Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9 persen pada 2023, sebelumnya dikisaran 2,7 persen. Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Oktober, Kamis (19/10/2023).
"Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan sebesar 2,9 persen dan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024 dengan kecenderungan risiko yang lebih rendah," kata Perry.
Baca Juga
Lebih lanjut, Perry mengatakan ekonomi global melambat dengan ketidakpastian yang semakin meningkat tinggi. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melemah dan disertai divergensi pertumbuhan antarnegara yang semakin melebar.
Advertisement
Kendati begitu, di sisi lain ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik, sedangkan Tiongkok melambat dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi dan penurunan kinerja sektor properti.
Disamping itu, meningkatnya ketegangan geopolitik mendorong harga energi dan pangan meningkat, sehingga mengakibatkan tetap tingginya inflasi global.
Inflasi Global
Adapun untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR), diperkirakan akan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer).
BI memperkirakan kenaikan suku bunga global akan diikuti pada tenor jangka panjang dengan kenaikan yield obligasi Pemerintah negara maju, khususnya AS (US Treasury), akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan utang Pemerintah, dan kenaikan premi risiko jangka panjang (term-premia).
"Berbagai perkembangan tersebut mendorong pembalikan arus modal dari negara Emerging Market Economies (EMEs) ke negara maju dan ke aset yang lebih likuid, yang mengakibatkan dolar AS menguat secara tajam terhadap berbagai mata uang dunia," ujarnya.
Perry pun menyoroti bahwa ketidakpastian ekonomi dan keuangan global semakin tinggi karena terjadi bersamaan dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, dan karenanya memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global terhadap ketahanan ekonomi domestik di negara-negara EMEs, termasuk Indonesia.
Menkeu Janet Yellen Yakin Konflik Israel-Hamas Tak Punya Pengaruh Besar ke Ekonomi Dunia
Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen mengungkapkan bahwa konflik Israel-Hamas tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian global.
"Meskipun kami memantau potensi dampak ekonomi dari krisis ini (di Israel dan Gaza) saya tidak benar-benar menganggapnya sebagai pendorong utama prospek ekonomi global," ujar Janet Yellen, dikutip dari CNN Business, Kamis (12/10/2023).
"Sejauh ini saya rasa kita belum melihat sesuatu yang menunjukkan hal itu akan menjadi sangat signifikan," katanya, di acara tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Maroko.
Pasar saham di seluruh dunia sebagian besar juga tidak merespon konflik tersebut, dengan Wall Street membukukan keuntungan pada hari Selasa yang sebagian didorong oleh jatuhnya harga minyak.
Sementara itu, harga minyak global telah melonjak awal pekan ini di tengah kekhawatiran konflik Israel-Hamas dapat menyebabkan ketidakstabilan yang lebih luas di negara penghasil minyak di Timur Tengah.
Kekhawatiran ini termasuk potensi penerapan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran.
Advertisement
Masih Terlalu Dini
Diwartakan sebelumnya, Kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan masih terlalu dini untuk menilai bagaimana konflik Israel-Hamas dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Tengah dan seluruh dunia.
Namun IMF memperingatkan dalam laporan terbaru World Economic Outlook, yang dirilis sebelum konflik pecah, bahwa pertumbuhan ekonomi masih lemah dan tidak merata.
Badan ini memperkirakan perekonomian dunia akan tumbuh sebesar 3 persen di sisa tahun ini, di bawah rata-rata 3,8 persen yang dicapai antara tahun 2000 dan 2019.
IMF juga merevisi perkiraan pertumbuhan AS, dibandingkan dengan prediksi yang dibuat pada bulan Juli, dan menurunkan perkiraannya untuk Eropa dan Tiongkok.
Selain itu, IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2024 sebesar 0,1 poin persentase menjadi 2,9 persen.