Liputan6.com, Jakarta - Indeks literasi keuangan dengan indeks inklusi keuangan di Indonesia memiliki gap yang cukup besar. Hal tersebut berdasarkan Survei Nasional Inklusi Keuangan 2023 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan OJK Halimatus Sa'diyah menjabarkan, indeks literasi keuangan di Indonesia hanya 49,68%, sedangkan indeks inklusi keuangan mencapai 85,10%.
Baca Juga
Kesenjangan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk menggunakan produk layanan keuangan, meskipun mereka belum memahami dengan baik terkait produk keuangan yang mereka gunakan.
Advertisement
"Ini bukanlah kondisi yang ideal, karena tingkat inklusi yang tinggi tanpa diimbangi literasi keuangan yang seimbang, maka masyarakat akan mudah untuk terjebak investasi bodong atau pinjaman online ilegal," ujar Halimatus pada acara Ibu Berbagi Bijak 2023, Kamis (19/10/2023).
Makna literasi keuangan tidak hanya terbatas pada keuangan per individu saja, tetapi juga merupakan pondasi yang penting karena hal ini akan berdampak pada ekonomi negara secara keseluruhan.
Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo untuk menaikkan inklusi keuangan hingga 90% di 2024, juga diseimbangi dengan meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, maka OJK telah membuat berbagai kebijakan dan program kerja sesuai kebutuhan masyarakat.
OJK, Halimatus menambahkan, telah membuat berbagai kebijakan dan program kerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Seperti contoh, OJK menyediakan berbagai materi bagi pelajar dari pendidikan formal, mulai Paud hingga perguruan tinggi.
Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah
Â
Ada juga materi buku nonformal literasi keuangan bagi calon pemimpin, literasi perencanaan keuangan bagi keluarga, literasi keuangan pensiun, dan literasi keuangan profesional.Â
"Kami telah menyiapkan ragam literasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat, di mana pun dan kapan pun secara gratis. Ini berupa learning management system, yang memberikan pembelajaran model interaktif digital," katanya.
Learning management system (LMS) literasi keuangan dari OJK ini dapat diakses melalui laman lmsku.ojk.go.id.
Guna meningkatkan inklusi keuangan, OJK membuat program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
TPAKD merupakan suatu forum koordinasi antar instansi dan stakeholders terkait untuk meningkatkan percepatan akses keuangan di daerah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.
Dengan ini, telah ada sejumlah 514 TPAKD, tersebar di 38 provinsi, 514 kab/kota, dan sesuai prosentase telah hampir menyeluruh yakni 93,11% dari seluruh kabupaten/kota.
Forum ini diadakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.
OJK juga berupaya memberikan perlindungan konsumen, dengan mengembangkan aplikasi sistem berbasis website untuk bertanya ataupun melaporkan tanpa perlu datang ke kantor OJK.
Advertisement
Sejalan dengan OJK, Ini Kebijakan dan Program Kerja BI
Sejalan dengan OJK, Bank Indonesia (BI) juga memiliki program untuk meningkatkan kapasitas UMKM.
Analis Eksekutif Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia, Irene Heniwati, menyampaikan bahwa ada beberapa program yang telah dirancang BI.
"Pogram untuk meningkatkan kualitas UMKM, ada UMKM pangan dengan program hilirisasi, UMKM ekspor dengan pembuatan hak ekspor dan trading house, UMKM digital dengan mendorong on boarding UMKM, dan UMKM hijau dengan menyusun pedoman UMKM hijau," bebernya.
Ada pula solusi yang dikeluarkan untuk meningkatkan program inklusi dan literasi keuangan, yakni salah satunya melalui aplikasi SIAPIK (Sistem Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan).
Melalui aplikasi SIAPIK ini, pengelola UMKM dapat dibantu untuk membuat laporan pendapatan cukup hanya dengan memasukkan pengeluaran dan pendapatan.
BI juga bekerja sama dengan World Bank dalam menyusun modul pelatihan digital financial services yang berisi langkah-langkah praktis guna mendukung pengembangan usaha UMKM.