Sukses

Ekonom: Kereta Cepat Whoosh Kemungkinan Dinasionalisasi, Pemerintah Bayar Cicilan Terus

Ekonom INDEF - proyek Kereta Cepat Whoosh kemungkinan besar di nasionalisasi, seluruh bebannya ditanggung negara.

Liputan6.com, Jakarta Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh telah selesai dan saat ini tengah menjalani uji coba untuk umum. Di balik uforia uji coba moda transportasi modern Kereta Cepat Whoosh, ekonom menyoroti beban utang dari proyek yang dibangun oleh Indonesia dengan China ini.

Ekonom senior INDEF Faisal Basri menjelaskan, proyek kereta cepat menyimpan utang yang cukup besar. Ia melihat bahwa proyek ini kemungkinan besar akan dinasionalisasi

"Proyek Kereta Cepat Indonesia kemungkinan besar di nasionalisasi, seluruh bebannya ditanggung negara. Karena investor enggak mau lagi, China akan keluar nantinya jadi nanti 100 persen milik Indonesia. Dan Indonesia bayar cicilannya terus-terusan gitu, diinjeksi terus dari APBN karena sudah di nasionalisasi," kata dia dalam seminar hybrid Universitas Paramadina, Selasa (17/10/2023).

Faisal membuat perhitungan simulasi sederhana tanpa ongkos operasi dengan total nilai investasi Rp 114,4 Triliun dan pendapatan penumpang tiap tahun Rp 2,369 triliun.

"Maka perhitungan balik modal adalah selama 33 tahun dan bahkan bisa mencapai 139 tahun," sebutnya.

Seperti diketahui, ada 5 titik pemberhentian untuk kereta cepat Jakarta – Bandung.

Dengan berbagai pertimbangan termasuk tidak optimalnya kecepatan kereta karena banyaknya pemberhentian, pemberhentian Karawang dan Walini dibatalkan.

Maka dari itu, penambahan pemberhentian dilakukan pada satu pemberhentian saja yaitu Padalarang.

"Stasiun Halim, Padalarang, dan Tegalluar tidak terdapat di tengah kota, sehingga menjadi tidak efektif. Keputusan ini bukan semata-mata proyek transportasi, pada awalnya proyek ini merupakan proyek properti." Imbuh Faisal.

Selain itu, Faisal Basri menyatakan bahwa awalnya proyek ini lebih sebagai proyek properti dengan PT Wijaya Karya dan PT KAI sebagai pemimpinnya, dan akhirnya tidak lagi business to business.

Adapun Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina menyoroti Jepang yang awalnya menawarkan pinjaman proyek kereta cepat sebesar USD 6,2 miliar dengan masa waktu 40 tahun dan tingkat bunga 0,1 persen per tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dengan syarat harus ada jaminan dari pemerintah.

"Kemudian China menawarkan pinjaman proyek sebesar USD 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2 persen per tahun. Skema Business to Business (B to B) tanpa jaminan dari Pemerintah. Disinilah dilihat inkonsistensi pemerintah, sehingga mau tidak mau dibiayai oleh APBN," katanya.

2 dari 4 halaman

Cost overrun

Pada 21 Januari 2016 proyek KCJB dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Presiden di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.

Proyek ini dijalankan dengan sumber pendanaan perusahaan (PSBI) yang mencakup 75 persen utang dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen ekuitas (modal saham) dengan porsi kepemilikan PT PSBI sebesar 60 perse.

"Sebelumnya, PT Wijaya Karya-lah yang memegang konsorsium, kemudian diberikan kepada PT. KAI. Dengan keberadaan PT. KAI yang saat ini memegang konsorsium, APBN ikut serta terlibat membiayai proyek kereta cepat Jakarta–Bandung" imbuhnya.

Handi mengatakan, perubahan harga, dan lamanya pengerjaan menyebabkan cost overrun dimana awal mulanya sebesar USD 6,071 miliar atau sekitar Rp. 81,96 triliun pada tahun 2015.

Kemudian biaya setelah terjadi Cost Overrun mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp. 110,5 triliun pada tahun 2022.

"Tentunya selisih ini sangat jauh dari awal mulanya," ucap dia.

3 dari 4 halaman

Anak Buah Erick Thohir Pede Kereta Cepat Balik Modal Kurang dari 100 Tahun

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Rosan Roeslani mengatakan balik modal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh tak perlu membutuhkan waktu terlalu lama. Menyusul, ada pandangan kalau megaproyek Kereta Cepat Whoosh ini baru bisa balik modal selama 139 tahun.

Dia menjelaskan, sebagai proyek pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, dampak dari hadirnya kereta cepat pun perlu dilihat. Misalnya, ada pembelajaran hingga transfer teknologi.

"Kita ingin mengembangkan kereta cepat ini ke kota-kota lainya, contohnya ke Surabaya. Pasti kan ada suatu learning process, rencananya ini juga ada transfer teknologi, jadi kita mesti lihat ini secara keseluruhan," ujarnya saat ditemui di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Dia menerangkan banyak efek berganda dari hadirnya kereta cepat ini. Hal ini juga yang menurutnya perlu jadi hitung-hitungan bersama.

"Jangan kita lihat ini dari segi harga tiket saja, ini harus diliat juga dari trasnfer teknolgi, dampak ke usaha kecil menengah, dampak ke perputaran ekonomi, sosial, budaya yang makin lama makin ada dampaknya," ungkap dia.

 

4 dari 4 halaman

Pendapatan KCIC

Sementara itu, kalau dari aspek bisnis, Rosan mengatakan pendapatan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tidak hanya bersumber dari penjualan tiket. Alhasil, pada konteks balik modal, dinilai akan semakin cepat.

"Itu kan hanya itungan dari tiket. Lihat gak di situ ada apa? Ada tenant, ada sponsor, ada naming right, jadi kalau dilihqt hanya dari tiket, ya mungkin beda hitung-hitungan. Tapi ini ada banyak, ada vendornya, banyak pihak yang terkait. Jadi jangan kita melihatnya dari satu kacamata saja, tapi dari hal yang lebih besar," tegasnya.

Ketika ditanya waktu balik modal, Rosan tak merinci lebih jauh. Hanya saja, dia mengamini kalau balik modal Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini bisa dibawah 100 tahun "Ini kan dilihat saja nanti," pungkasnya.