Sukses

Perang Rusia-Ukraina hingga Hamas-Israel Pecah, Industri Pertahanan Indonesia Panen Untung?

Perusahaan industri pertahanan disebut panen untunf imbas memanasnya konflik global, mulai dari invasi Rusia-Ukraina hingga perang Hamas-Israel.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan industri pertahanan disebut panen untunf imbas memanasnya konflik global, mulai dari invasi Rusia-Ukraina hingga perang Hamas-Israel. Hal itu ditandai dengan meningkatnya nilai saham dari perusahaan pertahanan global.

Keadaan ini diungkap Direktur Utama Holding BUMN Industri Pertahanan Defend ID, Bobby Rasyidin. Dia mengungkap, saham perusahaan pertahanan ikut 'terbang' dan membuat backlog dari kebutuhan produknya makin panjang.

"Konflik ini tidak terjadi kemarin saja, konflik ini ketika Rusia invansi ke Ukraina itu hampir semua saham dari industri pertahana itu terbang. Karena backlog jadi panjang," kata dia dalam Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Backlog ini merujuk pada kurangnya pasokan alutsista terhadap kebutuhan. Mulanya, persediaan pesawat yang diproduksi perusahaan asal Maryland, Amerika Serikat, Lockheed Martin bisa dimuat dalam 2 tahun, tapi imbas perang menjadi 7-8 tahun.

"Contoh Lockheed Martin (dari Maryland AS) yang backlognya bikin pesawat biasanya 2 tahun, sekarang 7-8 tahun. Jadi order hari ini 8 tahun lagi pesawatnya ada," kata dia.

"Lalu banyak negara tidak mau melakukan ekspor lagi. Seperti 1-2 bulan lalu China sudah tak mau ekspor drone. Karena bagi pemerintah China drone ini classified technology, teknologi yang krusial yang kritikal bagi pemerintah China," sambung Bobby.

Namun, Bobby menyebut kalau hal ini belum mengungkit permintaan terhadap industri pertahanan dalam negeri. Saat ini, Indonesia hanya menerima permintaan suplai kapal ke Uni Emirat Aran dan Filipina, keduanya untuk tujuan kemanusiaan.

"Pada saat ini, seperti yang saya sampaikan tadi, kita itu masih belum dapat banyak dari konflik-konflik yang terjadi ini. Jadi kalau saya lihat, kita dalam 2 tahun belakangan ini cuma dapat kontrak itu kapal militer tapi penggunaannya bukan untuk operasi militer, tapi untuk operasi kemanusiaan," jelasnya.

 

2 dari 3 halaman

Ekspor Tak Terpengaruh

Lebih lanjut, Bobby mengatakan kalau konflik global yang pecah saat ini tak berpengaruh besar ke kinerja ekspor alutsista Indonesia.

"Alhamdulillah dari buahnya konflik konflik konflik ini tidak ada yang mampir di industri pertahanan kita. Gak ada ekspor kita tidak terpengaruh sama sekali, gak ada yang minta," ungkapnya.

"Dari sisi baiknya adalah senjata kita tidak digunakan membunuh manusia. Itu paling penting, itu positifnya. Kalau negatifnya, yaitu pr kita sebagaimana kita nanti harus ada di global sypply chain industri alutsista," imbuh Bobby.

 

3 dari 3 halaman

Belum Dikenal

Faktor lainnya, kata dia, Defend ID sebagai Holding BUMN Industri Pertahanan belum banyak dikenal oleh negara di dunia. Mengingat, proses holdingisasi yang baru berjalan sekitar 1,5 tahun.

Dia mencoba membandingkan dengan banyak perusahaan pertahanan lain yang sudah lebih dikenal. Tapi, jam terbang dari perusahaan di luar negeri sudah ratusan tahun.

"Tentunya, kita kan baru berdiri, DEFEND ID ini baru berdiri, baru tahun lalu bulan Maret, baru 1,5 tahun sekarang. Sementara defense company di top 100 itu sudah tua-tua semua, sudah ratusan tahun umurnya. Jadi pasar belum mengenal kita juga," ungkapnya

"Belum mengenal produk kita seperti apa, dan ini PR kita untuk menjadi top 50 global. Kita harus meningkatkan pasar ekspor kita," pungkas Bobby Rasyidin.