Liputan6.com, Jakarta Kepada para mahasiswa/mahasiswi di Universitas Diponegoro, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan besarnya dampak globalisasi pada kemajuan ekonomi negara-negara maju dunia.
“RRT (Republik Rakyat Tiongkok atau China) itu menjadi negara ekonomi terbesar kedua di dunia karena dia menggunakan globalisasi. Masuk WTO, menarik banyak FDI (Investasi Asing Langsung), mengekspof produknya ke seluruh negara, terutama negara Barat,” ujar Sri Mulyani dalam Kuliah Umum: Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global pada Senin (23/10/20203).
Baca Juga
“Dalam situasi itu, capital in-out, trade masuk keluar dan ini menyebabkan RRT yang tadinya adalah salah satu negara yang banyak kemiskinannya, sekarang kemiskinannya menurut tajam,” jelasnya.
Advertisement
Selain China, Sri Mulyani juga menyoroti India yang kini mulai menyusul dalam proses menjadi negara ekonomi besar di dunia.
“Indonesia, (negara) ASEAN juga sama. Kita memanfaatkan globalisasi di dalam rangka untuk menarik FDI, membuat Ekspor kita maju, dan membuat job creation, dan menaikkan ekonomi serta kesejahteraan,” ucap Menkeu.
Tensi Global
Namun dengan tensi global, Sri Mulyani mengingatkan, “sekarang negara- negara nggak mau ekspor-impor, FDI. Sekarang mereka hanya akan melakukan investasi dan ekspor impor hanya dengan temannya. Kalau dulu namanya globalisasi sekarang fragmentasi”.
“Kalau dulu namanya offshoring, sekarang friend-shoring,” beber Sri Mulyani.
Sri Mulyani: Harga Minyak Mau Naik ke USD 100 per Barel
Dalam kuliah umum di Universitas Diponegoro, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan kepada pelajar di perguruan tinggi/mahasiswa bahwa perekomonian global sedang menghadapi berbagai tantangan dan guncangan, salah satunya soal harga minyak.
Tantangan ini di antaranya adalah gejolak geopolitik, kenaikan suku bunga agresif Amerika Serikat, hingga lonjakan inflasi di negara-negara Eropa.
“Harga minyak mau naik ke USD 100 kemudian terjadi perang. Sekarang Amerika Serikat juga tidak ada ketua DPR-nya sehingga mereka nggak bisa mengendalikan fiskal,” jelas Sri Mulyani dalam Kuliah Umum: Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global pada Senin (23/10/20203).
“Amerika bilang 'saya mau menaikkan suku bunga’. Istilahnya sedang bersin tetapi seluruh negara tetangganya kena flu karena begitu dahsyatnya (langkah suku bunga) mereka,” ucap Menkeu.
Peran APBN
Maka dari itu, Sri Mulyani kembali menjelaskan, APBN hadir untuk menjaga stabilitas dan pemerataan dalam roda ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
“APBN sebagai instrumen menjadi cara untuk menstabilkan nggak selalu bisa namun dia memiliki fungsi sebagai countercyclical. Kalau ekonominya terlalu menderu-deru maka dia (APBN) coba didinginkan, kalau ekonominya turun amblas maka dia ditarik ke atas, dengan menggunakan instrumen pajak, penerimaan, belanja, maupun pembiayaan “ papar Sri Mulyani.
Advertisement
Penjelasan
Sebagai informasi, Countercyclical adalah ketika Pemerintah menambah belanja (Ekspansi) dan/atau menurunkan tarif pajak/ DTP ketika krisis (resesi) untuk stimulasi agregate demand dan mencegah penggunaan sumber daya ekonomi yang kurang optimal (underemploying) dan sebaliknya mengurangi belanja (kontraksi) danatau menaikan tarif pajak untuk cool off dalam rangka menghindari over heating perekonomian.
Adapun Pro Cyclical adalah ketika Pemerintah mengurangi belanja (kontraksi) ketika perekonomian lesu (krisis) dan sebaliknya akan melakukan menambah belanja (ekspansi) ketika terjadi booming.
“Ekonomi Indonesia tidak hanya sekedar menjaga stabilitas kita juga menciptakan pemerataan waktu terjadi covid-19 semuanya mengalami kontraksi. Namun kita berhasil pulih kembali,” tutur Menkeu.