kan ada deklarasi-deklarasi dari Dewan Keamanan PBB, apakah ini boleh, apakah itu tidak boleh, apakah ini masalah HAM, apakah masalah tidak HAM, apakah invasi misalnya seperti Ukraina dengan Rusia, kita selalu mengikuti itu, kita tidak pernah keluar dari jalur itu," beber Bobby Rasyidin.