Sukses

Berkat Investasi, Kredit Perbankan Tumbuh 8,96 Persen di September 2023

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan pada September 2023 mencapai 8,96 persen secara tahunan (yoy), menjadi Rp 6.837 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan pada September 2023 mencapai 8,96 persen secara tahunan (yoy), menjadi Rp 6.837 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, mengatakan pertumbuhan kredit pada September 2023 justru mengalami sedikit penurunan dibandingkan Agustus 2023 sebesar 9,06 persen.

"Kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit per September sebesar 8,96 persen yoy, bulan Agustus yang lalu sebesar 9,06 persen yoy menjadi Rp 6.837 triliun," kata Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023).

Dian Ediana Rae menyebut, salah satu pendorong pertumbuhan kredit pada September 2023 adalah kredit investasi yang tumbuh 11 persen yoy. Sementara berdasarkan jenisnya, bank swasta berkontribusi dengan kenaikan outstanding kredit sebesar 12,19 persen secara tahunan.

"Ditinjau pada kepemilikan bank pada September 2023, bank umum swasta domestik menjadi kontributor pertumbhuhan kredit terbesar yaitu sebesar 12,19 persen yoy, dibandingkan bulan Juni-Juli 2023 dimana laju pertumbuhan kredit tertinggi dikontribusikan bank BUMN sebesar 8,30 persen dan 9,81 persen yoy," jelasnya.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga

Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 mengalami kenaikan dibandingkan Agustus 2023, yakni tercatat sebesar 6,54 persen yoy.

"Sementara pada Agustus sebesar 6,24 persen atau menjadi sebesar Rp 8.147,17 triliun, dengan kontribusi terbesar dari Giro yang tumbuh sebesar 9,84 persen yoy," katanya.

Ia menjelaskan, prtumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan meningkatnya kebutuhan invetasi korporasi paska pencabutan status pandemi Covid-19.

Disamping itu, Dian juga melaporkan bahwa likuiditas industri perbankan pada September 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga.

Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) sedikit turun menjadi 115,37 persen dibanding Agustus sebesar 118,50 persen. Sama halnya Alat Likuid/DPK (AL/DPK) juga mengalami penurunan pada September 2023 yakni 25,83 persen dibanding Agustus yang lalu 26,49 persen.

"Namun tetap jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Perang di Gaza Memanas hingga Suku Bunga Tinggi, Kinerja Keuangan Indonesia Aman?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sektor jasa keuangan di Indonesia masih terjaga stabil di tengah meningkatnya tensi geopolitik d Gaza dan tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat yang diperkirakan akan lebih panjang.

Hal iu disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023).

Mahendra mengatakan, divergensi atau perbedaan kinerja perekonomian global masih terus berlanjut. Di Amerika Serikat pertumbuhan ekonomi pada kuartral III 2023 teracatat meningkat 4,9 persen dibandingkan kuartal pertamanya 2,1 persen.

Disisi lain, dengan membaiknya pasar tenaga kerja di Amerika Serikat mampu mendorong meningkatnya aksi jual dipasar obligasi Amerika Serikat.

"Sejalan dengan meningkatnya ekspektasi suku bunga dari higher for longer itu dan juga peningkatan pasokan obligasi Amerika Serikat untuk membiayai defisit di Amerika Serikat," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Ekonomi Eropa

Sementara itu, di Eropa kinerja ekonomi diprediksi masih cenderung stagnan. Sedangkan, di Tiongkok, pemulihan ekonomi yang belum sesuai ekspektasi dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global.

Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya kenaikan yield surat utang di AS dan penguatan USD sehingga menyebabkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia. Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat.

Selain itu, Mahendra menyebut resiko geopolitik global semakin meningkat seiring dengan konflik di Gaza antara Israel vs Hamas, yang berpotensi menggangu perekonomian dunia secara signifikan, terutama jika terjadi esklasii di Timur Tengah.

Â