Sukses

KPPI Mulai Penyelidikan Safeguards Lonjakan Impor Benang Filamen Artifisial

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam tiga tahun terakhir (2020—2022), ada peningkatan jumlah impor barang benang filamen artifisial dengan tren sebesar 49,89 persen. Pada 2020, jumlah impornya sebesar 1.191 ton. Pada 2021, impornya naik 51,48 persen menjadi 1.804 ton.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai Penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard Measures) terhadap lonjakan jumlah impor barang berupa benang filamen artifisial. KPPI melihat ada kerugian serius atau ancaman kerugian serius dari lonjakan jumlah impor barang berupa benang filamen artifisial

Komoditas yang dimaksud mencakup lima nomor Harmonized System (HS) 8 digit, yaitu 5403.10.00, 5403.31.10, 5403.31.90, 5403.32.90, dan 5403.41.90 berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) tahun 2022.

Penyelidikan tersebut didasarkan pada permohonan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili industri penghasil benang filamen artifisial di dalam negeri. KPPI menerima permohonan dari API tersebut pada 18 September 2023.

“Dari bukti awal permohonan resmi yang diajukan API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang benang filamen artifisial. KPPI juga menemukan indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor barang benang filamen artifisial,” ungkap Plt. Ketua KPPI Nugraheni Prasetya Hastuti dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/10/2023).

Nugraheni mengatakan, kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada 2020—2022.

“Indikator-indikator tersebut yaitu penurunan keuntungan secara terus menerus yang diakibatkan penurunan volume produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, dan tenaga kerja, serta penurunan pangsa pasar API di pasar domestik,” urai Nugraheni.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam tiga tahun terakhir (2020—2022), ada peningkatan jumlah impor barang benang filamen artifisial dengan tren sebesar 49,89 persen. Pada 2020, jumlah impornya sebesar 1.191 ton. Pada 2021, impornya naik 51,48 persen menjadi 1.804 ton.

Kemudian, pada 2022 impor naik 48,32 persen menjadi 2.676 ton. Negara asal impor barang benang filamen artifisial adalah Tiongkok sebesar 98,29 persen dan negara lainnya sebesar 1,71 dari total impor.

KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai Pihak yang Berkepentingan selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman ini.

2 dari 2 halaman

Impor Benang Kapas Melonjak, KPPI Lakukan Penyelidikan Safeguards

Sebelumnya, KPPI memulai Penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards Measures) terhadap lonjakan jumlah impor barang berupa benang kapas. Penyelidikan oleh Kementerian Perdagangan ini dilakukan mulai Jumat 27 Oktober 2023 setelah mendapat permohonan dari  Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)

Penyelidikan impor benang kapas tersebut mencakup 27 nomor Harmonized System (HS) 8 digit yaitu 5204.11.10, 5204.19.00, 5204.20.00, 5205.11.00, 5205.12.00, 5205.21.00, 5205.22.00, 5205.24.00, 5205.26.00, 5205.32.00, 5205.41.00, 5205.42.00, 5205.43.00, 5205.47.00, 5205.48.00, 5206.11.00, 5206.12.00, 5206.14.00, 5206.21.00, 5206.23.00, 5206.24.00, 5206.25.00, 5206.31.00, 5206.32.00, 5206.33.00, 5206.42.00, dan 5206.45.00 berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTK) tahun 2022.

Plt. Ketua KPPI Nugraheni Prasetya Hastuti mengungkapkan, penyelidikan tersebut didasarkan pada permohonan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili industri penghasil benang di dalam negeri. KPPI menerima permohonan dari API tersebut pada 18 September 2023.

“Dari bukti awal permohonan yang diajukan oleh API, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang benang kapas. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri," jelas dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/10/2023).

"Indikator tersebut antara lain menurunnya volume produksi, penjualan domestik, kapasitas terpakai, keuntungan, berkurangnya jumlah tenaga kerja; serta menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik,” tambah Nugraheni.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam empat tahun terakhir (2019—2022), terjadi peningkatan jumlah impor barang benang kapas dengan tren sebesar 29,79 persen. Pada 2019 jumlah impornya sebesar 14.843 ton. Pada 2020 sebesar 12.588 ton. Kemudian pada 2021 naik 65,82 persen menjadi 20.873 ton. Selanjutnya, pada 2022 naik 43,28 persen menjadi 29.908 ton.

Negara asal impor barang benang kapas yaitu dari Vietnam sebesar 45,65 persen, Republik Rakyat Tiongkok (27,80 persen), India (8,20 persen), Turki (7,36 persen), Pakistan (3,89 persen), Thailand (3,53 persen), dan negara lainnya sebesar (3,57 persen).

Video Terkini