Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI menyampaikan 3 tindakan korektif yang harus dilakukan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, terkait 5 temuan maladministrasi dalam Pelayanan Penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) Bawang Putih di Kementerian Perdagangan.
Diketahui, 5 temuan maladministrasi tersebut diantaranya, pertama, pengabaian kewajiban hukum. Kedua, melampaui wewenang. Ketiga, penundaan berlarut. Keempat, penyimpangan prosedur. Kelima, diskriminasi.
Baca Juga
"Terhadap temuan 5 maladministrasi ini kami menyimpulkan ada 3 tindakan korektif yang harus dilakukan Dirjen perdagangan luar negeri Kemendag dan ini harus dilakukan dalam 30 hari kerja. Jika tindakan korektif ini tidak dilakukan maka Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam media briefing di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Advertisement
Adapun Tindakan korektif yang pertama, menerbitkan SPI bawang putih kepada pemohon yang terlebih dahulu dokumennya dinyatakan lengkap oleh sistem (First in, First served), sebagaimana kebutuhan rencana impor yang telah ditetapkan pada Rakortas Kemenko Ekon tanggal 25 Januari 2023 sebesar 561.926 ton, sebagai bentuk peningkatan kinerja pelayanan publik dalam pencegahan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Ditjen Daglu Kemendag.
Kedua, Mencabut Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Impor Bawang Putih.
"Ini peraturan selain lemah dari posisi kedudukannya, karena berlawanan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan tidak membuat pelayanan lebih baik. Pak Jokowi mengatakan bahwa pelayanan publik itu sebagai wujud kehadiran negara, kalau mau capai seperti itu maka cabut Dirjen Daglu ini karena membuat pelayanan lebih buruk," ujarnya.
Â
Terbitkan Pedoman Pelaksanaan
Tindakan korektif ketiga, yakni menyusun dan menetapkan Keputusan Menteri Perdagangan terkait Penyelenggaran Sistem Inatrade Keputusan Mendag tersebut merupakan salah satu pedoman dalam pelaksanaan Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor untuk memastikan SLA penerbitan SPI dijalankan sesuai dengan amanat Pasal 8 Permendag Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Terkait dengan hal tersebut, maka jangka waktu pelayanan penerbitan SPI pada sistem Inatrade yakni SPI diterbitkan 5 (lima) hari kerja, harus dimulai semenjak dokumen permohonan SPI yang secara sistem Inatrade telah dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, berhasil diterima oleh Anggota-2.
"Jika sudah diterima anggota-2 lengkap maka disitulah 5 hari kerja jalan, kalau enggak maka secara otomatis sistem memberikan izin kepada pemohon," tegasnya.
Â
Advertisement
Beri Waktu 30 Hari
Lebih lanjut, Yeka menegaskan, terkait dengan pelaksanaan Tindakan Korektif tersebut, Ombudsman Republik Indonesia memberikan waktu selama 30 (tiga puluh) hari kerja untuk melaksanakan Tindakan Korektif sejak diterimanya LAHP dan Ombudsman Republik Indonesia akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya.
"Terhadap pihak yang tidak melakukan tindak lanjut dan/atau tidak melaporkan pelaksanaannya kepada Ombudsman Republik Indonesia, maka Ombudsman RI akan menerbitkan rekomendasi kepada pihak yang bersangkutan dan bersifat terbuka untuk umum serta secara hukum mengikat dan wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia," pungkasnya.
Â