Liputan6.com, Jakarta - Kritikan datang dari seorang duta besar negara Afrika terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Kritikan itu membahas langkah pinjaman IMF dan Bank Dunia.
“Masalahnya adalah peringkat yang kami buat untuk negara-negara Afrika harus berbeda,” kata Ibrahima Sory Sylla, duta besar Senegal untuk negara Afrika Barat, dikutip dari CNBC International, Selasa (17/10/2023).
Baca Juga
Dalam sebuah acara di Universitas Peking, Ibrahima mengatakan bahwa pemeringkatan dari Fitch atau Standard and Poor’s (S&P) tidak memperhitungkan faktor-faktor lokal di negara Afrika, seperti ketahanan pangan. Namun pemeringkatan tersebut menjadi dasar penilaian IMF dan Bank Dunia untuk program ekonomi.
Advertisement
Laporan Fitch Rating menunjukkan, jumlah masyarakat Afrika Barat yang mengalami kekurangan pangan akut melonjak hampir 40 persen dalam setahun, mengutip Program Pangan Dunia PBB.
Senegal secara signifikan meningkatkan pinjamannya dari Tiongkok pada tahun 2021 dan 2022, menurut database Pinjaman Tiongkok ke Afrika yang dikelola oleh Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston.
Meskipun hal ini mencerminkan lonjakan pinjaman di Afrika Barat, aktivitas pinjaman tersebut lebih sepi di wilayah lain di Afrika – membalikkan tren pertumbuhan dalam 20 tahun terakhir.
“Apa yang dapat kami pahami adalah begitu banyak bank pembangunan multilateral yang melalui inisiatif penangguhan (utang) G20, mereka mengatakan Anda harus melakukan inisiatif ini, namun ketika Anda melakukannya, mereka tiba-tiba memutuskan untuk menurunkan peringkat risiko Anda,” ujar Sylla.
“Dan sebagian besar negara-negara maju, negara-negara Barat, bisa mencapai lebih dari 200 persen rasio antara utang dan PDB. Peringkat mereka tidak diturunkan,” ucapnya.
Tidak Ditanggapi
Pihak IMF, Bank Dunia dan S&P tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait kritikan tersebut.
Sementara itu, juru bicara Fitch Ratings menjelaskan bahwa semua keputusan pemeringkatan negara diambil hanya berdasarkan satu kriteria pemeringkatan yang konsisten secara global dan tersedia untuk umum.
“Keputusan pemeringkatan didasarkan pada analisis yang independen, kuat, transparan, dan tepat waktu,” tambah juru bicara tersebut.
“Keyakinan saya yang tulus adalah bahwa para pejabat IMF, pejabat Bank Dunia, mereka sungguh-sungguh yakin bahwa kerangka keberlanjutan utang mereka berfungsi dan berfungsi demi kebaikan yang lebih besar,” kata Jang Ping Thia, ekonom utama dan manajer departemen ekonomi di Asian Infrastructure.
“Sering kali, para pemimpin IMF mencoba yang terbaik untuk memperluas jangkauan negaranya,” jelas Thia pada acara yang sama.
Advertisement
Pernyataan China
Di sisi lain, pejabat Tiongkok mengakui adanya sejumlah tantangan pada kerja sama pembiayaan antara Tiongkok dan negara-negara Afrika.
Dari tahun 2000 hingga 2020, Tiongkok meminjamkan USD 160 miliar ke negara-negara Afrika, menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Institute of New Structural Economics di Universitas Peking.
Laporan tersebut mengklaim setiap kenaikan 1 persen pinjaman Tiongkok menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Afrika sebesar 0,176 persen.
“Saya tidak dapat menyangkal bahwa kerja sama pembiayaan antara Tiongkok dan Afrika sedang menghadapi sejumlah tantangan atau kesulitan, karena (dari) beberapa (negara) mengalami gagal bayar dan masalah utang di hadapan kita,” ungkap Wu Peng, direktur jenderal Departemen Keuangan Urusan Afrika di Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
“Jadi kita tidak bisa mengabaikan tantangan ini. Tapi saya punya keyakinan bahwa kita masih bisa bekerja sama di bidang ini,” kata Wu, seraya menambahkan bahwa dia bekerja sama dengan bank-bank Tiongkok dalam memberikan pinjaman untuk proyek kereta api di Afrika Barat, yang kemungkinan akan diumumkan dalam beberapa pekan mendatang.