Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan bahwa penutupan ekspor gula dari Lebanon dan Pakistan tidak berdampak signifikan pada penyediaan gula di Indonesia.
“Walaupun Lebanon dan Pakistan menerapkan kebijakan (penutupan ekspor gula) tetapi Indonesia tidak melakukan impor. Dengan demikian kebijakan yang diterapkan oleh Lebanon dan Pakistan tidak berdampak langsung terhadap impor gula Indonesia,” jelas Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar dalam siaran Rilis BPS September 2023, Senin (16/10/2023).
BPS mencatat, proporsi impor gula oleh Indonesia paling besar adalah dari dari Thailand sebesar 58,76 persen dan Brazil sebesar 39,41 persen.
Advertisement
Selain gula, penutupan ekspor komoditas pangan beras juga diberlakukan oleh India, Bangladesh, dan Rusia.
Maka dari itu, Thailand dan Vietnam kini menjadi pengekspor beras terbesar ke Indonesia, menyusul penutupan ekspor beras dari India.
Menurut catatan BPS, pada September 2023 proporsi beras ataupun proporsi impor beras asal India hanya memberikan kontribusi sebesar 0,39 persen dari total impor beras Indonesia.
“Sebagaimana ditunjukkan dalam grafik, sejak India melakukan restriksi ataupun larangan ekspor di Juli tahun ini maka proporsi beras impor asal India terus menurun dan bahkan menjadi sangat kecil di bulan-bulan terakhir,” kata Amalia.
“Hal ini karena memang kebijakan dari restriksi ekspor di negara India. Oleh sebab itu impor kita tentunya terlihat beralih ke negara lain, sehingga proporsi impor beras Indonesia paling besar berasal dari Vietnam (74,04 persen) dan Thailand (24,35 persen),” paparnya.
Impor Gula 125 Ribu Ton, ID Food Tunggu Lampu Hijau Jokowi
Holding BUMN Pangan atau ID Food masih menunggu restu dari pemerintah untuk melakulan impor gula konsumsi sekitar 125.675 ton. Menyusul kekhawatiran kenaikan harga gula pada tahun depan.
Direktur Utama ID Food Frans Marganda Tambunan mengatakan, sebagai upaya stabilisasi harga gula, dia mendapat mandat untuk melakukan impor. Sebanyak 107 ribu ton gula kristal putih (GKP) sudah berhasil didatangkan tahun ini, sisanya masih menunggu restu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Yang sudah kami laksanakan kurang lebih 107.000 realisasinya jadi sisanya akan kita kerjakan menunggu keputusan pemerintah untuk kita bisa impor di tahun ini," ujar dia dalam acara Ngopi BUMN, di Kementerian BUMN, Selasa (10/10/2023).
Dia memperkirakan, setelah izin tersebut keluar, impor gula akan rampung pada Desember 2023. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp 1,5 triliun bersumber dari alokasi untuk cadangan pangan pemerintah dan komersial.
Dia mengatakan, pihaknya membutuhkan kepastian izin impor ini. Mengingat ada momen musim giling gula yang akan berakhir. Dia khawatir, ketika pasokan tak terpenuhi, akan berpengaruh pada peningkatan harga di pasaran.
"Jadi kita ini juga mendorong supaya keputusan stabilisasi yang kita dapatkan secepatnya, kebetulan juga musim giling gula ini sebentar lagi berakhir," ujar dia.
"Biasanya kalau musim giling Gula berakhir harga naik dan terutama kita harus antisipasi untuk persiapan HBKN puasa lebaran yang tahun depan datangnya lebih cepat di awal April," sambung Frans.
Advertisement
Impor dari Brazil
Lebih lanjut, Frans mengatakan, pihaknya menghadapi tantangan soal pasokan gula untuk impor nanti. Mengingat, ada sejumlah produsen gula seperti Thailand dan India yang mengerem ekspor-nya.
"Nah tantangannya adalah tidak seperti dulu pada saat kita mau impor kan negara pemasok cukup tersedia. Kita sama-sama tahu India sudah memutuskan tidak mengekspor gula sampai semester satu tahun depan, Thailand juga sama biasanya tidak banyak kuantitinya," bebernya.
Dengan begitu, Frans membuka opsi untuk mendatangkan gula dari Brazil yang dinilai memiliki stok yang cukup dan tak menyetop ekspor-nya.
"Jadi yang memungkinkan kita tahun ini untuk penyediaan itu adalah mungkin dari Brazil," pungkas Frans Marganda Tambunan.