Sukses

WTO Beri Peringatan Soal Dampak Mengerikan Perang Israel-Hamas Palestina

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kembali mengingatkan bahwa ada dampak yang berisiko ditimbulkan dari konflik Israel-Hamas.

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kembali mengingatkan bahwa ada dampak yang berisiko ditimbulkan dari perang Israel-Hamas. Dampak ini salah satunya pada pertumbuhan ekonomi global, jika konflik tersebut meluas ke negara sekitarnya di kawasan Timur Tengah.

“Jika penyakit ini menyebar melampaui keadaan sekarang, ke seluruh Timur Tengah, akan ada dampaknya,” kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dalam sebuah wawancara, dikutip dari CNBC International, Senin (30/10/2023).

“Ingatlah bahwa wilayah ini juga merupakan sumber energi dunia yang berasal dari gas alam dan juga minyak, yang masih banyak digunakan di seluruh dunia. Jadi Anda akan melihat dampaknya terhadap pertumbuhan dan perdagangan global,” ujarnya.

“Kami berharap jumlahnya tidak sebesar itu. Kami berdoa untuk deeskalasi dan perdamaian,” ucap Dirjen WTO di sela-sela pertemuan G7 di Osaka, Jepang.

Senada dengan WTO, sejumlah ekonom juga telah mengingatkan bahwa kemungkinan eskalasi konflik Israel-Hamas akan menimbulkan gangguan besar terhadap perekonomian global, dan dapat menaikkan harga energi serta mengganggu jalur perdagangan utama.

Pertumbuhan perdagangan sudah “cukup suram” karena “turunnya permintaan agregat secara keseluruhan,” kata Okonjo-Iweala.

WTO memangkas perkiraan pertumbuhan perdagangan untuk tahun 2023 di tengah perlambatan manufaktur global. Per Oktober 2023, organisasi tersebut mengurangi perkiraan pertumbuhan perdagangan barang dagangan global untuk tahun ini karena kemerosotan berkelanjutan sejak kuartal IV 2022.

Volume Perdagangan

Volume perdagangan barang dagangan global kini diproyeksikan tumbuh sebesar 0,8 persen tahun ini, kurang dari setengah kenaikan 1,7 persen yang diperkirakan pada bulan April. Pertumbuhan sebesar 3,3 persen yang diproyeksikan pada tahun 2024 hampir tidak berubah dari perkiraan sebelumnya.

“Pulihnya perekonomian Tiongkok setelah pandemi tidak sekuat yang kita prediksi. Kita melihat krisis real estat di Tiongkok. Pertumbuhan Uni Eropa juga lebih lambat dari yang kami harapkan,” papar Dirjen WTO.

“(Ekonomi) AS tampaknya baik-baik saja, namun tetap saja, ada masalah penurunan permintaan agregat di sebagian besar wilayah, serta inflasi yang terus-menerus dengan suku bunga yang naik tinggi dalam jangka panjang,” tambahnya.

2 dari 3 halaman

2 Konflik Geopolitik Belum Usai, saatnya Investasi atau Simpan Uang Bawah Bantal?

Dunia tengah dilanda ketidakpastian. konflik Rusia-Ukraina belum usai tetapi sudah ada konflik geopolitik baru yaitu konflik antara Hamas dan Israel di Timur Tengah yang sampai saat ini masih memanas. Kedua konflik geopolitik ini menambah parah pasar komoditas internasional. 

Konflik Rusia-Ukraina telah membuat harga komoditas pangan melambung. saat ini, konflik Palestina-Israel membuat harga energi terutama minyak dunia terkerek naik. Di saat negara-negara sedang mengalami permasalahan inflasi, ketegangan politik di kawasan memicu permasalahan lainnya.

Data International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bisa melambat menjadi 2,9% pada 2024 dari perkiraan sebelumnya di angka 3%.

Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Bambang Hirawan mengungkapkan, negara Timur Tengah merupakan produsen minyak mentah, sehingga sudah tentu perang Hamas-Israel akan memicu ketidakstabilan mengganggu pasokan energi dan pangan yang berujung naiknya harga minyak dan komoditi.

“Sektor energi dan pangan ini adalah faktor pemicu inflasi secara global. Padahal sebelum ada perang tersebut, kita berpikir bahwa pressure dari inflasi global sudah mulai menurun, namun ternyata kita dikagetkan oleh perang Hamas dan Israel. Ini seperti kembali pada titik sebelumnya,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (27/10/2023).

 

3 dari 3 halaman

Kondisi AS dan China

Ketidakpastian global juga dipicu perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China. Saat ini AS berada pada tekanan inflasi, sehingga memaksa The Fed harus menahan daya beli masyarakat. Namun pada sisi lain mereka juga harus bisa menjaga jumlah uang yang beredar. Sementara Tiongkok saat ini sedang mengalami kisruh Evergrande yang mengalami permasalahan keuangan.

“IMF melaporkan bahwa pada triwulan ketiga 2023, ada semacam pesimisme dikarenakan pressure inflasi tetap ada dan pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan atau bahkan menurun akibat ketidakpastian global. Kita berharap ketegangan Amerika dan China pun mereda sehingga ada normalisasi yang dapat membuat iklim ekonomi kembali membaik,” ujarnya.

Meski begitu, di tingkat nasional, ia optimis bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh di angka 5%. Apalagi tahun politik akan mendorong belanja masyarakat. Ia mendorong pemerintah untuk meningkatkan sektor komoditas dan industri manufaktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Perlu diketahui, 50 % dari pertumbuhan ekonomi itu berasal dari konsumsi rumah tangga, sisanya dari investasi, kemudian ekspor dan impor. Untuk itu, kita harus menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas harga komoditas,” ujarnya.