Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita, menyebut rupiah masih sangat rentan dan terus terancam melemah ke level 16.000 per dolar AS.
Lantas pertanyaan, bagaimana konsekuensinya ke APBN, karena asumsi rupiah di APBN 2023 masih 14.800 per dolar AS.
Baca Juga
Menurutnya, dampak pelemahan rupiah yang melampaui asumsi cukup signifikan ke APBN. Pertama, depresiasi rupiah yang mendekati 16.000 per dolar AS akan membuat subsidi BBM bengkak, sekalipun misalnya harga minyak dunia masih berada dalam rentang asumsi APBN.
Advertisement
"Karena, perhitungan ICP atau Indonesia Crude Price berdasarkan dolar. Jadi mau tak mau, biaya impor BBM akan naim tajam, karena nilai nilai satu dolar tak lagi sesuai dengan asumsi. Sementara sekitar setengan dari kebutuhan BBM kita diimpor dari pasar global yang dibayar memakai dolar," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (31/10/2023).
Alhasil akan ada kenaikan biaya impor BBM sebesar selisih harga antara harga dolar AS yang diasumsikan APBN 2023, dengan harga dolar hari ini untuk setiap dolar yang dibayarkan atas impor BBM.
"Dengan asumsi dolar APBN 14.800 per dolar AS, maka dibutuhkan tambahan sekitar 1.200 per dolar AS jika harga tembus ke level harga 16.000 per dolar AS misalnya," jelas Ronny.
Â
Utang Luar Negeri
Konsekuensi kedua, yakni akan terjadi pembengkakan utang luar negeri. Hal ini terjadi tanpa kenaikan nominal dolarnya. Artinya, sekalipun tak ada penambahan utang luar negeri, tapi harga dolarnnya naik tajam, maka secara otomatis nominal rupiah yang dibutuhkan juga naik sesuai dengan pergerakan harga rupiah.
Misalnya jika nilai cicilan utang adalah USD 1.000 dengan asumsi nilai tukar sebelumnya 14800 per dolar AS. Maka nominal rupiah yang dibutuhkan untuk mencicil adalah Rp 14.800.000. Tapi jika rupiah melemah menjadi 16.000 per dolar AS, maka mendadak utangnnya menjadi Rp 16.000.000.
"Terjadi pertambahan utang dalam rupiah sekitar Rp 1.200.000, tanpa kenaikan nominal utang dalam dolarnya," jelasnya.
Artinya, anggaran yang telah ditetapkan di dalam APBN 2023 akan terpakai untuk menutup kedua selisih tersebut. Pertama subsidi BBM akan bengkak tajam. Kedua, cicilan utang luar negeri juga akan bengkak
Sementara sisi positifnya Untuk APBN, penerimaan PNBP dari sisi ekspor dan impor serta berbagai pendapatan pajak dari aktifitas ekspor impor juga akan naik.
"Karena dana yang didapat eksportir dan dana yang dikeluarkan importir tentu akan ikut naik, yang berimbas pada nominal pajak yang mereka bayarkan," pungkasnya.
Advertisement
Rupiah Masih Jeblok, Sri Mulyani Tak Cemas
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebetulnya kondisi rupiah berada dalam posisi yang relatif baik, depresiasinya hanya 0,7 persen secara Year to Date (YTD).
"Dengan capital outflow yang cukup terjadi pada bulan September-Oktober ini maka kita lihat pergerakan nilai tukar kita sebetulnya rupiah kita dalam posisi yang relatif baik depresiasinya," kata Sri Mulyani dalam konferensi Pers APBN KiTa Oktober, Rabu (25/10/2023).Â
Menurutnya, banyak masyarakat Indonesia yang melihat pelemahan rupiah itu dari nominalnya terhadap US Dollar. Padahal, jika dilihat dari pergerakan nilai tukar secara ytd, depresiasinya hanya 0,7 persen.
"Meskipun orang Indonesia lihatnya nominal. Kalau kita lihat pergerakan nilai tukar year to date depresiasiny di 0,7 persen. Jadi, penyebabnya mungkin bukan rupiahnya tapi mungkin dollarnya yang menguat," ujarnya.
Alhasil dengan menguatnya US Dollar tersebut membuat banyak mata uang beberapa negara mengalami pelemahanÂ