Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, masih terdapat beberapa aspek yang perlu untuk ditingkatkan terkait pelaksanaan Reforma Agraria.
Oleh karena itu, Pemerintah kemudian meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria sebagai upaya dalam mempercepat pencapaian target Reforma Agraria.
Airlangga Hartarto mencatat sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Reforma Agraria memiliki target hingga 9 juta hektar yang terdiri dari penataan aset dan penataan akses.
Advertisement
Tercatat hingga bulan Oktober 2023 capaian Sertifikasi Hak Milik Tanah Transmigrasi telah seluas 140.590,72 hektar dan pendaftaran tanah atau PTSL mencapai 9.173.953 hektar.
Lebih lanjut dalam Perpres tersebut, kata Airlangga, memuat 4 terobosan kebijakan untuk mempercepat pencapaian target reforma agraria, yakni penyediaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) khususnya dari Kawasan Hutan, penyelesaian konflik agraria, penguatan kelembagaan Reforma Agraria, serta percepatan pelaksanaan penataan aset dan akses.
"Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 diharapkan mampu mendorong pencapaian realisasi Reforma Agraria yakni terkait program sertifikasi tanah transmigrasi dan redistribusi tanah dari pelepasan Kawasan Hutan," kata Airlangga saat ditemui usai Rapat Kerja Nasional Performa Agraria, di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2023).
Selain memperkuat regulasi, Pemerintah juga berupaya meningkatkan efektivitas integrasi data Reforma Agraria melalui pembentukan sistem Bhumi GTRA.
Sistem Bhumi-GTRA sendiri merupakan platform untuk mengintegrasikan kegiatan penataan aset dan akses, dengan merujuk model konseptual Land Management Paradigm (LMP) yang merupakan fitur dari laman Bhumi ATR/BPN.
Adapun dalam pertemuan puncak GTRA Summit Karimun 2023 lalu, telah disepakati Deklarasi Karimun untuk mewujudkan resolusi penyelesaian legalisasi aset permukiman di atas air, pulau-pulau kecil dan pulau terluar, penyelesaian konflik agraria pada aset BMN/BMD, BMN/BMD yang dikuasai oleh masyarakat, resolusi penyelesaian permasalahan pertanahan transmigrasi, dan resolusi redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan.
"Dalam mendukung integrasi data ini Kementerian ATR/BPN membuat sistem yang namanya bumi GTRA dan Rakernas tindak lanjut dari deklarasi karimun yang berlangsung tanggal 29 sampai dengan 31 Agustus yang lalu, untuk memperoleh resolusi berbagai persoalan legalisasi retribusi dan konflik agraria," pungkasnya.
Kementerian ATR Sebut Reforma Agraria Bisa Tingkatkan Ekonomi Rakyat
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Dalu Agung Darmawan menekankan pentingnya reforma agraria. Dia menyebut outcome Reforma Agraria bisa berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.
"Penataan aset, bagaimana tanah itu sebagai sumber-sumber kehidupan masyarakat, artinya tanah itu harus dimanfaatkan secara adil. Sedangkan, penataan akses itu bagaimana tanah tersebut memberikan ruang bagi masyarakat sebagai sumber kemakmuran," kata Dalu dikutip dari siaran persnya, Jumat (11/8/2023).
Kendati begitu, dia mengakui bahwa ada tantangan dalam perjalanan Reforma Agraria. Untuk itu, Dalu menekankan agar pilar penataan aset dan akses harus mendapatkan perlakuan yang seimbang. Selain itu, persepsi dan kebijakan masing-masing stakeholder juga harus disamakan.
"Perlu dicocokkan data untuk mendukung pelaksanaan Reforma Agraria. Ketika kita ingin menyelesaikan persoalan, maka yang harus kita pastikan adalah data," jelasnya.
"Kami sedang mendorong dan memanfaatkan bhumiatr, yaitu di situ ada fitur bhumiGTRA yang saya pakai sebagai wadah untuk menyamakan persepsi terkait data," sambung Dalu.
Di tahun ini, dengan kerja sama dari salah satu stakeholder, yakni Civil Society Organization (CSO), telah diusulkan sedikitnya 70 Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang tersebar di Indonesia.
"Nah peran masing-masing sektor sangat tinggi karena dari 70 LPRA ini tipologinya (permasalahan, red) itu sampai delapan. Ada yang berkaitan dengan Kementerian BUMN, KLHK, Kemendes PDTT, dan ada yang berkaitan dengan asetnya pemerintah daerah," ujar Dalu.
Advertisement
Diskusi dengan CSO
Ia mengaku kerap diskusi dengan CSO untuk membahas soal penataan aset dan akses terutama di LPRA. Hal ini bisa membantu menghilangkan hambatan yang dihadapi terkait Reforma Agraria.
"Hampir setiap minggu bertemu CSO, paling tidak mengetahui persoalan di masing-masing lokus. Dengan mengetahui dinamika persoalan yang ada di masing-masing lokasi, kita bisa mengetahui apa yang harus dikerjakan, untuk berkolaborasi, untuk kemudian berdiskusi dengan berbagai stakeholders," tutur dia.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Usep Setiawan menegaskan untuk seluruh pihak terkait ikut berkolaborasi menjalankan program tersebut. Dia meminta kementerian/lembaga untuk mengesampingkan ego sektoral sebagaimana tertuang dalam deklarasi GTRA Summit 2022 lalu.
"Sudah disebutkan Reforma Agraria perlu ada kolaborasi. ATR/BPN sebagai leading sector-nya tidak bisa bekerja sendiri. Dari sisi peraturan, perkuat substansi dari Reforma Agraria, lalu lakukan sosialisasi dan konsolidasi, kemudian laksanakan. Rakyat yang jadi subjek utama dari Reforma Agraria, pemerintah memfasilitasi," pungkas Usep.