Sukses

Regulasi Kelembagaan Keuangan Koperasi di Indonesia Masih Semrawut

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang merumuskan Peraturan OJK soal kelembagaan keuangan koperasi.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto, mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang merumuskan Peraturan OJK soal kelembagaan keuangan koperasi. Dimana didalamnya ada banyak hal yang secara landasan filosofis banyak dilanggar dan berpotensi merugikan bagi koperasi.

Salah satunya adalah tentang pemggunaan terminologi transformasi kelembagaan koperasi simpan pinjam, menjadi lembaga koperasi jasa keuangan.

"Istilah transformasi koperasi sebagai lembaga jasa keuangan ini sudah salah terminologi. Koperasi itu bentuk badan hukum persona ficta yang sama kedudukanya dengan badan hukum bisnis seperti halnya Perseroan," kata Suroto, Senin (23/10/2023).

Suroto menjelaskan, koperasi itu di semua negara boleh menyelenggarakan kegiatan di bidang keuangan tanpa batasan baik itu dibidang simpan pinjam, asuransi, pegadaian, kepialangan, penjaminan dan lain lain.

Justru di bidang asuransi misalnya, koperasi itu banyak berperan. Perusahaan koperasi asuransi itu justru menjadi usaha paling banyak masuk deretan 300 koperasi besar dunia dari jenis atau sektor koperasi. Jumlahnya mencapai 30 persen lebih. Sebab, prinsip kerja mutual dan praktik solidaritas dari bisnis asuransi ini berkesesuaian dengan misi koperasi.

Transformasi Koperasi

Menurutnya, arah dari RPOJK soal proses transformasi koperasi, terutama simpan pinjam menjadi lembaga jasa keuangan ini sudah cacat secara epiatemologis, kurang dipahami aspek filosofinya.

"Ini juga justru potensi merusak citra koperasi yang secara definisi adalah sebagai lembaga milik anggota yang dikelola dan dikendalikan secara otonom dan demokratis," ujarnya.

Tak dipungkiri, kata Suroto memang selama ini praktik lembaga keuangan koperasi di Indonesia itu masih berkutat di sektor simpan pinjam.

"Kenapa sektor keuangan lainya tidak banyak dikembangkan dengan basis koperasi, karena regulasi maupun kebijakan pemerintah dan lembaga otoritas yang mengatur sektor keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu memang masih belum banyak merekognisi dan membuat aturan penjelasnya," katanya.

 

2 dari 4 halaman

Pengaturan Koperasi

Idealnya, menurut Suroto, terkait pengaturan koperasi di sektor keuangan ini memang perlu diatur tersendiri, dan atau kalaupun diatur oleh OJK harus dibuat dalam kompartemen khusus yang didalamnya diadakan pengaturan dan perumusan kebijakan, agar mereka tetap tidak dianaktirikan dan tetap hargai prinsip koperasi yang selama ini sudah terbukti sukses menjadi kekuatan koperasi sebagai organisasi yang mengatur diri sendiri ( self-regulated organization).

Sebut misalnya, Koperasi asuransi NTUC Income, yang menjadi perusahaan asuransi besar nomor dua di negara Singapura, atau Cooperative Financial Network -BVR yang tumbuh kuat sebagai jaringan koperasi sektor keuangan di Jerman, the Cooperator di Canada dan lain lain.

Pengaturan koperasi yang buruk ini tentu akan berdampak buruk bagi "tumbuh dan berkembangnya koperasi. Seharusnya pemerintah dan terutama OJK ini mendengarkan aspirasi dan masukan dari gerakan koperasi dan kalau perlu lakukan benchmark ke negara lain yang telah sukses bangun kelembagaan keuangan koperasi," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Ini Dia Kriteria UMKM Bisa Naik kelas

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menyatakan, dalam upaya mewujudkan UMKM naik kelas, terdapat tiga pendekatan untuk mendeteksinya yakni produktivitas, aksesibilitas, dan intervensi.

“Pertama, sisi pendekatan produktivitas ditekankan dari peningkatan kapasitas usaha dan kinerja usaha. Kedua, pendekatan aksesibilitas terhadap permodalan dari perubahan sumber modal usaha menjadi semakin formal. Ketiga, pendekatan intervensi finansial pemerintah atau government intervention yaitu lulusnya UMKM dari program bantuan pemerintah,” kata SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim dalam keterangan resminya di Ternate, Minggu (22/10/2023).

Menurut SesKemenkopUKM, setiap negara memiliki model UMKM Naik Kelas tersendiri. Belajar dari best practices berbagai negara, setiap negara memiliki kriteria masing-masing terkait definisi UMKM dan definisi UKM Naik Kelas.

Lebih lanjut kata Arif, mayoritas UMKM di dunia merupakan perusahaan independen (independent firms) dengan jumlah pekerja kurang dari 50 orang dan ukuran ini berbeda di setiap negara.

"Banyak negara yang mengklasifikasikan UMKM dengan parameter atau kriteria jumlah tenaga kerja tidak melebihi 250 atau 200 orang. Khusus SMEs di AS, jumlah tenaga kerja tidak melebihi dari 500 orang," kata Arif.

SesKemenkopUKM meyakini berbagai mitra pembina UMKM di Indonesia sudah memiliki perhatian terhadap kriteria UMKM Naik Kelas. Dalam pembinaan UMKM, dibuat klasifikasi kelas yang lebih kecil, bukan hanya berdasarkan aset dan omset tetapi juga indikator lainnya.

"Indikator tersebut diantaranya menurut Bank Indonesia adalah UMKM Digital, UMKM yang terhubung dengan akses pembiayaan, UMKM ekspor, dan UMKM Hijau," jelas Arif.

Sedangkan menurut Pemerintah Daerah adalah indikator produktivitas, indikator akses permodalan, indikator intervensi pemerintah, dan indikator lingkungan usaha yang berkelanjutan (ekonomi hijau), dan melestarikan kearifan lokal.

 

4 dari 4 halaman

Kriteria UMKM

Adapun saat ini, kriteria UMKM naik kelas yang digunakan adalah kenaikan omset dan aset UMKM sebagaimana diklasifikasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Kendati demikian, kenaikan kelas UMKM tersebut dinilai terlalu sulit dicapai mengingat jauhnya rentang omset dan modal antar masing-masing klasifikasi usaha.

"Akibatnya, dampak program pemberdayaan UMKM menjadi sulit untuk dipetakan dan kinerja pemerintah sulit dihitung secara kuantitatif," ujar Arif.

Oleh karena itu, SesKemenkopUKM menekankan kolaborasi dengan berbagai stakeholder menjadi sangat penting dilakukan untuk menaikkan kelas UMKM.

"Mitra pembina dan pendamping UMKM yang sudah memiliki tools untuk menilai kelas UMKM, dapat diajak bekerjasama agar tools tersebut dapat dimanfaatkan masing-masing pemerintah daerah," ujar Arif.