Liputan6.com, Jakarta Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan ada 3 komoditas yang mengalami tren kenaikan harga. Yakni, beras, gula pasir, dan cabai rawit.
Hal ini terlihat dari pergerakan harga yang dipantau dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH). Dia menerangkan beras, gula pasir, dan cabai rawit menjadi penyumbang perubahan IPH hingga pekan kedua Oktober 2023.
Baca Juga
"Mungkin komdoitas yang jadi perhatian minggu kedua Oktober ini adalah gula pasir yang ada sebanyak 338 kabupaten hingga mengalami kenaikan IPH dan dikontribusikan oleh gula pasir," kata dia dalam peluncuran Gerakan Pangan Murah, di Kantor Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jakarta, Senin (16/10/2023).
Kemudian, tercatat juga ada kenaikan harga beras di 283 kabupaten dan kota, lalu diikuti cabai rawit yang juga naik di 259 kabupaten kota. Terkait beras, Amalia mencatat harga jual beras terus mengalami kenaikan.
Advertisement
"Yang jelas harga beras dalam tren terus meningkat, kemudian rata-rata harga beras mengalami disparitas yang semakin tinggi dimana paling tinggi adalah Papua," urainya.
"Mungkin untuk minggu ini ada infromasi bahwa ada 3 komoditas yang jadi perhatian yakni, gula pasir, beras, dan cabai rawit," imbuhnya.
6 Kabupaten
Di sisi lain, dia mencatat ada 6 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH tertinggi. Diantaranya, Gorontalo mencaoai 6,1 persen, Kabupaten Bolaang Mngondow 5,32 persen, Kota Bitung 5,05 persen dan Mamasa 4,45 persen dan Lombok Timuur 4,4 persen.
Â
Sumber Impor Beras
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa Thailand dan Vietnam kini menjadi pengekspor beras terbesar ke Indonesia, menyusul penutupan keran ekspor beras dari India.
Sebagai informasi, beberapa negara yang memberlakukan restriksi ekspor beras antara lain adalah India, Bangladesh, dan Rusia.
"Sebagaimana ditunjukkan dalam grafik, sejak India melakukan restriksi ataupun larangan ekspor di Juli tahun ini maka proporsi beras impor asal India terus menurun dan bahkan menjadi sangat kecil di bulan-bulan terakhir," kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar dalam siaran Rilis BPS pada Senin (16/10/2023).
Beralih
BPS mencatat, pada September 2023, proporsi beras ataupun proporsi impor beras asal India hanya memberikan kontribusi sebesar 0,39 persen dari total impor beras Indonesia.
"Hal ini karena memang kebijakan dari restriksi ekspor di negara India. Oleh sebab itu impor kita tentunya terlihat beralih ke negara lain, sehingga proporsi impor beras Indonesia paling besar berasal dari Vietnam (74,04 persen) dan Thailand (24,35 persen)," ungkap Amalia dalam paparannya.
Adapun proporsi impor gula oleh Indonesia paling besar dari dari Thailand dan Brazil yang masing-masing sebesar 58,76 persen dan 39,41 persen.
Amalia menyampaikan, walaupun India, Lebanon dan Pakistan menerapkan kebijakan pemberhentian ekspor gula, langkah ini tidak menimbulkan dampak karena Indonesia tidak melakukan impor dari kedua negara tersebut.
Â
Advertisement
Negara Setop Ekspor
Beberapa negara memutuskan menahan pengiriman komoditas pertaniannya kepada negara lain. Larangan ekspor pangan tersebut mulai dari komoditas beras, gula, jagung hingga gandum.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan jika pelarangan ekspor ini menjadi salah satu catatan peristiwa yang terjadi di tahun ini.
"Kalau kita perhatikan kebijakan restriksi ekspor bahan pangan di beberapa negara sudah berlaku sepanjang 2023," jelas dia dalam konferensi pers BPS, Senin (16/10/2023).
Dia membeberkan beberapa negara yang menahan atau memutuskan stop ekspor pangan. Khusus pangan beras, kebijakan restriksi atau larangan ekspor komoditas pangan ini dilakukan antara lain oleh India, Rusia Bangladesh dan Uganda.
Kemudian komoditas gula, larangan ekspor ditetapkan oleh India, Aljazair, Pakistan, Lebanon hingga Kosovo.
Kemudian larangan pangan atau restriksi ekspor jagung dilakukan Rusia, Belarus, Kosovo, Uganda dan Serbia. Larangan ekspor gandum ditetapkan negara seperti India, Rusia, Kosovo dan Afganistan.