Liputan6.com, Jakarta - Indeks dolar Amerika Serikat (USD) kembali menguat hari ini pada Kamis, 26 Oktober 2023. USD menguat di tengah kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik Israel-Hamas masih terus terjadi seiring dengan berlanjutnya serangan rudal ke Gaza, sementara Israel menegaskan kembali komitmennya untuk melakukan serangan darat di wilayah tersebut.
"Selain itu, suku bunga AS yang lebih tinggi mendorong kenaikan dolar dan imbal hasil Treasury," kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Kamis (26/10/2023).
Baca Juga
"Meskipun tanda-tanda kekuatan ekonomi AS diperkirakan akan meningkatkan selera risiko, hal ini juga diperkirakan akan memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," paparnya.
Advertisement
Data inflasi PCE untuk bulan September ukuran inflasi pilihan The Fed juga akan dirilis pada hari Jumat. Bank sentral Amerika Serikat diyakini akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan pekan depan.
Tetapi peluang setidaknya satu kali kenaikan suku bunga lagi tahun ini juga disinyalkan oleh para pejabat The Fed.
Adapun isyarat bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama di tengah tingginya inflasi dan kuatnya perekonomian.
Sebelum The Fed, Bank Sentral Eropa akan mengadakan pertemuan pada hari Kamis, dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya.
"Namun ECB juga diperkirakan akan memberikan sinyal suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, meskipun ada tanda-tanda resesi zona euro yang akan datang," ungkap Ibrahim.
Sementara itu, para pedagang di Asia berusaha mengukur seberapa besar ledakan ekonomi yang akan dihasilkan oleh rencana penerbitan obligasi pemerintah Tiongkok sebesar 1 triliun yuan (USD 136 miliar).
Seperti diketahui, Yuan ini masih berada di bawah tekanan akibat keraguan atas pemulihan ekonomi, serta krisis di pasar properti.
Rupiah Berlanjut Melemah pada Kamis, 26 Oktober 2023
Rupiah ditutup melemah 49 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 75 point dilevel Rp. 15.919 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.870.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.910- Rp. 15.970," Ibrahim memperkirakan.
Konflik Israel-Hamas Picu Kekhawatiran pada Harga Minyak Dunia
Saat ini, pelaku pasar terus memantau situasi dari konflik antara Israel dan Hamas.
"Hal tersebut mulai dirasakan dampaknya terhadap harga minyak dunia yang terus merangkak naik," kata Ibrahim.
Dengan pecahnya konflik ini juga, ketidakpastian global semakin meningkat.
Ibrahim menyebut, hal ini dapat memberikan dampak rambatan atau spill over ke dalam negeri yang bisa mempengaruhi nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, pada 2022 lalu akibat adanya konflik Rusia Ukraina, harga minyak melonjak USD 128 per barel, dari USD 60-USD 70 per barel.
Saat ini, harga minyak yang sebelumnya sudah turun kembali melonjak lebih dari USD 90 per barel.
"Dengan adanya perang di Palestina, yang merupakan zona middle east adalah zona produksi minyak minyak dan gas terbesar dunia, gejolaknya sudah mulai terefleksi. Sesudah harga minyak turun, sempat USD 80-an (per barel) lagi, sekarang melonjak dan menembus USD 90. Ini level bukan hanya suplai demand, tapi psikologi karena perang," papar Ibrahim.
Advertisement
Harga Gas dan Batu Bara
Adapun harga gas yang pergerakannya masih minus 29,6 persen secara year to date (ytd).
Kemudian, batu bara selama ini mengalami penurunan cukup besar 63,6 persen.
Penurunan ini dikhawatirkan memengaruhi APBN cukup besar karena coal menyumbangkan pajak maupun PNBP, Bahkan bea keluar kalau itu diterapkan.
Ibrahim menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengkhawatirkan jika perang semakin meluas maka efeknya akan melebar ke harga minyak mentah yang terus melonjak.
Bahkan, Jokowi mengatakan bahwa harga minyak mentah bisa mencapai USD 150 per barel.