Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen mengungkapkan bahwa konflik Israel-Hamas tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian global.
"Meskipun kami memantau potensi dampak ekonomi dari krisis ini (di Israel dan Gaza) saya tidak benar-benar menganggapnya sebagai pendorong utama prospek ekonomi global," ujar Janet Yellen, dikutip dari CNN Business, Kamis (12/10/2023).
"Sejauh ini saya rasa kita belum melihat sesuatu yang menunjukkan hal itu akan menjadi sangat signifikan," katanya, di acara tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Maroko.
Advertisement
Pasar saham di seluruh dunia sebagian besar juga tidak merespon konflik tersebut, dengan Wall Street membukukan keuntungan pada hari Selasa yang sebagian didorong oleh jatuhnya harga minyak.
Sementara itu, harga minyak global telah melonjak awal pekan ini di tengah kekhawatiran konflik Israel-Hamas dapat menyebabkan ketidakstabilan yang lebih luas di negara penghasil minyak di Timur Tengah.
Kekhawatiran ini termasuk potensi penerapan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran.
Diwartakan sebelumnya, Kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan masih terlalu dini untuk menilai bagaimana konflik Israel-Hamas dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Tengah dan seluruh dunia.
Namun IMF memperingatkan dalam laporan terbaru World Economic Outlook, yang dirilis sebelum konflik pecah, bahwa pertumbuhan ekonomi masih lemah dan tidak merata.
Badan ini memperkirakan perekonomian dunia akan tumbuh sebesar 3 persen di sisa tahun ini, di bawah rata-rata 3,8 persen yang dicapai antara tahun 2000 dan 2019.
IMF juga merevisi perkiraan pertumbuhan AS, dibandingkan dengan prediksi yang dibuat pada bulan Juli, dan menurunkan perkiraannya untuk Eropa dan Tiongkok.
Selain itu, IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2024 sebesar 0,1 poin persentase menjadi 2,9 persen.
Konflik Israel dan Hamas Tambah Ketidakpastian Ekonomi Global, Makin Terpuruk?
Pecahnya konflik Israel-Hamas di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran baru pada ekonomi global yang masih dihantui ketidakpastian.
Namun, dampak terhadap ekonomi dari konflik tersebut mungkin memerlukan waktu untuk menjadi jelas, dan akan bergantung pada berapa lama konflik berlangsung, seberapa intens konflik tersebut, dan apakah konflik tersebut dapat menyebar ke wilayah lain kawasan.
"Masih terlalu dini untuk mengatakan apa dampaknya, meskipun pasar minyak dan ekuitas mungkin akan terkena dampak langsung,” kata Agustin Carstens, manajer umum di Bank for International Settlements, dikutip dari US News, Senin (9/10/2023).
Tetapi ekonom mengingatkan, konflik ini berpotensi menambah kekhawatiran yang tidak dapat diprediksi terhadap perekonomian global yang sudah melambat, serta pasar AS masih beradaptasi dengan kemungkinan bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
"Sumber ketidakpastian ekonomi apa pun akan menunda pengambilan keputusan, meningkatkan premi risiko, dan terutama mengingat wilayah tersebut…ada kekhawatiran mengenai di mana minyak akan dibuka," ungkap Carl Tannenbaum, kepala ekonom Northern Trust.
"Pasar juga akan mengikuti skenario yang ada. Pertanyaannya adalah apakah pengulangan akan membuat keseimbangan jangka panjang menjadi tidak seimbang?" ujarnya.
Advertisement
Perhatian pada Inflasi
Masalah-masalah tersebut dan isu-isu terkait kemungkinan besar akan menjadi agenda utama para pemimpin badan keuangan global yang berkumpul pekan ini di Maroko, dalam pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk mengkaji perekonomian global yang masih berada dalam kondisi yang sangat berfluktuasi akibat pandemi dan ketegangan perdagangan.
Sedangkan bank sentral, konflik baru di Timur Tengah menimbulkan dilema apakah akan menimbulkan tekanan inflasi baru, mengingat kawasan ini bukan hanya rumah bagi produsen minyak besar salah satunya Iran dan Arab Saudi, namun juga jalur pelayaran utama melalui Teluk Suez.
Para pejabat Federal Reserve bahkan telah mengeluarkan alarm tingginya harga energi baru-baru ini sebagai kemungkinan risiko terhadap prospek penurunan inflasi secara bertahap, dan perekonomian AS kemungkinan besar akan terhindar dari resesi - jika tidak ada guncangan eksternal yang tidak terduga.