Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD sedikit melemah pada Rabu, 18 Oktober 2023. Namun meskipun dolar AS melemah, rupiah juga mengalami tekanan pada perdagangan hari ini.Â
"USDÂ sedikit melemah namun tetap mendekati puncak dalam 11 bulan setelah data ekonomi Tiongkok yang lebih baik dari perkiraan pada hari Rabu," ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Rabu (18/10/2023).
Baca Juga
Data yang dirilis semalam menunjukkan bahwa penjualan ritel AS tumbuh lebih dari perkiraan pada bulan September.
Advertisement
Hal ini mendorong kekhawatiran terhadap inflasi yang tinggi, yang dapat membuat Federal Reserve bersikap hawkish.
Sementara itu, konflik Israel-Hamas membuat pergerakan tidak terlalu besar dan para pedagang khawatir akan kemungkinan konflik yang semakin meluas.
Menjelang kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Israel, mata uang Shekel disematkan pada sisi yang lebih lemah yaitu 4 terhadap dolar. Hal ini juga terjadi di hadapan serangkaian pembicara The Fed minggu ini, terutama Ketua Jerome Powell pada hari Kamis.
Pasar tetap mewaspadai sinyal hawkish dari Powell, setelah ia mengisyaratkan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama pada pertemuan The Fed di bulan September.
Sedangkan di asia, ekonomi Tiongkok tumbuh 1,3 persen pada kuartal ketiga 2023, meningkat dari 0,5 persen pada kuartal sebelumnya dan melampaui perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 1 persen.
Rupiah melemah pada Rabu, 18 Oktober 2023
Rupiah ditutup melemah 14 poin dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 20 poin di level 15.730 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 15.716 per dolar AS.
Ibrahim mengungkapkan, "Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.710 per dolar AS hingga 15.770 per dolar AS."
Neraca Transaksi Berjalan RI
Ibrahim menyoroti perkiraan ekonom tentang neraca transaksi berjalan Indonesia yang diprediksi akan mencatat defisit sebesar 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023, dibandingkan dengan surplus 0,99 persen dari PDB tahun 2022.
"Neraca transaksi berjalan deposit disebabkan karena kinerja ekspor hingga akhir tahun diperkirakan akan terus menurun akibat harga komoditas yang rendah," bebernya.
"Selain itu juga didorong oleh permintaan global yang belum kuat, di tengah inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga kebijakan yang sedang berlangsung,"Â lanjut Ibrahim.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada September 2023 sebesar USD 20,76 miliar atau turun -5,63 persen secara bulanan (mtm), dibandingkan bulan sebelumnya pada Agustus 2023 yang sebesar USD 22,0 miliar.
Meskipun neraca perdagangan RI mencatatkan surplus pada September 2023 sebesar USD 3,42 miliar atau naik secara bulanan 0,30 persen, namun pertumbuhannya terus menyempit secara signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam mengevaluasi kinerja agregat selama delapan bulan pertama, surplus neraca perdagangan menurun dari USD 39,80 miliar pada sembilan bulan pertama 2022 menjadi USD 27,75 miliar sembilan bulan pertama 2023.
Advertisement
Prediksi Suku Bunga
Selain itu, ekonom juga memprediksi Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) tanggal 18-19 kembali akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen bulan ini sampai akhir tahun.
"Namun, yang akan berbeda adalah penekanan BI untuk lebih menstabilkan nilai tukar Rupiah dan bagaimana bank sentral itu mengantisipasi dan memitigasi jika The Fed terus bersikap lebih hawkish di masa depan," jelas Ibrahim.