Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal segera menerbitkan aturan baru terkait suku bunga pinjol alias pinjaman online. Itu lantaran adanya temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait pelaku pinjol yang masih melanggar batas maksimum bunga 0,8 persen, sesuai aturan lama OJK per November 2018.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Edi Setijawan, mengatakan bahwa OJK tengah menyiapkan aturan turunan terkait bunga pinjol. Meskipun pihak otoritas sebenarnya telah menyerahkan kewenangan batas maksimum bunga pinjol kepada pasar, dalam hal ini oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Baca Juga
"Pada dasarnya penetapan harga itu kan idealnya diserahkan kepada pasar, antara permintaan dan penawaran. Namun ketika kemudian kondisinya masih belum ideal, maka otoritas regulator bisa melakukan intervensi, untuk memastikan bahwa ada keadilan baik untuk si follower maupun di lender, ataupun si platform," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Advertisement
Â
"Jadi kami berusaha memposisikan balancing antara semua. Makanya kami sedang menyiapkan batasan maksimalnya. Kemudian juga kita tahu jika sedang fokus mendorong dari sisi B2B lending yang bersifat produktif," kata Edi.
Edi menegaskan, regulasi turunan soal bunga pinjaman online tersebut hanya akan mengatur terkait batas maksimumnya saja. OJK pun menyerahkan implementasi pengenaan bunga untuk konsumen kepada masing-masing perusahaan P2P lending.
"Iya ini batasan suku bunga bunga yang atasnya, bukan bawah. Kalau bawah silakan aja, semakin rendah semakin bagus," imbuh dia.
Namun, ia belum mau menyebut secara rinci kapan aturan terbaru soal bunga maksimum pinjaman online bakal diterbitkan. Ia hanya berharap itu bisa rampung secepatnya.
"Secepatnya. (Bisa tahun ini?) Diusahakan," kata Edi pendek.
KPPU Endus Dugaan Kartel Bunga Pinjol, Asosiasi Terlibat?
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingaj Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartelisasi penentuan bunga pinjaman online (pinjol) oleh asosiasi perusaah pinjol. Untuk itu, KPPU membentuk tim untuk menelusuri dugaan tersebut.
Direktur Investigasi KPPU Goprera Panggabean menjelaskan, KPPU mulai penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
"KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut. Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (5/10/2023).
Penyelidikan awal ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman daring (online) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat. Dari penelitian, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen.
Khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen (nol koma delapan persen) per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.
Â
Advertisement
Praktek Monopoli
KPPU menemukan bahwa penetapanAFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. Tercatat, ada 89 anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending.
"KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tegasnya.
Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas Terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap Penyelidikan.